Tuntutlah ilmu sampai ke Negeri China, pepatah itu sepertinya mirip dengan motivasi saya untuk datang dan mempelajari kemajuan ekonomi berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi di Negara Panda saat ini.
Selain sains, ekonomi, dan politiknya, saya juga sangat tertarik untuk mempelajari bahasa Mandarin, bahasa yang sekarang tidak kalah pentingnya dengan bahasa Inggris untuk urusan berbisnis.
Saat ini saya sedang menyelesaikan pendidikan doktoral bidang sumber daya pangan dan nutrisi di Yunnan Agricultural University yang berada di kota Kunming, Provinsi Yunnan.
Keberadaan saya di China selama pandemi virus corona membuat keluarga dan kerabat di Indonesia tentu saja khawatir. Sebisa mungkin saya terus mengabari mereka, bahkan setelah lockdown telah dicabut sekarang.
Saya rasa penduduk China sangat disiplin dengan aturan lockdown. Pertokoan, perkantoran, sekolah, ditutup dan tidak ada yang masih keluyuran di jalan kecuali untuk ke supermarket atau ke rumah sakit.
Area publik dijaga aparat kepolisian yang dibekali smart glasses atau petugas pembawa infrared thermometer gun untuk mendeteksi orang yang bersuhu tubuh lebih dari 37 derajat Celcius.
Di semua tempat dipasang stiker QR Code yang harus dipindai dengan smartphone. Teknologi ini digunakan untuk melacak pergerakan dan interaksi antar orang jika ditemukan adanya pasien positif Covid-19.
Informasi ini direkam oleh big data dan satelit negara. Kerahasiaan datanya juga dilindungi oleh cyber security.
Data kesehatan semua orang dievaluasi melalui aplikasi Jiankangbao. Hasilnya adalah status kesehatan yang berupa kode warna hijau, kuning, atau merah.
Orang dengan status kode warna hijau boleh keluar ke area publik dan kode warna selain itu harus mengisolasi diri di dalam rumah.
Kemenlu Jelaskan Kronologi ABK Dilarung di Dua Kapal Berbeda
Kementerian Luar Negeri Indonesia memberikan penjelasan ihwal pelarungan yang terjadi terhadap anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) di kapal berbendera China.
Menurut Kemenlu, terdapat tiga ABK WNI yang meninggal dunia di atas kapal, dan kemudian jenazahnya dilarung ke laut (burial at sea).
Dari ketiga ABK tersebut, dua jenazah dilarung dari kapal yang sama, sedang satu jenazah dari kapal yang berbeda.
"Almarhum AR, bekerja di kapal Long Xing 608, meninggal pada 30 Maret 2020, dan jenazahnya telah dilarung pada tanggal 31 Maret 2020," ujar juru bicara Kemenlu Teuku Faizasyah dalam keterangan pers yang diterima CNNIndonesia.com pada Minggu (10/5).
Berdasar informasi yang diterima Kemenlu dari pihak kapal dan agen, pihak kapal telah menginformasikan kepada pihak keluarga dan telah mendapat persetujuan soal pelarungan pada 30 Maret 2020.
Sementara itu selain AR, pelarungan juga terjadi terhadap ABK WNI bernama AL dan SP di kapal Long Xing 629. Kedua ABK tersebut meninggal dan kemudian dilarung pada Desember 2019.
Keputusan pelarungan jenazah, menurut Kemenlu, diambil oleh kapten kapal karena kematian disebabkan penyakit menular dan ditakutkan membahayakan awak kapal lainnya.
"Kementerian Luar Negeri, melalui KBRI Beijing telah meminta klarifikasi kepada Pemerintah Tiongkok mengenai pelarungan jenazah almarhum AL dan SP[...] serta meminta bantuan untuk memastikan agar semua HAK ABK dipenuhi," tambah Faizasyah.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Tongkok menjelakan bahwa pelarungan telah dilakukan sesuai dengan praktik kelautan internasional dan sesuai dengan ketentuan Organisasi Buruh Internasional (ILO).