Selasa, 12 Mei 2020

Respons Ahli soal Studi Eucalyptus Jadi Obat Antivirus Corona

 Tanaman eucalyptus belakangan mengemuka sebagai salah satu bahan yang diuji coba untuk obat antivirus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Namun ilmuwan menilai jalan pengembangan ini masih perlu penelitian lebih lanjut.

Sekretaris Jenderal Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) Berry Juliandi mengatakan, kemungkinan besar eucalyptus memang mampu menghancurkan virus. Termasuk jika berinteraksi langsung dengan virus corona jenis baru SARS-CoV-2.

Sebab ia menjelaskan, hampir seluruh bahan kimia atau bahan aktif di pelbagai makhluk hidup yang mengandung penghancur protein, lipid atau RNA sebetulnya mampu mendegradasi virus corona pada dosis tertentu. Hanya saja tetap perlu uji lanjutan.

"Tapi, apakah eucalyptus akan mampu mendegradasi virus SARS-CoV-2 yang sudah masuk ke dalam sel atau yang sudah menginfeksi sel, sehingga dapat menjadi Covid-19? Ini yang belum dilakukan penelitiannya," kata Berry kepada CNNIndonesia.com, Senin (11/5).

"Tampaknya data ini belum ada dan perlu penelitian lebih lanjut dan cermat sehingga belum tepat sebenarnya kalau dikatakan eucalyptus bisa sebagai obat Covid-19," lanjut dia lagi.

Ahli biologi Institut Pertanian Bogor (IPB) itu menambahkan, untuk menetapkan eucalyptus sebagai obat Covid-19 perlu terlebih dulu uji praklinis terhadap hewan hingga uji klinis pada manusia. Ia memperkirakan kurun waktu pengujian hampir sama dengan saat menguji dan menemukan vaksin.

Kecepatan proses temuan ini juga bergantung pada kesigapan dan strategi para peneliti.

"Bisa beberapa tahun, tergantung kesigapan penelitinya," tutur Berry.

"Lama atau tidaknya tergantung kesigapan dan strategi peneliti. Beberapa negara melakukan juga perubahan regulasi untuk mempercepat uji praklinis dan klinis terkait Covid-19 agar bisa cepat," terang dia.

Sebelumnya pemerintah tengah mengembangkan rangkaian produk berbahan dasar eucalyptus yang diklaim mampu mengatasi virus corona jenis baru. Kementerian Pertanian tengah membuat beberapa prototipe eucalyptus dengan nano teknologi dalam bentuk inhaler, roll on, salep, balsem dan diffuser.

Merespons gagasan tersebut, peneliti muda Berry Juliandi belum bisa memastikan apakah pelbagai produk berbahan eucalyptus itu kelak mampu menangkal virus corona penyebab Covid-19.

"Justru ini yang perlu diteliti lebih lanjut. Selama belum ada datanya maka kita tidak boleh berasumsi,"pungkas Berry.

Dikutip dari Medical News Today, eucalyptus diketahui memiliki beberapa khasiat untuk kesehatan. Tanaman ini digunakan sebagai bahan dalam banyak produk yang mampu mengurangi gejala batuk, pilek, juga menjadi bahan dalam krim atau salep untuk penghilang rasa sakit otot serta sendi.

Sementara minyak yang berasal dari eucalyptus bisa digunakan sebagai antiseptik, parfum, bahan dalam kosmetik, penyedap hingga pelarut dalam industri. Gaya pengobatan Cina, India Ayurvedic, Yunani, dan Eropa pun telah memasukkan perawatan ini sejak ribuan tahun silam'.

Daunnya yang disuling untuk diekstrak menjadi minyak merupakan cairan tak berwarna namun beraroma kuat yang mengandung 1,8-cineole atau dikenal dengan eucalyptol.

Daun eucalyptus juga mengandung flavonoid--antioksidan nabati--dan tanin yang berfungsi mengurangi peradangan.

Ada sejumlah potensi manfaat eucalyptus atau dikenal dengan kayu putih untuk kesehatan. Kendati belum semuanya dikonfirmasi melalui penelitian. Salah satunya misalnya, memiliki sifat antimikroba.

Sebuah studi yang diterbitkan Cllinical Microbiology and Infection menunjukkan bahwa eucalyptus memiliki efek antibakteri pada bakteri patogen di saluran pernapasan bagian atas. Termasuk, Haemophilus influenzae atau bakteri yang jadi sumber berbagai infeksi.

Senin, 11 Mei 2020

Obama soal Trump Tangani Corona hingga Perlakuan ABK WNI

Sejumlah peristiwa mengisi kilas internasional, Senin (11/5). Mulai dari mantan Presiden Barack Obama yang mengatakan penanganan virus corona oleh Donald Trump sebagai bencana hingga Menlu Retno Marsudi yang mengutuk perlakuan terhadap ABK WNI di kapal China.

1. Obama Anggap Penanganan Corona ala Trump sebagai Bencana

Mantan Presiden AS Barack Obama menyebut penanganan Virus Corona oleh Presiden Donald Trump sebagai "bencana dengan kekacauan yang mutlak". Hal itu, katanya, terjadi karena pola pikir picik di pemerintahan saat ini.

Dikutip dari AFP, dalam bocoran panggilan internetnya dengan mantan anggota pemerintahannya, pada Jumat (8/5) malam, Obama mengatakan pola pikir itu sudah menguasai pemerintahan Trump.

"Apa yang kita lawan dalam jangka panjang ini ialah sikap egois, kesukuan, terpecah belah, dan melihat orang lain sebagai musuh. Hal itu sudah menjadi dorongan yang lebih kuat dalam kehidupan Amerika," Obama mengatakan kepada mantan stafnya.

"Itu adalah bagian dari alasan mengapa respons terhadap krisis global ini (Covid-19) begitu lemah dan tidak teratur," imbuhnya.

"Itu akan menjadi buruk bahkan dengan pemerintahan yang terbaik sekalipun. Ini telah menjadi bencana yang sangat kacau ketika pola pikir itu, yakni 'apa untungnya bagi saya' dan 'apa peduli dengan orang lain', diterapkan oleh pemerintah kita," ujar Obama.

2. Korsel dan Jerman Jadi Contoh Sukses Atasi Pandemi Corona

Sejumlah kalangan menilai Korea Selatan dan Jerman patut dijadikan contoh berhasil menekan pandemi Virus Corona SARS-Cov-2 (Covid-19), meski kedua negara itu memiliki pendekatan berbeda.

Pada Februari lalu, Korsel dinobatkan sebagai negara yang memiliki jumlah orang terjangkit Covid-19 terbesar setelah China.

Berkat sejumlah upaya seperti uji tes Covid-19 secara massal dan pelacakan kontak secara agresif dengan menggunakan teknologi mutakhir, Korsel pun dapat menekan angka kematian sampai 256 orang, menurut data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korsel.

Pemerintah Korsel pada 6 Mei mengizinkan normalisasi fasilitas publik dan sejumlah perusahaan setelah sebelumnya melonggarkan aturan jaga jarak sosial, yang pertama kali diberlakukan pada 22 Maret 2020.

3. Menlu Kutuk Perlakuan Tak Manusiawi ke ABK WNI di Kapal China

 Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, mengatakan Pemerintah Indonesia mengutuk perlakuan tak manusiawi kepada Anak Buah Kapal (ABK) Warga Negara Indonesia (WNI) yang dilakukan oleh perusahaan pencari ikan asal China.

Menlu menegaskan perlakuan yang didapat ABK WNI melanggar hak-hak asasi manusia. ABK WNI disebutkan tidak diberi makanan layak, bekerja dalam jangka waktu yang tidak wajar, dan pembayaran gaji yang tidak sesuai kontrak.

"Kita mengutuk perlakuan yang tidak manusiawi yang dialami oleh ABK kita selama bekerja di kapal-kapal milik perusahaan Republik Rakyat Tiongkok (RRT)," kata Retno dalam konferensi virtual, Minggu (10/5).

Retno juga menyatakan pemerintah berkomitmen sangat tinggi untuk menyelesaikan masalah secara tuntas. Pemerintah Indonesia akan terus meminta otoritas China untuk bekerja sama dengan otoritas Indonesia menyelesaikan masalah eksploitasi tersebut.