Selasa, 07 Juli 2020

Ada di Spanyol Sejak Maret 2019, Asal Usul Virus Corona Bukan dari China?

 Jejak virus Corona COVID-19 ditemukan di air limbah Spanyol. Dr Tom Jefferson, dari Centre of Evidence-Based Medicine (CEBM) di Oxford University, telah menunjuk serangkaian penemuan tentang keberadaan virus Corona di seluruh dunia sebelum muncul di Asia.
Dikutip dari The Guardian, penemuan ini sebagai bukti soal asal usul virus Corona yang kini menjadi pandemi. Jejak COVID-19 telah ditemukan dalam sampel limbah dari Spanyol, Italia, dan Brasil sebelum ditemukan di China. Sebuah studi pracetak yang belum peer-reviewed mengklaim telah menemukan keberadaan genom SARS-CoV-2 dalam sampel limbah Barcelona dari 12 Maret 2019.

Dalam sebuah wawancara dengan The Daily Telegraph, Dr Jefferson telah menyerukan penyelidikan tentang bagaimana dan mengapa virus itu tampaknya berkembang di lingkungan seperti pabrik makanan dan pabrik pengemasan daging. Bersama dengan direktur CEBM, Profesor Carl Heneghan, Dr Jefferson yakin ini dapat berpotensi mengungkap rute transmisi atau penularan Corona baru, seperti melalui sistem sewerage atau fasilitas toilet bersama.

"Hal-hal aneh seperti ini terjadi pada Flu Spanyol. Pada tahun 1918, sekitar 30 persen populasi Samoa Barat meninggal karena flu Spanyol dan mereka belum berkomunikasi dengan dunia luar. Namun, diyakini bahwa flu Spanyol tiba di negara pulau di kapal kargo Talune pada tahun 1918," jelas Jefferson.

"Mungkin kepadatan manusia atau kondisi lingkungan, dan inilah yang harus kita cari," kata Jefferson.

"Ada cukup banyak bukti virus Corona dalam jumlah besar di air limbah di semua tempat, dan semakin banyak bukti ada penularan lewat tinja," lanjut Jefferson.

Selain itu suhu 4 derajat Celcius di pembuangan air limbah dinilai Jefferson sebagai tempat yang ideal untuk virus.

"Ada konsentrasi tinggi di mana pembuangan limbah adalah 4 derajat Celcius, yang merupakan suhu ideal untuk virus. Dan pabrik pengepakan daging sering pada suhu 4 derajat Celcius," tegas Jefferson.

"Wabah ini perlu diselidiki dengan benar," pungkasnya.

Dikutip dari Daily Star, Wuhan telah lama diidentifikasi sebagai lokasi di mana virus Corona pertama kali merebak. Bermutasi dari hewan ke manusia dan teori yang diyakini adalah bahwa virus Corona berasal dari kelelawar di pasar grosir makanan laut Huanan.

Tetapi Wang Guangfa, seorang spesialis pernapasan Universitas Peking yang terinfeksi Corona dan berhasil pulih dari COVID-19 awal tahun ini, mengklaim WHO harus menyelidiki di Barcelona di mana para peneliti mengatakan mereka mendeteksi virus Corona dalam air limbah pada Maret 2019.

Dia mengatakan dugaan keberadaan virus dalam sampel yang diambil dari sampel limbah di Spanyol menunjukkan bahwa virus Corona mungkin pertama kali muncul di Spanyol, bukan China.

"Tidak masalah dengan negara mana pekerjaan identifikasi ilmiah dimulai, asalkan melibatkan semua negara terkait dan dilakukan dengan adil," jelas Zeng Guang, kepala Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China.

Sementara itu, Spanyol sangat terpukul karena pandemi Corona di awal tahun, dan sejauh ini tercatat lebih dari 28 ribu kasus kematian virus Corona COVID-19 dan hampir 300 ribu kasus positif Corona yang terkonfirmasi.

Pemerintah China telah dituduh menutupi virus Corona pada awal wabah, mencegah negara lain mengambil tindakan pencegahan untuk menghindari penularan secara luas. Selain itu, penutupan informasi terkait Corona yang dituduh kepada China disebut untuk menghambat pengobatan atau pengembangan vaksin Corona.
https://cinemamovie28.com/cast/fumino-kimura/

3 Kalung Kesehatan yang Sempat Diklaim 'Antivirus' Corona

Kalung eucalyptus buatan Kementerian Pertanian (Kementan) jadi perbincangan karena sempat diklaim bisa membunuh virus Corona. Belakangan, para penelitinya meluruskan bahwa kalung tersebut tidak diklaim sebagai antivirus dan akan didaftarkan sebagai jamu.
Sebelumnya, ternyata sudah ada produk kalung yang juga diklaim bisa menangkal virus Corona. Beberapa di antaranya sempat populer di Jepang di masa-masa awal pandemi.

Dikutip dari berbagai sumber, berikut tiga kalung yang pernah beredar saat pandemi virus Corona dan diklaim sebagai kalung 'antivirus Corona'. Apa saja?

1. Kalung eucalyptus
Kementerian Pertanian (Kementan) berencana memproduksi massal produk kalung dari bahan eucalyptus. Dalam uji laboratorium, disebutkan bahwa tanaman eucalyptus punya potensi membunuh virus.

Selain membuat kalung, Kementan juga lebih dulu membuat produk inovasi berbahan eucalyptus dalam bentuk inhaler, roll on, salep, dan difuser.

Berbicara mengenai hal tersebut, apa sih sebenarnya eucalyptus itu?

Di Indonesia, eucalyptus merupakan kelompok tanaman yang menghasilkan minyak atsiri. Tanaman ini sudah dari lama dipercaya sebagai obat yang bisa menyembuhkan dan meredakan beberapa penyakit tertentu.

Dikutip dari Medical News Today, di dunia ada lebih dari 700 spesies tumbuhan eucalyptus. Eucalyptus dari Australia disebut yang biasa dicari untuk diambil minyaknya.

Minyak atsirinya sendiri didapatkan lewat proses distilasi daunnya yang dipercaya kaya akan antioksidan.

2.Kalung antivirus 'Shut Out'
Sebelum kalung eucalyptus Kementan jadi perbincangan, ada satu produk yang serupa kalung antivirus berasal dari Jepang yang sudah lebih dulu beredar sejak awal pandemi. Kalung ini dinamakan Virus Shut Out, yang diklaim bisa melindungi penggunanya dari virus patogen selama 30 hari per produk.

Kalung ini menjadi pribadi anti-virus dan anti-bakteri. Cara kerjanya, melepaskan konsentrasi rendah klorin dioksida untuk bisa menghilangkan kuman dan virus di udara sekitarnya dengan jarak 1-2 meter.

3. Kalung pulse buatan NASA
Seperti diketahui, penyebaran virus Corona bisa terjadi di mana saja, salah satunya karena kita menyentuh wajah sendiri dengan sembarang setelah sebelumnya memegang sesuatu yang mana telah tersentuh banyak orang. Orang bisa terjangkit COVID-19 lewat mata, hidung, dan mulut. Untuk itu NASA turut berpartisipasi menekan penyebaran virus Corona dengan menciptakan sebuah kalung.

Penggunaan masker memang diutamakan, akan tetapi menghentikan kebiasaan untuk menyentuh wajah kita sendiri juga perlu diatasi. Persoalan tersebut coba diatasi NASA dengan merilis perangkat wearable berbentuk kalung.

Dikutip dari Mashable, kalung yang dinamakan Pulse diciptakan agar bisa mengubah kebiasaan kita dalam menyentuh wajah.

Dengan Pulse ini, orang yang mengenakan perangkat itu dan ketika tangannya akan menyentuh wajah, maka Pulse dapat memberikan peringatan berupa getaran, sehingga mengurunkan niatan tersebut. Hal itu terjadi karena Pulse dilengkapi dengan sensor, yang mana berfungsi bila ada gerakan tangan menuju muka.

Secara visual, memang alat ini tidak terlalu fashionable karena sensor di kalung Pulse ini terbilang cukup besar dan mencolok apabila digunakan.
https://cinemamovie28.com/star/vennela-kishore/