Selasa, 03 Maret 2020

Aktivitas Merapi Meningkat, Objek Wisata di Sekitarnya Tetap Buka

 Aktivitas Gunung Merapi meningkat dalam beberapa hari terakhir. Meski begitu objek wisata di sekitar Taman Nasional Gunung Merapi tetap dibuka.

Objek-objek wisata di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) masih direkomendasikan dibuka untuk dikunjungi wisatawan. Peningkatan aktivitas Gunung Merapi sejauh ini belum berbahaya bagi objek wisata di TNGM.

"Secara umum tidak ada perbedaan sebelumnya, untuk wisata semua bisa. Kecuali semua jalur pendakian Selo dan Sapuangin ditutup sejak Mei 2018 sampai dengan sekarang kaitanya dengan status waspada Merapi," kata Kepala Sub Bagian Tata Usaha Balai TNGM, Akhmadi saat dihubungi detikTravel di Sleman, Jumat (1/2/2019).

Diketahui, pada 29 Januari 2019 malam, terjadi tiga kali guguran awan panas Gunung Merapi dengan jarak luncurnya masih relatif pendek dan belum membahayakan penduduk. Guguran awan panas mengarah ke hulu Kali Gendol.

Gunung Merapi saat ini masih pada tingkat Waspada (Level II), dengan rekomendasi radius bahaya masih berjarak 3 kilometer dari puncak Merapi. Artinya, radius 3 km ini tidak boleh ada kegiatan wisatawan dan masyarakat.

"Intinya pada radius sampai dengan 3 kilometer dari puncak tidak ada aktivitas wisata/masyarakat. Sebagai acuan atas rekomendasi BPPTKG," jelas Akhmadi.

Milenial Unggah Foto Traveling di Medsos, Narsis atau Personal Branding?

Kaum milenial mengunggah momen traveling di medsos adalah hal wajar. Namun, kalau terus-terusan, apakah itu narsisme atau personal branding?

Narsisme merupakan kecintaan kepada diri sendiri secara berlebihan. Sedangkan Personal Branding adalah citra atau reputasi yang dibangun pada masyarakat terhadap seorang individu. Hal ini, tentunya sangat terlihat apabila seseorang bermain media sosial.

Menurut jurnal 'Derterminants of Sharing Travel Experiences in Social Media' oleh Myunghwa Kang dan Michael A. Schuett, bahwa aktivitas mengunggah momen traveling ke media sosial merupakan kegiatan yang umum dilakukan saat melancong. Bahkan, dianggap sebagai informasi yang dapat diandalkan dibandingkan informasi organisasi atau sektor bisnis wisata lainnya.

Menurut pakar dan Dosen Komunikasi Program Vokasi Universitas Indonesia, Amelita Lusia, seseorang pada dasarnya ingin mendapatkan recognition atau pengakuan. Hal inilah yang menjadi landasan bahwa banyak unggahan momen traveling.

"Kalau dari segi komunikasi, setiap manusia ingin diakui. Ingin mendapat recognition, ah dia itu bagaimana, begini sikapnya. Bob Sadino misalnya, meskipun celana pendekan, orang melihatnya sederhana, tapi sebentar dulu, lihat ia turun dari mobil apa," ujarnya saat dihubungi detikTravel, Jumat (1/2/2019).

Kemudian, apa motif dan tujuan dari orang tersebut ingin membagi momen. Ia menggambarkan seorang public figure yang pergi dengan berbagai barang mewah, atau fasilitas-fasilitas yang digunakan.

"Misalnya ada artis ke luar negeri, bisa saja kita menduga artis A ada di level biasa-biasa saja, naik business misalnya. Tapi ada juga yang level atas, malah kok biasa saja gaya travelingnya. Bisa saja tujuan mereka untuk bertahan di level tersebut. Mereka ingin dilihat, bahkan personal branding-nya bahwa menyatakan dia mampu untuk berada di sana," tambahnya.

Milenial Unggah Foto Traveling di Medsos, Narsis atau Personal Branding?

Kaum milenial mengunggah momen traveling di medsos adalah hal wajar. Namun, kalau terus-terusan, apakah itu narsisme atau personal branding?

Narsisme merupakan kecintaan kepada diri sendiri secara berlebihan. Sedangkan Personal Branding adalah citra atau reputasi yang dibangun pada masyarakat terhadap seorang individu. Hal ini, tentunya sangat terlihat apabila seseorang bermain media sosial.

Menurut jurnal 'Derterminants of Sharing Travel Experiences in Social Media' oleh Myunghwa Kang dan Michael A. Schuett, bahwa aktivitas mengunggah momen traveling ke media sosial merupakan kegiatan yang umum dilakukan saat melancong. Bahkan, dianggap sebagai informasi yang dapat diandalkan dibandingkan informasi organisasi atau sektor bisnis wisata lainnya.

Menurut pakar dan Dosen Komunikasi Program Vokasi Universitas Indonesia, Amelita Lusia, seseorang pada dasarnya ingin mendapatkan recognition atau pengakuan. Hal inilah yang menjadi landasan bahwa banyak unggahan momen traveling.

"Kalau dari segi komunikasi, setiap manusia ingin diakui. Ingin mendapat recognition, ah dia itu bagaimana, begini sikapnya. Bob Sadino misalnya, meskipun celana pendekan, orang melihatnya sederhana, tapi sebentar dulu, lihat ia turun dari mobil apa," ujarnya saat dihubungi detikTravel, Jumat (1/2/2019).

Kemudian, apa motif dan tujuan dari orang tersebut ingin membagi momen. Ia menggambarkan seorang public figure yang pergi dengan berbagai barang mewah, atau fasilitas-fasilitas yang digunakan.

"Misalnya ada artis ke luar negeri, bisa saja kita menduga artis A ada di level biasa-biasa saja, naik business misalnya. Tapi ada juga yang level atas, malah kok biasa saja gaya travelingnya. Bisa saja tujuan mereka untuk bertahan di level tersebut. Mereka ingin dilihat, bahkan personal branding-nya bahwa menyatakan dia mampu untuk berada di sana," tambahnya.

Hal tersebut pun bisa dilihat dari unggahan yang dilakukan oleh si traveler. Bisa saja, postingan tersebut selain menandakan dirinya adalah seorang traveler, ingin membagikan berbagai informasi seputar destinasi yang dituju.

"Apakah itu sekadar share, pengetahuan, apakah dia mau mencitrakan di kelompok a+ atau kelas lain, sosial media jadi tools paling tepat alat untuk merepresentasikan diri. Bisa juga sebagai wadah promosi untuk orang-orang disekitarnya," tambah Amelita.

Begitupun menurut Pengamat Sosial UI Devie Rahmawati. Ia mengatakan, jika seseorang ingin menampilkan sebuah postingan sebagai identitas atau personal branding, orang tersebut harus bisa membagi waktu dan menghasilkan/

"Kalau Personal Branding, harus bisa me-monitize perjalanan. Personal Branding bisa diuangkan, dalam bentuk blog, endorsement, itu Personal Branding yang hakiki menurut saya. Kalau tidak hanya anda bagian orang mendomentasikan sejarah atau dan bisa narsisme," ujar Devie.

Benteng yang Didatangi Jokowi di Ngawi, Bukan Benteng Sembarangan

Presiden Jokowi berkunjung ke Benteng Pendem Ngawi dan meminta Menteri PUPR Basuki Hadimuljono untuk merestorasinya. Sebenarnya, benteng apa sih ini?

Pada Jumat (1/2/2019) Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Ngawi, Jawa Timur. Dia mampir ke Benteng Pendem, destinasi wisata sejarah di sana, kemudian menikmati Kopi Selondoh khas Ngawi.

Benteng ini kondisinya rusak. Itu sebabnya, Presiden Jokowi lalu memerintah Menteri PUPR Basuki Hadimuljono untuk memperbaikinya. Benteng Pendem rupanya memang punya nilai sejarah yang tinggi.

Nama lengkapnya Benteng Pendem Van Den Bosch. Disebut 'pendem' karena kondisinya yang masuk ke dalam tanah. Lokasinya tidak jauh dari Alun-alun Ngawi dengan tiket masuk Rp 5.000 saja.

Di benteng ini sudah ada jalur pedestrian dan jalur pandu untuk penyandang disabilitas. Di kompleks benteng ini ada taman labirin, namun kondisinya kurang terawat.

Walaupun namanya benteng, bentuk fisiknya mungkin lebih mirip gedung kantor kolonial. Gedungnya megah, dengan pilar-pilar besar dan memang dengan kondisi kerusakan di sana-sini. Malahan ada tembok yang sudah ditumbuhi pepohonan.

Suasananya asyik banget untuk wisatawan yang suka foto-foto, atau mereka yang tertarik untuk prewedding. Buat kamu yang suka Instagram, tempat ini juga keren banget untuk bahan postingan.

Benteng ini dibikin tahun 1845 yang artinya udah berumur 174 tahun. Wow, sudah cukup tua ya. Pemkab Ngawi didukung Kemenpar untuk menjadikan destinasi wisata sejarah ini sebagai objek cagar budaya, namun realisasinya belum cukup nyata. Terbukti Jokowi sampai harus menelepon Menteri PUPR lagi.

Benteng Pendem Van Den Bosch ini bisa jadi destinasi liburan akhir pekan kali ini. Semoga nanti proses restorasinya bisa segera terlaksana.