Selasa, 19 Mei 2020

Kisah Haru Anak 12 Tahun yang Berjuang Melawan Virus Corona

Penyebaran virus corona COVID-19 terus bertambah di seluruh dunia. Pendemi ini sudah mejangkit 160 negara dengan kasus positif mencapai 308.594 di seluruh dunia.
Dikutip dari CNN, seorang anak berusia 12 tahun berjuang untuk hidupnya setelah dinyatakan positif corona. Anak bernama Emma ini juga didiagnosis mengidap penyakit pneumonia.

Saat ini ia dirawat di Rumah Sakit Atlanta, menggunakan alat bantu ventilator untuk membantu pernapasannya.

Sepupu dari Emma, Justin Anthony, mengatakan virus corona ini bisa menyerang siapa saja mulai dari dewasa hingga anak-anak.

"Aku tahu sendiri betapa berbahayanya itu, semua orang terus berkata itu tidak berdampak pada orang yang lebih muda. Orang-orang perlu mempraktikkan jarak sosial. Orang-orang perlu merawat anak-anak mereka. Orang-orang perlu menganggap ini serius," ujar Anthony.

Para ahli menyebutkan, orang tua dan mereka yang memiliki penyakit penyerta adalah yang paling berisiko tertular virus corona, dibanding anak-anak. Meskipun anak-anak tidak kebal terhadap virus ini.

Kehilangan Indra Perasa dan Peciuman Bisa Jadi Gejala Virus Corona

Saat seseorang terinfeksi virus corona COVID-19 biasanya akan menunjukkan berbagai gejala, di antaranya batuk, flu, sesak napas, dan demam. Namun, para dokter dari British Association of Otorhinolaryngology, THT di Inggris, mengatakan ada gejala lain yang bisa menunjukkan seseorang terinfeksi virus corona meskipun tidak demam dan batuk.
"Kami mengidentifikasi adanya gejala baru yang mungkin terjadi pada orang yang terinfeksi virus, yaitu kehilangan indra penciuman dan perasa," tulis para dokter tersebut yang dikutip dari The Sun.

Konsultan ahli THT dan ahli bedah kepala dan leher, Profesor Nirmal Kumar, mengatakan titik masuk utama virus ini adalah melalui hidung. Hidung merupakan titik masuk utama untuk pernapasan manusia.

Ia mengatakan dua pasiennya yang sedang dirawat menggunakan alat bantu ventilator. Tapi, keduanya tidak mengalami gejala virus yang signifikan, seperti batuk dan demam.

"Mereka tidak memiliki gejala yang signifikan seperti batuk dan demam. Tapi, mereka hanya kehilangan indra penciuman dan perasa. Hal ini menunjukkan bahwa virus tersebut tinggal di hidung," jelasnya.

Menanggapi hal ini, para dokter dari British Association of Otorhinolaryngology menyarankan agar tetap berada di rumah. Mereka mengingatkan, jika mengalami kehilangan indera penciuman dan perasa, sebaiknya harus mengisolasi diri untuk mengurangi penyebaran virus corona tersebut.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) saat ini juga menyarankan, untuk orang-orang yang menunjukkan gejala seperti demam, sesak napas, dan batuk yang terjadi terus menerus untuk mengisolasi diri semalam 7-14 hari. Hal ini dilakukan setelah hari pertama orang itu menunjukkan gejalanya.

Dokter Ini Gunakan Satu Ventilator untuk Sembilan Pasien

Salah satu dokter menggunakan satu alat ventilator untuk mengobati sembilan pasiennya yang terinfeksi virus corona COVID-19. Dokter bernama Dr Alain Gauthier dari Kanada ini mendapatkan ide gila ini setelah menonton video YouTube yang dibuat oleh dua dokter detroit pada tahun 2006 lalu.
Dr Gauthier ini merupakan ahli anastesi di Rumah Sakit Distrik Perth dan Smiths Falls di Ontario. Ia memasang beberapa selang pada satu ventilator yang seharusnya digunakan hanya untuk satu pasien. Namun, ia mengatur agar alat tersebut bekerja beberapa kali lipat dari kekuatan normalnya.

Menanggapi hal ini, Dr Gauthier mengatakan ia melakukannya karena di rumah sakit tempatnya bekerja memang tidak memiliki alat ventilator yang cukup untuk pasien.

"Pada satu sisi, kita tidak memiliki pilihan lain. Pilihannya, kita membiarkan orang itu mati atau memberikan dia kesempatan untuk hidup dengan cara itu," katanya yang dikutip dari Daily Star.

Dr Gauthier mengatakan, ide ini sebelumnya pernah dicoba untuk menolong pasien. Tepatnya untuk korban saat terjadi penembakan massal di Las Vegas pada 2017 lalu. Bahkan dengan ide yang dimilikinya, Dr Gauthier dijuluki sebagai 'dokter jenius yang jahat'.

Karya Dr Gauthier ini kemudian diposting oleh rekannya yang bernama Alan Drummond di Twitter dengan menyebutnya 'jenius jahat'. Postingan tersebut disukai sebanyak 70.000 kali dan di-retweet lebih dari 15.000 kali.

Selain itu, miliarder sekaligus pendiri Tesla dan SpaceX, Elon Musk, juga ikut berkomentar di postingan tersebut. Elon menulis sebuah komentar dengan menyebut penemuan itu menarik.

Di Amerika Serikat, produksi ventilator memang terus meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah pasien akibat virus corona yang terus meningkat hingga saat ini. Sementara rumah sakit di Amerika hanya memiliki sekitar 17.000 ventilator yang dapat digunakan.

Ini Skenario New Normal Erick Thohir Buat BUMN

Menteri BUMN Erick Thohir meminta perusahaan pelat merah melakukan sejumlah langkah dalam rangka mengantisipasi secara lebih dini skenario 'The New Normal'. Sejumlah langkah yang diterapkan di antaranya membentuk task force penanganan dan menyusun protokol penanganan COVID-19.
Hal itu tertuang dalam surat edaran Erick yang ditujukan pada direktur utama BUMN. Dalam lampiran surat tersebut juga memuat tahapan pemulihan di mana pada fase I 25 Mei, pegawai di bawah usia 45 tahun masuk kerja.

Deputi SDM, Teknologi dan Informasi Kementerian BUMN Alex Denni pun menjelaskan skenario new normal tersebut. Dia menjelaskan, dalam menyusun skenario biasanya diidentifikasi variabel-variabel yang paling tidak pasti dan paling berpengaruh. Dari situ, ada dua aspek, yakni kepastian penemuan vaksin dan perilaku masyarakat.

Dari dua aspek itu, maka muncul empat skenario. Pertama, death zone yakni kondisi di mana virus menyebar dengan cepat, vaksin belum ditemukan dan sistem perawatan medis tidak sanggup menanggulangi pasien yang jumlahnya melebih kapasitas. Sementara, perilaku masyarakat sangat abai terhadap protokol keselamatan dan kesehatan.

"Akibatnya apa? Orang doing business as usual, kontak fisik, salaman cipika-cipiki dan lain-lain dan ini tentu rentan. Biasanya ikutannya jumlah meninggal banyak, bisnis banyak yang bangkrut, PHK massal terjadi di mana-mana, pengangguran meningkat secara signifikan lingkungan tidak aman," katanya dalam teleconference, Senin kemarin (18/5/2020).

Skenario kedua adalah new normal. New normal sendiri ialah kondisi virus masih ada, vaksin belum ditemukan. Namun perilaku disiplin dari masyarakat terhadap protokol keselamatan dan kesehatan membuat penyebarannya menjadi melambat, sehingga sistem perawatan rumah sakit bisa menangani jumlah pasien yang ada dengan baik.

Dampaknya, jumlah yang meninggal sedikit dan bisnis akan mencari cara-cara baru, produk baru, solusi baru yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam menjalani kehidupan dalam dunia dengan peradaban dan budaya yang baru. Dia mengatakan, new normal bukan berarti kembali seperti kondisi normal sebelumnya.

"Dalam skenario 2 masyarakat terbiasa hal-hal baru seperti new normal 9-11. Dulu kalau ke bandara nggak pake buka gesper, sepatu. Setelah 9-11 itu menjadi new normal yang ke bandara harus lewat x-ray , harus buka tali pinggang, sepatu dan lain-lain," jelasnya.

Skenario ketiga yakni donkeyman, yaitu kondisi vaksin ditemukan dan perawatan medis bisa menanggulangi atau mengobati pasien COVID-19. Namun, perilaku masyarakat kembali abai terhadap aspek keselamatan dan kesehatan. Imbasnya, rumah sakit tetap ramai meski fatalitas akibat virus COVID-19 tidak tinggi.

Skenario keempat adalah longer life hope, yakni kondisi vaksin ditemukan dan sistem perawatan medis bisa menanggulangi atau mengobati pasien COVID-19. Masyarakat terbiasa melakukan kerja secara virtual dan remote, tidak lagi konvensional. Lalu, transformasi digital terjadi secara masif dan produktivitas meningkat secara signifikan.

"Dalam konteks inilah BUMN harusnya menjadi influencer dan role model segera menggerakkan masyarakat menuju new normal. Kenapa begitu? Karena BUMN menjadi lokomotif lebih sepertiga ekonomi kita. Kalau BUMN bergerak lokomotif bergerak mendorong ke new normal, maka mudah-mudahan segera masuk new normal dengan alamiah," jelasnya.

"Jadi saat ini kalau di awal terjadinya pandemi kita zona berbahaya. Saat ini sebagian masyarakat disiplin, sebagian lagi belum. Kalau kami identifikasi di pertengahan zona berbahaya dengan new normal," tutup Alex.