Jumat, 10 April 2020

Citilink Banting Setir ke Kargo dan Penerbangan Charter

Citilink tak ingin kalah dengan virus Corona. Penerbangan tidak berjadwal (charter) dan kargo kini jadi ujung tombak layanannya.
Dunia penerbangan memang sedang lesu. Maskapai ingin mengambil peran dalam ketersediaan logistik di daerah dengan tak berhenti beroperasi 100%.

"Bisnis penerbangan charter dan kargo merupakan lini layanan bisnis yang dinilai cukup berpeluang di tengah situasi yang penuh tantangan saat ini," kata Direktur Utama Citilink, Juliandra, dalam rilis resminya, Jumat (10/4/2020).

"Kelancaran proses distribusi logistik merupakan hal yang sangat penting terutama saat masa krisis akibat COVID-19. Citilink berupaya untuk mendukung proses distribusi logistik ke masyarakat melalui penerbangan kargo ke berbagai daerah sehingga ketersediaan pasokan logistik di daerah-daerah tetap terjamin," tambah Juliandra.

Kargo CitilinkKabin pesawat kargo dari Citilink (Foto: Citilink)
Perusahaan berkomitmen dalam meningkatkan volume bisnis kargo Citilink yang lebih kompetitif serta memaksimalkan potensi pasar kargo. Kinerja bisnis kargo Citilink mencatatkan kinerja yang baik.

Diinformasikan jumlah kargo yang diangkut pada periode Maret 2020 meningkat sebesar 13% dibandingkan Februari 2020. Sedangkan untuk periode April 2020, jumlah rata-rata kargo yang diangkut per harinya meningkat sebesar 61% dibandingkan Maret 2020.

Kargo CitilinkPesawat kargo dari Citilink (Foto: Citilink)
"Citilink juga menggunakan berbagai jenis pesawat untuk melayani kargo seperti pesawat Airbus A320 hingga pesawat berbadan lebar Airbus A330 ke berbagai destinasi di domestik dan internasional seperti Malaysia, Singapura, dan Timor Leste," kata dia.

Dalam waktu dekat, Citilink juga akan mengoperasikan pesawat khusus kargo (freighter) Boeing 737-500 untuk memaksimalkan layanan rute domestik. Selain itu, Citilink juga mengembangkan bisnis penerbangan charter baik untuk charter penumpang, charter pribadi dan charter cargo di jaringan rute domestik maupun internasional.

Pada bulan Maret 2020 lalu, Citilink telah melayani penerbangan charter menuju Silangit, Sumatera Utara untuk rombongan Raja Belanda saat melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia.

Tokyo Disneyland dan Universal Studio Jepang Tutup Lebih Lama

 Jepang menerapkan darurat nasional karena wabah virus Corona. Tokyo Disney Resort dan Universal Studio pun ditutup lebih lama.
Keputusan untuk menerapkan darurat nasional di Jepang diumumkan oleh Perdana Menteri Shinzo Abe pada 7 April. Kebijakan itu meminta warga tinggal di rumah hingga 6 Mei, yang meliputi prefektur Chiba dan Osaka dan lima prefektur lainnya.

Pengumuman status darurat itu menjadi respons pemerintah Jepang setelah lonjakan kasus baru COVID-19 di Tokyo, termasuk kenaikan lebih dari 100 kasus baru per hari selama satu pekan terakhir.

Sejumlah tempat wisata pun ditutup lebih lama. Termasuk, Tokyo Disney dan Universal Studio Jepang.

Tokyo Disney dan Universal Stuido kali pertama ditutup karena virus Corona pada 28 Februari dan rencananya dibuka pada 27 Maret. Di hari itu, Oriental Land Co., yang mengelola Tokyo Disneyland dan Tokyo DisneySea, kembali mengumumkan tempat wisata keluarga itu memperpanjang penutupan.

Kini, dengan diterapkannya darurat nasional di Jepang, penutupan wahana tersebut pun kian lama lagi. Pengelola mengatakan akan membuka kembali wahana itu paling cepat pada 20 April.

Sementara itu, USJ LLC, operator taman hiburan di Osaka, sebelumnya berencana untuk membuka kembali hari Minggu depan. Ketiga taman telah ditutup sejak 29 Februari.

Nasib Palestina di Tengah Wabah Corona (2)

Covid-19 yang meluas di Israel, telah menyebabkan posisi Netanyahu semakin kuat karena ia mendapatkan dukungan politik dari Partai Biru dan Putih yang selama ini menentangnya. Belum lagi kasus korupsinya ditangguhkan dengan alasan agar Netanyahu lebih fokus dalam mengatasi masalah Covid-19 yang melanda dunia saat ini. Netanyahu sekarang memimpin Israel dengan mandat yang lebih kuat.

Tentu saja, kuatnya posisi Netanyahu akan menjadi masalah serius bagi Palestina. Sebab Netanyahu selama ini dikenal sebagai pemimpin yang membawa agenda-agenda politik yang sangat merugikan Palestina, khususnya dalam masalah pembangunan ilegal di Tepi Barat. Bukan hanya itu saja, Netanyahu ingin mengusir Palestina dari Jerusalem dan menjadikan Jerusalem di bawah kekuasaan Israel.

Yang dikhawatirkan banyak pihak, Netanyahu justru menjadikan situasi yang penuh ketidakpastian untuk terus mengambil langkah-langkah yang semakin menjerat Palestina. Di tengah negara-negara lain yang sedang fokus pada masalah domestik masing-masing, Netanyahu bisa saja mengambil langkah di luar dugaan. Sebab itu, nasib Palestina di tengah pandemi Covid-19 menjadi semakin tidak menentu.

Otoritas Palestina sudah menyatakan, masalah ekonomi akan menjadi dampak yang paling buruk, karena jika situasinya semakin tidak baik dalam beberapa hari mendatang, maka Palestina akan mengalami kelumpuhan total. Selama ini, sebelum meluasnya wabah Covid-19, Palestina sudah berdarah-darah dalam mengatasi masalah ekonomi, khususnya di Jalur Gaza yang terus mendapatkan tekanan dari Israel.

Tidak terbayangkan jika wabah Covid-19 bisa menyebar luas di Jalur Gaza. Situasinya pasti akan sangat sulit dan tragis. Populasi penduduk yang sangat padat dengan minimnya pelayanan kesehatan, dan situasi ekonomi yang sangat tidak menentu akan menjadi pukulan telak. Apalagi dalam beberapa hari yang akan datang mereka akan menunaikan ibadah Ramadhan.

Pandemi Covid-19 akan menjadi momen yang sangat tidak menguntungkan bagi Palestina. Mereka memerlukan perhatian khusus dari dunia agar tidak menjadi target diskriminasi dan ekstremisme Israel. Sebab Israel tidak akan pernah berhenti mengganggu Palestina, khususnya Netanyahu yang mendapatkan dukungan dari sayap Yahudi fundamentalis di Israel.

Diperlukan sebuah komitmen dan perhatian yang serius dari beberapa negara di Timur-Tengah dan dunia Islam agar Palestina tidak sendirian dalam menghadapi situasi yang sulit ini. Masih ada sedikit asa agar Palestina terus dipikirkan bersama, bahwa di tengah pandemi Covid-19 masih ada Palestina yang terus dijajah oleh Israel, dan bisa saja Israel terus melakukan tekanan dan penindasan, baik secara terbuka maupun secara diam-diam.

Palestina akan semakin terpinggirkan, karena setiap negara lebih memfokuskan perhatiannya terhadap isu-isu domestik yang tidak kalah rumit. Apalagi jika upaya melawan Covid-19 yang bisa berlangsung lama, maka secara otomatis Palestina akan menanggung beban yang lumayan berat. Sebab selama ini, Palestina mempunyai ketergantungan pada negara-negara lain, seperti Qatar, Iran, dan Turki. Negara-negara tersebut saat ini sedang menghadapi masalah yang serius dalam upaya mengantisipasi dampak ekonomi dari Covid-19.

Semua negara, termasuk negara-negara Timur-Tengah saat ini sedang memikirkan dampak yang terburuk dari Covid-19. Sebab negara-negara yang selama ini relatif maju dan modern dalam pelayanan medis pun terseok-seok dalam menghadapi dampak Covid-19. AS, Prancis, Italia, Spanyol, dan Inggris adalah negara-negara yang sempoyongan dalam menghadapi dampak Covid-19, karena penyebaran virus yang meluas dengan korban yang lumayan besar melebihi China.

Selain itu, posisi Netanyahu yang semakin kuat di Israel juga menjadi tantangan serius yang lain bagi Palestina. Covid-19 menjadi berkah bagi Netanyahu yang secara politik sebenarnya sedang rapuh akibat perolehan suara yang cenderung statis dan kasus korupsi yang menimpa dirinya dan keluarganya.