Ritual memohon keselamatan pada laut turut dimiliki oleh warga Polewali. Lewat ritual Mappande Sasi, masyarakat melarungkan sesajen ke tengah laut.
Ritual Mappande Sasi atau memberi makan lautan digelar masyarakat yang bermukim di Pesisir Pantai Mampie, Dusun Mampie, Desa Galeso, Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar, pada Senin kemarin (21/09/19).
Ritual ini diikuti puluhan warga setempat, ditandai dengan melarung sesajen ke tengah lautan.
Sebelumnya warga terlebih dahulu menggelar doa bersama di rumah salah satu tokoh masyarakat setempat, sembari menyiapkan sejumlah sesajen yang akan dilarung. Di antaranya ketan aneka warga, aneka jenis pisang, ayam panggang, telur, dupa dan lain-lain.
Sesampainya di tepi pantai, tokoh masyarakat setempat terlebih dahulu mengubur kepala kambing, kemudian melarung sesajen ke tengah lautan yang disimpan dalam wadah berbentuk kotak yang terbuat dari potongan bambu.
Tokoh Masyarakat Dusun Mampie, Rustam menjelaskan, ritual Mappande Sasi merupakan tradisi leluhur warga di daerah ini. Sebagai salah satu upaya menolak bala, mengucap syukur serta memohon lindungan kepada sang pencipta.
"Ritual ini merupakan tradisi yang sudah kami lakukan secara turun temurun setiap tahunnya, ini merupakan kebiasaan warga di daerah ini, sebagai bentuk permohonan agar daerah ini dan warganya senantiasa berada dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa," tutur Rustam pada detikTravel.
Sementara itu tokoh pemuda Dusun Mampie, Yusri berharap, pemerintah senantiasa memberikan perhatian agar ritual yang sudah menjadi tradisi warga di daerah ini dapat terus dilaksanakan.
"Jadi kita jangan langsung menilai ritual ini sebagai kegiatan musrik yang bertentangan dengan ajaran agama, namun kita harus melihatnya dengan kacamata lain, sebagai tradisi, yang menjadi simbol kekayaan budaya warga di daerah ini," pinta Yusri.
Warga di daerah ini meyakini, lautan merupakan unsur penting dalam kehidupan yang patut dihormati. Apalagi hampir semua warga di daerah ini menggantungkan hidup dari hasil melaut.
Taman Nasional Komodo Mau Ditutup, Pelaku Wisata Protes
Gubernur NTT Viktor Laiskodat berencana menutup Taman Nasional (TN) Komodo. Itu mendapat protes dari pelaku usaha wisata di Labuan Bajo.
Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat rencananya akan menutup Taman Nasional Komodo selama 1 tahun. Didasari oleh kondisi habitat komodo di Kabupaten Manggarai Barat, ujung barat Pulau Flores itu sudah semakin berkurang serta kondisi tubuh komodo yang kecil sebagai dampak dari berkurangnya rusa yang menjadi makanan utama komodo.
Muhammad Taher, seorang pelaku wisata dari Vidi Liveaboard di Labuan Bajo mengungkapkan protes terhadap rencana penutupan TN Komodo. Menurutnya, TN Komodo sudah menjadi destinasi wisata dunia dan masyarakat di Labuan Bajo dan sekitarnya sudah menggantungkan hidup pada pariwisatanya.
"Kami di sini hidup dari pariwisata. Ada ratusan kapal di Labuan Bajo yang disewakan buat berwisata di Taman Nasional Komodo. Kalau taman nasionalnya sampai ditutup, sungguh kerugian besar," paparnya kepada detikTravel, Selasa (22/1/2019).
Menurut Taher, pihak Pemprov NTT harus berpikir matang-matang terkait rencana penutupan TN Komodo. Ada banyak investor, pelaku wisata dan masyarakat yang bekerja di bidang pariwisata.
"Kalau sampai ditutup, lantas apa solusinya bagi masyarakat di Labuan Bajo dan Pulau Komodo? Ini menyangkut hidup banyak orang lho," tegasnya.
"Soal tutup menutup taman nasional, setahu saya itu adalah kewenangan pusat bukan provinsi. Jadi tidak bisa hanya sepihak yang memutuskan," tambah Taher.
Namun hingga kini, baik dari pihak TN Komodo dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai aktivitas di TN Komodo masih berlangsung normal. Serta penutupan itu pun masih sebatas wacana.