Kamis, 02 Juli 2020

Pesaing Uber Luncurkan Layanan Sewa e-Bike

 Bolt, aplikasi ride-hailing di Eropa, meluncurkan layanan sewa sepeda elektrik. Skema ini memperluas pilihan transportasi Bolt, bahkan ketika pesaingnya Uber justru baru mematikan e-bike dan skuternya.
Startup asal Estonia ini menyebutkan, layanan sewa sepeda listrik sudah tersedia Rabu (1/7/2020), dimulai dari Paris, Prancis sebelum diperluas ketersediaannya ke kota dan negara Eropa lainnya.

Untuk menggunakan layanan ini, pengguna hanya perlu berpindah dari layanan sewa mobil ke sepeda di dalam aplikasi. Kemudian, mereka bisa melakukan scan QR code untuk membuka kunci sepeda yang akan digunakan.

Langkah tersebut menandai investasi signifikan yang dilakukan Bolt pada layanan 'mikromobilitas' yang terpukul akibat pandemi virus Corona. Ini adalah upaya Bolt putar otak untuk pulih dari krisis setelah mengalami penjualan (layanan) anjlok sebesar 75% pada Maret.

"Layanan e-bike kami yang baru juga akan membantu memenuhi permintaan akan moda transportasi individual ramah lingkungan, yang telah mengalami pertumbuhan karena kota-kota di Eropa secara bertahap mulai memasuki fase baru setelah lockdown selama pandemi COVID-19," kata Dmitri Pivovarov, Director of Micromobility Bolt.

"Kami percaya bahwa mikromobilitas harus dapat diakses dengan mudah dan terjangkau, terutama pada saat-saat seperti ini," sambungnya.

Dikutip dari CNBC, Bolt telah berekspansi ke segmen produk baru setelah perubahan namanya di 2019 (dulu bernama Taxify). Perusahaan ini meluncurkan e-skuter pertamanya di Paris pada 2018, kemudian meluncurkan layanan pengiriman makanan di kota asalnya, Tallinn pada Agustus tahun lalu.

Ekspansi Bolt ke area ini terjadi setelah Uber menghancurkan ribuan e-bike dan skuternya yang bernilai jutaan dolar. Hal itu dilakukan setelah pionir layanan ride hailing ini menjual unit bisnis Jump pada startup Lime awal Mei lalu.

Belajar di Rumah, Siswa Habiskan 1 GB per Hari

Sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama masa Pandemi COVID-19 menemui banyak keluhan. Salah satunya kuota data yang banyak dihabiskan saat proses belajar di rumah.
Tidak dipungkiri selama ini proses belajar mengajar dilakukan lewat video conference. Setiap hari siswa harus menghadiri 4-5 sesi, jadi bisa dibayangkan berapa banyak kuota yang dihabiskan.

"Kami sempat melakukan riset, saat murid mengikuti video call untuk lima pelajaran menghabiskan 1 GB per hari," ungkap Mohammad Fachri, Chief Technology Officer Gredu.

Mengacu pada hasil riset tersebut, artinya dalam sebulan seorang siswa butuh kurang lebih kuota data hingga 30GB. Dengan kuota sebesar itu, para orang tua harus merogoh kocek sekitar Rp 200 ribu untuk membelinya.

Dana sebesar itu untuk belajar di rumah mungkin akan menjadi beban tambahan bagi para orang tua yang tengah mengalami kesulitan ekonomi saat pandemi sekarang ini.

Kendala lainnya harus dihadapi PJJ adalah internet kencang yang belum merata di Indonesia sehingga siswa sulit mengikuti sesi video conference. Ditambah lagi ketersediaan device.

"Sering kita dengar orang tua harus rebutan notebook dengan anaknya. WhatsApp para orang tua isinya pelajaran sekolah anak," ujar Ricky Putra Chief Creative and Operation Gredu.

Dilatarbelakangi itulah Gredu mencoba menghadirkan solusi yang memudahkan proses PJJ. Alih-alih menggunakan video conference, Gredu menyodorkan platform kelas interaktif hemat kuota.

"Dalam sebulan hanya dibutuhkan 10 GB. Itu pun bisa kurang bila tidak mendownload video materi," kata Fachri.

Platform Gredu dapat diakses siswa di ponsel lewat aplikasi. Pun begitu metode tersebut diklaim tidak mengurangi interaksi antara guru dan siswa.

"Ada opsi paham, kurang paham dan tidak paham, sehingga guru tahu perkembangan siswa. Guru pun mengetahui apakah materi yang diberikan sudah didownload dan dibaca siswa," terang Fachri.

Para orang tua pun dijanjikan dapat mengikuti perkembangan pembelajaran serta aktivitas yang dilakukan anak-anaknya ketika belajar di rumah.
https://indomovie28.net/beastie-boys-story/

Kembangkan Google Glass, Google Akuisisi Perusahaan Kacamata Pintar

 Google mengumumkan telah mengakuisisi North sebuah perusahaan asal Kanada yang pernah didukung oleh Amazon untuk membuat kacamata pintar. North sendiri diakuisisi Google senilai USD 180 juta atau sekitar Rp 2,5 miliar.
Google sendiri menjadi pelopor di bidang augmented reality, di mana gambar yang di komputer lalu diwujudkan ke dalam dunia nyata. Salah satunya dengan Google Glass.

Kacamata pintar Google yang diluncurkan pada tahun 2012 namun karena harga yang dijual dinilai mahal serta adanya masalah privasi membuat pamornya menurun akan minat konsumen.

Meskipun demikian, Google terus membuat versi Google Glass yang tersedia untuk perusahaan di mana perangkat ini hadir untuk bersaing dengan Microsoft Hololens.

Dilansir detiKINET dari CNBC, Google mengatakan akuisisi ini akan membantu mewujudkan visinya soal 'Komputasi Ambient' di mena semua perangat dapat terhubung di mana-mana dan dapat bekerja bersamaan.

"Kami membangun menuju masa depan di mana ada banyak manfaat di sekitar Anda, di mana semua perangkat hanya bekerja bersama dan teknologi di latar belakang," ujar Rick Osterloh, wakil presiden senior perangkat dan layanan di Google mengatakan dalam sebuah pernyataan.

"Keahlian teknis North akan membantu saat kami terus berinvestasi dalam upaya perangkat keras dan komputasi ambient di masa depan." lanjutnya.

Perusahaan North asal kanda ini sebelumnya dikenal sebagai Thalmic Labs yang kemudan pada taun 2018 berganti nama saat meluncurkan kacamata pintar holografiknya yang dinamai Focals. Perusahaannya ini akan tetap berada di Kanada meski telah diakuisisi Google.

Pesaing Uber Luncurkan Layanan Sewa e-Bike

 Bolt, aplikasi ride-hailing di Eropa, meluncurkan layanan sewa sepeda elektrik. Skema ini memperluas pilihan transportasi Bolt, bahkan ketika pesaingnya Uber justru baru mematikan e-bike dan skuternya.
Startup asal Estonia ini menyebutkan, layanan sewa sepeda listrik sudah tersedia Rabu (1/7/2020), dimulai dari Paris, Prancis sebelum diperluas ketersediaannya ke kota dan negara Eropa lainnya.

Untuk menggunakan layanan ini, pengguna hanya perlu berpindah dari layanan sewa mobil ke sepeda di dalam aplikasi. Kemudian, mereka bisa melakukan scan QR code untuk membuka kunci sepeda yang akan digunakan.

Langkah tersebut menandai investasi signifikan yang dilakukan Bolt pada layanan 'mikromobilitas' yang terpukul akibat pandemi virus Corona. Ini adalah upaya Bolt putar otak untuk pulih dari krisis setelah mengalami penjualan (layanan) anjlok sebesar 75% pada Maret.

"Layanan e-bike kami yang baru juga akan membantu memenuhi permintaan akan moda transportasi individual ramah lingkungan, yang telah mengalami pertumbuhan karena kota-kota di Eropa secara bertahap mulai memasuki fase baru setelah lockdown selama pandemi COVID-19," kata Dmitri Pivovarov, Director of Micromobility Bolt.

"Kami percaya bahwa mikromobilitas harus dapat diakses dengan mudah dan terjangkau, terutama pada saat-saat seperti ini," sambungnya.

Dikutip dari CNBC, Bolt telah berekspansi ke segmen produk baru setelah perubahan namanya di 2019 (dulu bernama Taxify). Perusahaan ini meluncurkan e-skuter pertamanya di Paris pada 2018, kemudian meluncurkan layanan pengiriman makanan di kota asalnya, Tallinn pada Agustus tahun lalu.

Ekspansi Bolt ke area ini terjadi setelah Uber menghancurkan ribuan e-bike dan skuternya yang bernilai jutaan dolar. Hal itu dilakukan setelah pionir layanan ride hailing ini menjual unit bisnis Jump pada startup Lime awal Mei lalu.
https://indomovie28.net/raunchy-late-night-theater-2/