Jumat, 01 Mei 2020

Strategi Herd Immunity untuk Virus Corona Bisa 'Hapus' Satu Generasi

Beberapa hari lalu, herd immunity ramai diperbincangkan karena disebut bisa efektif dalam menghentikan penyebaran virus corona COVID-19. Herd immunity dalam konteks ini adalah sengaja membiarkan banyak orang terinfeksi virus dengan harapan nantinya mereka akan kebal terhadap penyakit tersebut ketika sudah sembuh.
Menanggapi hal ini, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) menilai herd immunity tidak cocok jika diberlakukan di Indonesia. "Dampaknya adalah peningkatan jumlah kematian. Kematian massal ini bisa terjadi di kelompok usia produktif sehingga mengakibatkan hilangnya sebuah generasi," tulis PAPDI dalam rilisnya.

Sekretaris Jenderal PAPDI, Dr dr Eka Ginanjar, SpPD, KKV, menjelaskan bagaimana bila herd immunity diberlakukan maka akan banyak orang yang tak bisa diselamatkan.

"Herd immunity bisa tercapai apabila sebagian populasi terinfeksi yaitu sekitar 70 persen. Artinya sebanyak 189 juta dari 270 juta penduduk Indonesia akan terinfeksi," kata dr Eka, Senin (30/3/2020).

"Masalahnya Case Fatality Rate (CFR) kita tinggi banget yaitu di atas 8 persen. Artinya fasilitas kesehatan kita tidak siap dan akan banyak yang menjadi korban," lanjutnya.

Menurutnya sekitar 80 persen orang yang terinfeksi virus corona tidak mengalami gejala sehingga bila sengaja dibiarkan maka penyebarannya akan semakin sulit untuk dikontrol.

dr Eka meminta kepada pemerintah untuk lebih tegas dalam memutus penyebaran virus corona ini yaitu dengan cara melaksanakan UU No 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. Selain itu kapasitas fasilitas kesehatan juga ditingkatkan untuk pasien virus corona.

"Laksanakan UU No 6 Tahun 2018 yaitu karantina wilayah. Kedua, tingkatkan kapasitas sistem kesehatan untuk COVID-19 seperti tes cepat, massif, akurat dan tingkatkan kapasitas rumah sakit dengan perbanyak ICU dan isolasi termasuk ventilatornya," tuturnya.

5 Cara Pencegahan Virus Corona, Mulai dari Diri Sendiri

 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan virus corona sebagai pandemi, dan jumlah kasusnya di dunia terus meningkat. Di Indonesia hingga hari ini tercatat jumlah warga terkena virus corona mencapai 1.414 kasus dengan 122 di antaranya meninggal dunia dan 64 kasus sembuh.

Orang berusia lanjut dan mereka yang memiliki kondisi kesehatan kurang baik disebut paling rentan terkena virus corona. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona kian meluas .

Berikut langkah yang bisa dilakukan dihimpun dari New York Times:
1. Tetap di Rumah Sebisa Mungkin
Meskipun tak memiliki gejala sakit, Anda harus tetap berhati-hati untuk melindungi orang lain. Lakukan physical distancing atau social distancing, dasarnya adalah untuk berjarak dengan orang lain setidaknya 1 meter.

Para ahli percaya bahwa corona virus menyebar melalui tetesan, jadi membatasi paparan terhadap orang lain adalah cara yang baik untuk melindungi diri sendiri.

Hindari transportasi umum jika memungkinkan, batasi perjalanan yang tidak penting, bekerja dari rumah dan lewati pertemuan sosial. Jangan pergi ke restoran yang ramai atau pusat kebugaran yang sibuk. Anda bisa keluar rumah, selama Anda menghindari kontak dekat dengan orang.


2. Cuci Tangan dengan Sabun
Cuci tangan, cuci tangan, dan cuci tangan. Basahi tangan Anda dan gosok dengan sabun, berhati-hatilah di antara jari-jari Anda dan di bawah kuku Anda. Jangan gunakan tangan untuk menyentuh mata, hidung dan mulut Anda dengan tangan yang tidak dicuci.

Pembersih tangan berbasis alkohol, yang harus digosokkan selama sekitar 20 detik, juga dapat bekerja, tetapi gel harus mengandung setidaknya 60 persen alkohol.


3. Tetap Pantau Informasi
Ada banyak informasi beredar, dan mengetahui apa yang terjadi akan sangat membantu melindungi keluarga Anda.



4. Jangan Menimbun Masker


Masker wajah telah menjadi salan satu 'senjata' melawan virus Corona. Namun menimbunnya mungkin lebih berbahaya daripada manfaatnya. Pertama, mereka tidak berbuat banyak untuk melindungi Anda. Kebanyakan masker bedah terlalu longgar untuk mencegah masuknya virus. Kedua, masker seharusnya diberikan kepada pekerja perawatan kesehatan dan mereka yang merawat orang sakit berada di garis depan. Hal ini bisa membatasi jumlah sumber daya masker bagi para dokter, perawat, dan relawan yang berjuang.

Kamis, 30 April 2020

Jumlah Korban Corona di Inggris Kini Tertinggi Kedua di Dunia

Korban meninggal akibat virus corona di Inggris kini dilaporkan berada pada posisi tertinggi kedua di dunia, dengan jumlah 26.097, menurut data Sekolah Kedokteran Universitas Johns Hopkins (JHU) pada Kamis (30/4).

Menurut data JHU, jumlah kasus virus corona di Inggris saat ini mencapai 166.441, dengan jumlah pasien sembuh sebanyak 857 orang.

Di dalam paparan data JHU tercatat jumlah korban meninggal akibat virus corona di Inggris saat ini lebih tinggi dari Spanyol. Negeri Matador itu mencatat korban tewas karena virus corona mencapai 24.275 orang.


Sedangkan jumlah korban meninggal virus corona di Italia, menurut data JHU, masih menjadi yang tertinggi di dunia, yakni mencapai 27.682 orang.

Dibandingkan dengan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah kasus virus corona di Inggris tercatat sebanyak 161.149, dengan 21.678 orang meninggal.

Dilansir CNN, sebanyak 85 pegawai Dinas Kesehatan Nasional (NHS) Inggris dan 23 perawat pembantu di seluruh Inggris meninggal akibat virus corona.

Para tenaga medis sudah kerap melayangkan protes akibat kekurangan alat pelindung diri dan masker untuk menghindari mereka tertular saat menangani pasien virus corona.

"Saya sampaikan rasa duka yang mendalam terhadap seluruh keluarga dan rekan mereka yang ditinggalkan di masa sulit ini. Dan kami akan terus melanjutkan melakukan apapun untuk mendukung mereka," kata Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, di hadapan Majelis Rendah Inggris

Corona dan Tangan Kapitalisme AS Cari Cuan di Tengah Pandemi

Wabah virus corona tak hanya menginfeksi jutaan juta orang di seluruh dunia, tetapi juga menghantam segala lini kehidupan mulai dari sosial hingga ekonomi.

Amerika Serikat, negara dengan perekonomian terbesar di dunia, ikut terkena imbas corona.

Sama seperti kebanyakan negara di dunia, pemerintahan Presiden Donald Trump suka atau tidak suka menerapkan sejumlah kebijakan pembatasan pergerakan seperti meliburkan sekolah, tempat hiburan, perkantoran, hingga pabrik industri.


Pembatasan pergerakan ini pun turut mempengaruhi laju perekonomian. Pabrik-pabrik mesti libur hingga sebagian dari mereka terpaksa merumahkan karyawan hingga waktu yang tidak bisa ditentukan.

Tak sedikit buruh dan pekerja di AS terkena PHK, sama seperti yang terjadi di negara-negara berkembang. Berdasarkan data pemerintah, sudah 26 juta orang di AS yang mengajukan klaim bantuan pengangguran.

Dilansir dari CNN, Penasihat Ekonomi Presiden Trump, Kevin Hassett, bahkan telah mewanti-wanti Amerika untuk bersiap menghadapi gelombang pengangguran yang setara ketika Great Depression berlangsung.

Tak hanya kelas menengah ke bawah, menengah atas hingga para pemegang modal layaknya pengusaha juga menjerit karena tercekik dampak pandemi.

Trump dihadapkan pada situasi dilematis sama seperti banyak pemimpin negara lainnya, yakni antara mengutamakan kesehatan masyarakat atau perekonomian yang juga penting bagi kemaslahatan warga.

Sebab, ketika AS seharusnya fokus membantu meringankan beban kaum pekerja dan kelas menengah ke bawah, pemerintah malah terlihat lebih mudah memberi insentif bagi para pemegang modal dan perusahaan.

Dalam tulisan berjudul What Matters: This is What Coronavirus Capitalism Looks Like, Wolf menuturkan tak sedikit perusahaan besar mengais bantuan dari pemerintah ketika banyak keluarga dan usaha kecil menengah harus berjuang lebih keras untuk bertahan.

Wolf menggambarkan kasus perusahaan daging terbesar di AS, Tyson Food Inc., sebagai salah satu contohnya.

Perusahaan berbasis di Arkansas itu beberapa kali mengeluarkan pernyataan di media yang mewanti-wanti bahwa kebijakan pembatasan pergerakan bisa mengancam pasokan pangan warga Amerika.

Bukan karena jumlah pasokan pangan yang minim, tapi karena masalah keamanan di tengah situasi pandemi ini.

Tyson Food mengumumkan pabriknya harus ditutup sementara karena masalah keamanan kebersihan dan sanitasi yang dinilai semakin rawan jika beroperasi di tengah wabah.