Kamis, 07 Mei 2020

Kemlu: China Sebut Pelarungan ABK WNI Sesuai Praktik ILO

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Indonesia Judha Nugraha mengatakan bahwa Pemerintah China mengklaim kapal ikan China telah mematuhi praktik kelautan internasional dalam melarung jenazah awak kapalnya ke laut.

Sebelumnya media Korea Selatan, MBC, melaporkan sejumlah warga Indonesia diduga mengalami praktik eksploitasi bekerja hingga 18 jam sehari, kemudian sakit dan meninggal dunia. Jenazah pelaut Indonesia kemudian dilaporkan dibuang ke laut dengan upacara seadanya.

"Dalam penjelasannya, Kemlu RRT (Republik Rakyat Tiongkok) menerangkan bahwa pelarungan telah dilakukan sesuai praktik kelautan internasional untuk menjaga kesehatan para awak kapal lainnya," kata Judha lewat siaran pers, Kamis (7/5).

Menurut laporan eksklusif MBC, yang dilansir Rabu (6/5), dugaan tersebut berasal dari laporan sejumlah ABK WNI yang bekerja di kapal tersebut. Namun, mereka tidak menuliskan nama kapal itu.

Mereka menyatakan sejumlah WNI ABK melapor bahwa mereka diperlakukan dengan buruk di kapal ikan tersebut. Yakni bekerja hingga 18 sampai 30 jam, dengan istirahat yang minim.

"Guna meminta penjelasan tambahan mengenai alasan pelarungan jenazah (apakah sudah sesuai dengan Ketentuan ILO) dan perlakuan yang diterima ABK WNI lainnya, Kemlu akan memanggil Duta Besar RRT," ucap Judha.

Mengenai hal itu, Judha mengatakan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing, China juga telah mengambil sikap.

"KBRI Beijing telah menyampaikan nota diplomatik untuk meminta klarifikasi mengenai kasus ini," kata Judha.

Judha menegaskan bahwa pemerintah Indonesia serius dalam menanggapi kabar WNI menjadi korban eksploitasi di kapal ikan China.

Kapal tersebut berbendera China Long Xin 605 dan Tian Yu 8 yang beberapa hari lalu berlabuh di Busan, Korsel. Kedua kapal tersebut membawa 46 awak kapal WNI dan 15 diantaranya berasal dari Kapal Long Xin 629.

KBRI Beijing Panggil Dubes China soal Dugaan Eksploitasi ABK

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Indonesia Judha Nugraha mengatakan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing, China telah mengambil sikap atas dugaan eksploitasi Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia.

Sebelum ABK asal Indonesia diduga mengalami perlakukan yang buruk selama bekerja di kapal ikan China, kemudian meninggal dunia, dan jasadnya dilarung ke laut, demikian diberitakan oleh media Korea Selatan, MBC.

"KBRI Beijing telah menyampaikan nota diplomatik untuk meminta klarifikasi mengenai kasus ini," kata Judha lewat siaran pers, Kamis (7/5).

"Guna meminta penjelasan tambahan mengenai alasan pelarungan jenazah (apakah sudah sesuai dengan Ketentuan ILO) dan perlakuan yang diterima ABK WNI lainnya, Kemlu akan memanggil Duta Besar China," lanjutnya.

Judha menegaskan bahwa pemerintah Indonesia serius dalam menanggapi kabar WNI menjadi korban eksploitasi di kapal ikan China.

Dalam berita yang ditulis MBC, diduga sejumlah WNI mengalami praktik eksploitasi bekerja hingga 18 sampai 30 jam sehari, kemudian sakit dan meninggal dunia.

Jenazah pelaut Indonesia kemudian dilaporkan dibuang ke laut dengan upacara seadanya.

Dikatakan Judha, Kemlu RRT (Republik Rakyat Tiongkok) mengklaim bahwa pelarungan telah dilakukan sesuai praktik kelautan internasional untuk menjaga kesehatan para awak kapal lainnya.

Dugaan tersebut berasal dari laporan sejumlah WNI yang bekerja di kapal tersebut. Namun, mereka tidak menuliskan nama kapal itu.

Kapal tersebut berbendera China Long Xin 605 dan Tian Yu 8 yang beberapa hari lalu berlabuh di Busan, Korsel.

Kedua kapal tersebut membawa 46 awak kapal WNI dan 15 diantaranya berasal dari Kapal Long Xin 629.

Pentagon Khawatir Ketahanan Fisik Tentara Baru di Era Corona

Pentagon sedang mempertimbangkan untuk menolak penerimaan anggota militer baru jika mereka pernah dirawat di rumah sakit karena virus corona, kecuali mereka mendapatkan surat izin dari angkatan yang didaftarkan, kata salah satu pejabat.

Pejabat Pentagon tersebut mengatakan, wacana mengenai pedoman baru itu tercetus karena ada sedikit kekhawatiran tentang efek "jangka panjang" virus corona dari orang yang pernah dirawat, sehingga mungkin penerimaan anggota baru perlu penilaian medis lebih lanjut.

Kebijakan baru ini masih dirundingkan, sekaligus dengan penetapan batasan medis untuk pelamar pernah positif atau telah dirawat karena Covid-19.

Surat izin dari Departemen Pertahanan diperlukan untuk berbagai kondisi medis calon anggota militer, mulai dari yang memiliki penyakit jantung hingga kehilangan penglihatan.

The Military Times pertama kali melaporkan berita mengenai wacana baru ini.

Pandemi virus corona menimbulkan tantangan kesehatan yang signifikan bagi anggota militer di beberapa bidang.

Ada kekhawatiran khusus mengenai daya tahan anggota militer untuk mengikuti latihan, terutama para angkatan baru.

Fakta bahwa pelaut di USS Theodore Roosevelt ada yang positif corona tanpa gejala masih harus terus ditangani dan diuji, menurut beberapa pejabat Angkatan Laut.

Pengetatan aturan kesehatan menjadi prioritas bagi anggota militer yang melakukan operasi dalam jarak dekat, seperti anggota Angkatan Laut yang berada di dalam kapal selama berbulan-bulan.

Pentagon mengakui bahwa sangat penting untuk memastikan bahwa pengujian virus cukup akurat sehingga anggota militer dapat terjamin kesehatannya.

Menteri Pertahanan Mark Esper mengatakan di Pentagon Selasa (5/5) bahwa departemennya akan secara acak menguji sekelompok orang "untuk memahami berapa banyak gejala atau pembawa virus yang mungkin ada di luar sana."

Fokus perhatiannya adalah pada upaya untuk memahami seberapa banyak orang yang positif corona tanpa gejala serta seberapa kuatnya virus itu dapat ditularkan dari mereka.

Kemlu: China Sebut Pelarungan ABK WNI Sesuai Praktik ILO

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Indonesia Judha Nugraha mengatakan bahwa Pemerintah China mengklaim kapal ikan China telah mematuhi praktik kelautan internasional dalam melarung jenazah awak kapalnya ke laut.

Sebelumnya media Korea Selatan, MBC, melaporkan sejumlah warga Indonesia diduga mengalami praktik eksploitasi bekerja hingga 18 jam sehari, kemudian sakit dan meninggal dunia. Jenazah pelaut Indonesia kemudian dilaporkan dibuang ke laut dengan upacara seadanya.

"Dalam penjelasannya, Kemlu RRT (Republik Rakyat Tiongkok) menerangkan bahwa pelarungan telah dilakukan sesuai praktik kelautan internasional untuk menjaga kesehatan para awak kapal lainnya," kata Judha lewat siaran pers, Kamis (7/5).

Menurut laporan eksklusif MBC, yang dilansir Rabu (6/5), dugaan tersebut berasal dari laporan sejumlah ABK WNI yang bekerja di kapal tersebut. Namun, mereka tidak menuliskan nama kapal itu.

Mereka menyatakan sejumlah WNI ABK melapor bahwa mereka diperlakukan dengan buruk di kapal ikan tersebut. Yakni bekerja hingga 18 sampai 30 jam, dengan istirahat yang minim.

"Guna meminta penjelasan tambahan mengenai alasan pelarungan jenazah (apakah sudah sesuai dengan Ketentuan ILO) dan perlakuan yang diterima ABK WNI lainnya, Kemlu akan memanggil Duta Besar RRT," ucap Judha.

Mengenai hal itu, Judha mengatakan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing, China juga telah mengambil sikap.

"KBRI Beijing telah menyampaikan nota diplomatik untuk meminta klarifikasi mengenai kasus ini," kata Judha.

Judha menegaskan bahwa pemerintah Indonesia serius dalam menanggapi kabar WNI menjadi korban eksploitasi di kapal ikan China.

Kapal tersebut berbendera China Long Xin 605 dan Tian Yu 8 yang beberapa hari lalu berlabuh di Busan, Korsel. Kedua kapal tersebut membawa 46 awak kapal WNI dan 15 diantaranya berasal dari Kapal Long Xin 629.