Ada hubungan misterius antara infeksi virus Corona COVID-19 dengan kesehatan jantung. Dalam laporan terbaru yang dipublikasi di jurnal JAMA Cardiology, satu dari lima pasien yang sembuh dari infeksi virus Corona di Wuhan, China, mengalami semacam kerusakan jantung.
Penyebab pasti fenomena ini belum diketahui. Para ahli memikirkan beberapa skenario yang mungkin terjadi mulai dari infeksi corona menyebabkan jantung kekurangan oksigen, virus menyerang langsung sel jantung, hingga reaksi imun tubuh yang berlebihan merusak jantung.
"Yang kita tahu Corona ini bukan satu-satunya virus yang bisa berdampak pada jantung," kata Dr Mohammad Madjid dari University of Texas Health Science Center seperti dikutip dari Live Science, Jumat (10/4/2020).
Dr Madjid memberi contoh studi sebelumnya sudah menemukan infeksi virus influenza atau flu bisa meningkatkan risiko sakit jantung sampai enam kali lipat. Ini terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk mengalirkan oksigen akibat ada penurunan fungsi paru-paru. Hal serupa diduga terjadi juga pada kasus infeksi virus Corona.
Dr Erin Michos dari departemen kardiologi Johns Hopkins School of Medicine mengatakan kerusakan jantung ini sebagian besar terjadi pada kasus pasien yang mengalami gejala berat.
"Kami melihat kasus-kasus pasien yang tidak memiliki penyakit jantung, mengalami kerusakan jantung," kata Dr Erin.
Kisah Pasangan yang Ditangkap Usai Langsungkan Pernikahan Saat Lockdown
Beredar video pasangan yang tengah melangsungkan pernikahan di tengah pandemi Corona. Kedua pasangan dari Afrika Selatan ini akhirnya ditangkap polisi karena dinilai tak patuhi aturan lockdown.
Mengutip Daily Star, dalam videonya terlihat sang suami jalan berbarengan dengan sang istri ke dalam mobil polisi. Menurut salah satu tamu, para polisi dan petugas setempat menangkap pasangan ini tepat setelah kedua pasangan tersebut bertukar janji.
"Polisi dan tentara bersenjata itu mereka menyerbu tenda tempat pernikahan itu berlangsung dan menangkap semua orang," ucap salah satu tamu.
"Kami menghimbau semua orang untuk menganggap serius virus Corona COVID-19 ini dan bekerja sama dengan pemerintah untuk menekannya sebelum merusak seluruh negara," kata Walikota uMhlathuze, Mduduzi Mhlongo.
"Jumlah orang yang terinfeksi meningkat tajam dan sekarang kita mulai melihat orang meninggal di negara kita seperti di negara-negara lain di dunia. Kita harus memuji semua warga negara yang mematuhi aturan dan mendorong mereka untuk melakukannya sampai akhir. Kami percaya ini untuk kesehatan dan kelangsungan hidup kita sendiri," lanjutnya.
Afrika Selatan saat ini berada di minggu kedua dari diberlakukannya kebijakan lockdown yang ketat. Mereka dilaporkan memiliki 1.934 kasus virus corona yang sudah mengonfirmasi 18 kematian pada Jumat (10/4/2020).
Virus Corona Disebut Bermutasi Jadi 3 Tipe, Wabah di AS Dipicu Tipe Awal
Peneliti dari Universitas Cambridge menemukan tiga jenis virus Corona COVID-19 yang berbeda namun saling berkaitan erat. Ketiganya dibagi dengan tipe A, B dan C.
Mengutip Daily Mail, analisis strain yang menunjukkan tipe A adalah virus yang menular ke manusia dari kelelawar melalui trenggiling. Namun tipe ini malah bukan menjadi kasus yang paling umum ditemukan di China.
Disebutnya, tipe B malah menjadi penyebab pandemi Corona di China yang disebut mulai merebak pada malam Natal. Hasil penelitian menunjukkan tipe A ini lebih banyak ditemukan di Australia dan Amerika Serikat yang sudah mencatat lebih dari 400 ribu kasus virus Corona COVID-19.
"Sebagian besar kasus di Wuhan adalah tipe B sedangkan tipe C yang diturunkan kemudian muncul dan menyebar pada awalnya melalui Singapura," ungkap Dr Peter Forster, salah satu peneliti.
Dua pertiga sampel Amerika adalah tipe A, tetapi sebagian pasien yang terinfeksi berasal dari Pantai Barat bukan dari New York. Sementara itu, Dr Peter Forster dan timnya menemukan kasus di Inggris didominasi oleh tipe B, dengan tiga perempat sampel pengujian strain. Swiss, Jerman, Prancis, Belgia, dan Belanda pun didominasi oleh tipe B.
Jenis lainnya yaitu tipe C, turun dari tipe B dan menyebar ke Eropa melalui Singapura. Para ilmuwan meyakini virus yang secara resmi disebut SARS-CoV-2 terus bermutasi untuk mengatasi resistensi sistem kekebalan pada populasi yang berbeda.