Sabtu, 04 Januari 2020

Bertemu Putri Duyung di Pantai Samila, Thailand

Di Thailand, wisatawan bisa berfoto dengan putri duyung. Tempat itu ada di Pantai Samila, Songkhla.

Pantai Samila adalah sebuah pantai yang namanya baru saya dengar sekitar akhir tahun lalu. Saya berencana ingin mengunjungi destinasi Thailand yang tidak banyak orang membicarakannya. Ya, sebenarnya antara unpopular destination atau saja saja yang kurang gaul.

Pantai Samila terletak di Mueng, Songkhla, Provinsi Songkhla, Thailand bagian selatan. Sebenarnya pantai ini sangat popular dan dipastikan menjadi salah satu tujuan para turis yang singgah ke Hat Yai. Songkhla dan Hat Yai sendiri bersebelahan dan berbatasan langsung dengan Malaysia.

Waktu itu, saya menyewa sebuah motor dari Hat Yai untuk berkeliling selama saya berada di sana. Pilihan ini saya rasa menjadi pilihan paling bijak saat berkunjung ke sana. Angkutan umum seperti tuk-tuk akan sangat mahal jika kita tidak membawa rombongan. Tentunya dengan persyaratan yang sudah dipenuhi untuk bisa mengendarai sepeda motor di Thailand.

Kurang lebih satu jam berkendara dari pusat Kota Hat Yai ke Songkhla. Waktu itu saya berangkat pagi-pagi sekali selepas salat subuh agar bisa menikmati suasana pantai yang masih sepi. Ditambah lagi cuaca Songkhla saat itu sedang sangat panas, jadi sebisa mungkin menghindari berangkat dalam keadaan terik matahari. 

Untuk menemukan Pantai Samila tidak begitu sulit. Banyak petunjuk arah yang sangat membantu dan juga karena garis pantai ini sangat panjang. Untuk masuk ke Pantai Samila, kita tidak dikenakan tiket apapun. Meskipun begitu, keadaan pantai ini sangat bersih dan para pedagangnya juga sangat rapi.

Sebenarnya di Pantai Samila kita bisa melihat matahari terbit, tapi karena cukup jauh dari penginapan, jadi saya tidak mengejar sunrise. Pantai Samila ini dikelilingi oleh Pohon Cemara Udang yang cukup rapat dan rimbun untuk tempat berpiknik bersama keluarga. 

Beruntungnya, saya yang saat itu datang sangat pagi, jadi bisa merasakan pantai yang seperti pantai pribadi. Memang pesona the golden mermaid yang menjadi daya tarik para wisatawan. Keadaan pantai memang masih sepi tapi para turis sudah mengantre untuk bisa berfoto bersama patung putri duyung tersebut.

Bukan tanpa alasan jika the golden mermaid menjadi incaran para turis. Patung ini punya legenda dan mitosnya yang terkenal di kalangan masyarakat Songkhla. Patung putri duyung yang sedang duduk dan menyisir rambut adalah representasi dari cerita yang melegenda tersebut.

Legenda Putri Duyung ini pernah dikisahkan dalam karya sastra Thailand pada tahun 1809. Dikisahkan, di Pantai Samila ada Putri Duyung yang sedang duduk di batu besar dan meyisir rambutnya menggunakan sisir emas. Putri Duyung tersebut kaget karena ada nelayan yang melihatnya. Dia terburu-buru pergi, sehingga sisir emasnya pun tertinggal. Sang nelayan menunggu putri duyung itu untuk mengembalikan sisirnya tapi ia tidak pernah terlihat lagi.

Untuk mengabadikan legenda tersebut, pada tahun 1966 dibangun Patung The Golden Mermaid yang terbuat dari perunggu. Sampai sekarang patung tersebut tetap kokoh, bahkan mempunyai mitos yang terkenal di kalangan turis.

Mitos tersebut adalah jika kita memegang dada The Golden Mermaid, maka cepat atau lambat kita akan kembali lagi ke Pantai Samila. Antara percaya dan tidak percaya tapi Pantai Samila yang sangat indah dan membuat saya ingin kembali ke sana.

Sayangnya karena waktu yang tidak cukup banyak, saya tidak bisa menikmati semua pesona Pantai Samila. Padahal ombak pantai ini terkenal sangat tenang dan cocok untuk berenang. Kita juga bisa berkuda mengelilingi hamparan pasir pantai yang putih. Atau kita bisa mencoba kegiatan olah raga air di sana.

Meskipun sudah berhasil mengunjungi Pantai Samila, namun pantai ini masih menjadi salah satu dream destination saya. Pantai ini masih menyimpan banyak keindahan yang ingin saya eksplor lebih jauh lagi. Semoga suatu saat bisa kembali lagi ke Pantai Samila.

Awal tahun 2019 ini memang menyenangkan, mencari laut sampai harus bersepeda motor di negeri orang. Tidak sampai di sini, saya masih ingin melakukan extraordinary traveling di tempat lain. Saya sangat suka laut dan pantai, suatu saat ingin lihat laut di negara lain, Dubai misalnya.

Dubai punya banyak sekali pantai. Mulai dari Pantai Umm Suqeim yang saat matahari terbenam bisa dapat potret terbaik Burj Al Arab sampai Al Mamzar Beach Park yang tenang. Tapi paling penasaran dengan warna-warni La Mer Dubai.

Pantai ini punya kabin mandi warna-warni, dilengkapi dengan taman bermain anak dan banyak kafe serta butik yang estetik. Semoga dream destination ke Dubai bisa terwujud juga tahun ini. Mengunjungi pantai di Dubai seperti extraordinary traveling yang menyuguhkan suasana laut berbeda.

Poso, Negeri 1.000 Megalit Purba

Lembah Bada, di Poso, Sulawesi Tengah adalah Negeri 1.000 Megalit. Kamu bisa melihat banyak artefak kebudayaan megalitikum di sana.

Tidak banyak yang mengetahui bahwa Sulawesi Tengah menyimpan pesona wisata dari zaman megalitikum bernama Lembah Bada. Terletak di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Lembah Bada dikelilingi dengan gunung yang membuat akses jalan menuju tempat ini sangat terbatas.

Bahkan jika musim penghujan tiba, maka longsoran gunung sering menutup akses jalan. Seperti perjalananku menggunakan titik awal Kota Tentena dengan jarak kurang dari 100 km.

Berangkat pagi dari Tentena, maka tampak dengan jelas keindahan Danau Poso di kiri jalan, sebelum berganti tanjakan menyusuri lekukan jalan yang berkelok menembus pegunungan. Setelah 1,5 jam berlalu, kita akan melewati Sungai Malei dengan warna air coklat kemerahan. sesuai namanya, Malei yang berarti merah. Meskipun tidak bening, air Sungai Malei bisa langsung diminum.

Tak selamanya perjalanan akan berjalan mulus sesuai rencana. Sekitar kurang dari 14 km menuju desa terdekat di Lembah Bada, tiba-tiba kendaraan harus berhenti.

Jalanan putus, longsoran tanah menutupi akses jalan. Tidak ada pilihan jalur alternatif jika sudah berada di kawasan ini, selain menunggu eskavator untuk membersihkan longsoran tanah atau menggunakan jasa panggul motor. Butuh sekitar 6 jam, akhirnya proses pembersihan jalan selesai dan bisa dilintasi.

Tepat pukul 4 sore, aku pun tiba di Desa Bewa, Lembah Bada dilanjutkan dengan perjalanan ke Pada Sepe, kawasan di mana Megalitik Palindo berada. Jalanan sempit penuh ilalang dan tidak semuanya beraspal, membuat kendaraan berjalan lambat. Tapi, semuanya terbayarkan saat melihat Megalit Palindo yang tingginya sekitar 4 m dan miring ke kiri. 

Ukiran batunya sudah halus dan berbentuk wajah manusia berjenis kelamin pria. Palindo merupakan salah satu Megalit terbesar di lembah Bada dari ribuan Megalit lainnya seperti Tarairoe, Tantaduo, Tinoe, Langkebulawa dan masih banyak lainnya.

Akhirnya, my extraordinary traveling menuju Negeri 1.000 Megalit ditutup dengan acara mondulu-dulu atau makan sedaun di malam hari bersama warga lokal. Semua makanan dibungkus menggunakan daun asli yang bentuknya menyerupai daun pisang.

Setiap satu paket makanan dari beberapa warga, akan dibuat lingkaran terdiri dari 4 hingga 6 orang. Kami semua menikmati sajian dan tradisi lokal Lembah Bada, karena bagiku memahami tradisi lokal dan berbaur bersama adalah nilai tambah dari sebuah traveling.

Aku pun berharap, kelak suatu saat nanti diberi kesempatan ke Dubai. Di mana ada pusat kemajuan arsitektur yang memadupadankan antara bangunan pencakar langit dan tetap memelihara budaya lokal dan peninggalannya di kawasan Downstream Dubai. Jika waktu itu tiba, maka aku ingin menyusuri Dubai dan perkembangan peradabannya mulai dari Desert Safari, kunjungan ke Museum Dubai, menikmati matahari terbenam dari Burj Khalifa hingga Sky Diving berlatar Palm Jumeirah.