Selasa, 07 Januari 2020

Bersantai di Kota Melbourne, Serasa Bukan Turis

Meski hanya perkotaan, Melbourne punya berbagai tempat seru untuk bersantai. Cocok jadi pilihan destinasi saat ke Australia.
Melbourne tidak memiliki banyak atraksi wisata seperti Sydney dengan Opera House-nya. Seperti tidak ada yang spesial, namun hal-hal kecil dan kebiasaan sehari-hari di sana membuat saya merasa nyaman layaknya penduduk setempat.

Dijuluki sebagai the most liveable city in the world, setelah kurang lebih seminggu mengeksplor kota ini beberapa bulan lalu, saya pun mengangguk dalam hati setuju. Jika ditanya kenapa, jujur saya pun bingung.

Melbourne bukanlah kota yang paling modern. Cuaca pun tergolong murung dan tidak terprediksi, tetapi kota ini berhasil membuat saya betah dan merasa sangat familiar dengannya.

Saya bukan pecandu kopi, tetapi menikmati kopi di Melbourne terasa sangat menyenangkan! Berbagai kedai kopi lokal kecil bertebaran di seluruh kota. Tiap kedai menyambut tamu dengan suasana hangat nan sederhana. Barista yang ramah menyajikan secangkir kopi hangat dan seringkali mengajak para tamu berbincang kecil. Benar-benar terasa nyaman.

Budaya brunch di Melbourne juga sangat kental. Makanannya tidak hanya terlihat sangat cantik di mata dan di media sosial, namun sangat terasa bagaimana hidangan disiapkan dengan sepenuh hati dengan porsi yang jauh dari kata pelit.

Rindu dengan comfort food? Jangan khawatir, di seluruh penjuru Melbourne banyak hidangan khas Asia. Mulai dari Tiongkok, Vietnam, Thailand, Jepang bahkan Indonesia.

Berjalan kaki bukan menjadi suatu masalah di sini, bahkan terasa menyenangkan. Rata-rata bangunan di pusat kota tidak terlalu tinggi, campuran antara bangunan kuno dengan toko-toko lokal yang unik.

Gang-gang yang semakin tersembunyi memiliki banyak keseruan. Lelah berjalan kaki? Melbourne menawarkan Free Tram Zone, dimana orang lokal maupun turis dapat menggunakan tram ke titik-titik utama di kota, tanpa biaya!

Mengunjungi Melbourne Museum dan State Library of Victoria bukanlah kegiatan yang membosankan. Melihat-lihat berbagai karya dan instalasi yang terawat dengan baik membuat para turis benar-benar menikmati dan menghargai karya seni yang ditampilkan. Satu gedung penuh dengan pameran seni yang menarik, saya pun sampai lupa waktu.

Kebanyakan toko sudah tutup pukul 6 sore. Bahkan, late night shopping disana tutup lebih awal dari pusat perbelanjaan di Jakarta.

Saya pun bertanya kepada teman yang sudah lama tinggal disana. Ternyata, penduduk lokal sangat menghargai quality time dan tidak terlalu terfokus pada kesibukan seperti kota-kota besar pada umumnya. Saya langsung merasa bersyukur dan tersadar untuk lebih menikmati momen-momen kecil di sela-sela kesibukan di Jakarta.

Setiap perjalanan memiliki kenangan dan memorinya masing-masing. Seperti liburan saya ke Melbourne yang membekas di ingatan dan membuat perjalanan ini terasa extraordinary. Setelah menikmati liburan yang santai, kali ini saya ingin mengunjungi destinasi liburan yang spesial, tidak seperti biasanya.

Destinasi itu adalah Dubai yang merupakan kota pusat hiburan dunia. Melihat bagaimana Palm Jumeirah yang sangat cantik dan megahnya Burj Khalifa terletak di satu destinasi yang sama dengan Gurun Arab dan Al Fahidi yang bersejarah. Saya harap Dubai akan menjadi extraordinary traveling saya selanjutnya.

Awali Even DCF, Kongkow Budaya Ajak Wisatawan Lestarikan Budaya

Kongkow Budaya menjadi gelaran pertama Dieng Culture Festival (DCF) 2019. Melalui event ini, wisatawan diajak untuk terus 'nguri-nguri' atau melestarikan budaya.

Salah satunya disampaikan Gus Ghofur Maimoen. Putra dari kyai Maimoen Zuber ini mengatakan, budaya dan agama berjalan beriringan. Salah satu contohnya adalah saat Wali Sngo menyebarkan agama melalui budaya.

"Jadi ibaratnya badan itu budaya, ruh itu agama. Budaya dan agama tidak bisa dipisahkan," kata dia saat Kongkow Budaya di lapangan Arjuna, Dieng, Jumat (2/8/2019).

Untuk itu, ia pun mengajak para wisatawan dan warga yang hadir dalam kongkow budaya tersebut untuk melestarikan budaya. "Jadi kita harus tetap melestarikan budaya yang ada agar tidak sampai punah," ujarnya.

Dalam kongkow budaya ini, juga menghadirkan Sabrang (Noe Letto) dan Habib Anis Sholeh Ba Asyin. Sedangkan Habib Anis mencontohkan, jika membaca Al Quran merupakan nyanyian paling indah, karena sudah enak di dengar meski tidak diiringi alat musik.

"Al Quran itu musik yang paling indah karena sudah enak di dengar meski tanpa diiringi alat musik. Justru saya tidak sependapat jika membaca Alquraan dan diiringi dengan alat musik," tuturnya.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banjarnegara Dwi Suryanto mengatakan, kongkow budaya selalu digelar setiap DCF. Hanya, tiap tahun tokoh yang dihadirkan berbeda-beda.

"Bagi orang Muslim budaya itu wajib, karena budaya itu tata krama. Sehingga, membangun tata krama dalam DCF yang sudah dikenal hingga tingkat internasional," ujarnya.

Bersantai di Kota Melbourne, Serasa Bukan Turis

Meski hanya perkotaan, Melbourne punya berbagai tempat seru untuk bersantai. Cocok jadi pilihan destinasi saat ke Australia.
Melbourne tidak memiliki banyak atraksi wisata seperti Sydney dengan Opera House-nya. Seperti tidak ada yang spesial, namun hal-hal kecil dan kebiasaan sehari-hari di sana membuat saya merasa nyaman layaknya penduduk setempat.

Dijuluki sebagai the most liveable city in the world, setelah kurang lebih seminggu mengeksplor kota ini beberapa bulan lalu, saya pun mengangguk dalam hati setuju. Jika ditanya kenapa, jujur saya pun bingung.

Melbourne bukanlah kota yang paling modern. Cuaca pun tergolong murung dan tidak terprediksi, tetapi kota ini berhasil membuat saya betah dan merasa sangat familiar dengannya.

Saya bukan pecandu kopi, tetapi menikmati kopi di Melbourne terasa sangat menyenangkan! Berbagai kedai kopi lokal kecil bertebaran di seluruh kota. Tiap kedai menyambut tamu dengan suasana hangat nan sederhana. Barista yang ramah menyajikan secangkir kopi hangat dan seringkali mengajak para tamu berbincang kecil. Benar-benar terasa nyaman.

Budaya brunch di Melbourne juga sangat kental. Makanannya tidak hanya terlihat sangat cantik di mata dan di media sosial, namun sangat terasa bagaimana hidangan disiapkan dengan sepenuh hati dengan porsi yang jauh dari kata pelit.

Rindu dengan comfort food? Jangan khawatir, di seluruh penjuru Melbourne banyak hidangan khas Asia. Mulai dari Tiongkok, Vietnam, Thailand, Jepang bahkan Indonesia.

Berjalan kaki bukan menjadi suatu masalah di sini, bahkan terasa menyenangkan. Rata-rata bangunan di pusat kota tidak terlalu tinggi, campuran antara bangunan kuno dengan toko-toko lokal yang unik.

Gang-gang yang semakin tersembunyi memiliki banyak keseruan. Lelah berjalan kaki? Melbourne menawarkan Free Tram Zone, dimana orang lokal maupun turis dapat menggunakan tram ke titik-titik utama di kota, tanpa biaya!

Mengunjungi Melbourne Museum dan State Library of Victoria bukanlah kegiatan yang membosankan. Melihat-lihat berbagai karya dan instalasi yang terawat dengan baik membuat para turis benar-benar menikmati dan menghargai karya seni yang ditampilkan. Satu gedung penuh dengan pameran seni yang menarik, saya pun sampai lupa waktu.

Kebanyakan toko sudah tutup pukul 6 sore. Bahkan, late night shopping disana tutup lebih awal dari pusat perbelanjaan di Jakarta.

Saya pun bertanya kepada teman yang sudah lama tinggal disana. Ternyata, penduduk lokal sangat menghargai quality time dan tidak terlalu terfokus pada kesibukan seperti kota-kota besar pada umumnya. Saya langsung merasa bersyukur dan tersadar untuk lebih menikmati momen-momen kecil di sela-sela kesibukan di Jakarta.