Jumat, 09 Oktober 2020

4 Hal yang Bisa Terjadi pada Vagina Ketika Lama Tak Bercinta

  Pandemi virus Corona COVID-19 membuat banyak aktivitas terganggu, salah satunya adalah kehidupan seksual. Beberapa pasangan mempertimbangkan dan menunda untuk melakukan sesi bercinta secara teratur karena takut dan tertular virus Corona.

Bercinta secara rutin disebut memberikan manfaat baik bagi kesehatan tubuh. Lantas, apa yang terjadi pada vagina ketika lama tak bercinta?


Dikutip dari Health, 4 hal yang akan terjadi pada vagina ketika lama tak bercinta:


1. Bisa lebih kering

Normalnya dinding vagina akan tetap lembab dan lentur meskipun tidak terangsang. Namun, dokter kandungan di pusat kebidanan dan ginekologi Orlando Health di Florida, Christine Greves, MD, mengatakan jika kamu jarang melakukan bercinta bersama pasangan, vagina akan lebih kering. Vagina kering memang tidak selalu menjadi masalah, tetapi bisa membuat tidak nyaman.


2. Vagina tidak akan menyempit

Rumor yang sering dipercaya adalah vagina akan menyempit dan menumbuh selaput dara baru jika tidak melakukan bercinta untuk sementara waktu. Padahal pernyataan itu hanyalah mitos.


Dr Greves menjelaskan bahwa ketika kamu tidak bercinta, tubuh masih menghasilkan estrogen dan progesteron sehingga membuat dinding vagina tetap terbuka dan fleksibel.


Meski demikian, ada kemungkinan pembukaan vagina berkurang ukurannya, tetapi ini terjadi setelah menopause.


"Seiring waktu, wanita pascamenopause yang memiliki pengurangan pasokan estrogen mungkin mendapati diameter vaginanya menjadi lebih kecil jika mereka tidak melakukan hubungan intim," jelas Dr Greves.


3. Gairah seks turun

Menurut Dr Greves, ada kemungkinan bahwa libido akan turun sedikit selama periode ini. Jika kamu tidak berhubungan seks, mungkin tidak merasa bergairah seperti ketika melakukannya secara teratur dan itu dapat berdampak pada dorongan seksual.


4. Butuh waktu untuk terangsang

Setelah periode istirahat seks, mungkin butuh lebih banyak waktu bagi vagina untuk terlumasi dengan cukup atau agar jaringannya rileks sepenuhnya. Ketika kamu melakukan hubungan bercinta teratur, vagina masuk ke mode gairah secara otomatis.

https://indomovie28.net/the-odd-family-zombie-on-sale/


Cara Menghilangkan Perih Akibat Gas Air Mata


Aparat menembakkan gas air mata saat demo menolak omnibus law berujung ricuh di sejumlah tempat. Bagaimana cara menghilangkan perih akibat gas air mata?

Terkadang, bukan cuma demonstran yang mengalami dampak semburan gas air mata. Warga yang tinggal maupun melintas di sekitar lokasi rusuh juga harus merasakan dampaknya.


Meski namanya gas air mata, pada dasarnya yang memicu perih bukanlah gas melainkan serbuk. Ketika bercampur dengan keringat atau cairan tubuh, serbuk tersebut akan memicu iritasi dan berbagai keluhan lain termasuk mata perih dan sesak napas.


Hal pertama yang harus dilakukan ketika mengalaminya adalah segera menyingkir dari sumber gas air mata. Sebisa mungkin hindari asap putih.


Dikutip dari Insider, berikut beberapa langkah dan cara menghilangkan perih akibat gas air mata.


1. Cari tempat tinggi

Gas air mata cenderung akan mengendap di tempat rendah, jadi mencari tempat tinggi biasanya akan membantu. Bila ada anak kecil, gendong agar posisinya lebih tinggi.


2. Bilas dengan air

Begitu sampai di tempat aman, bersihkan permukaan tubuh dari zat-zat kimia yang menempel. Gunakan air dan sabun dan pastikan tangan sudah bersih sebelum menyentuh wajah.


3. Basuh mata jika terasa perih

Tengadahkan kepala lalu basuh mata dengan air bersih. Pastikan air yang digunakan benar-benar bersih untuk menghindari iritasi maupun infeksi.


4. Lepas dan ganti pakaian

Begitu memungkinkan, segera lepas pakaian dan ganti dengan yang bersih. Pisahkan dari baju kotor lainnya, cuci terpisah.


5. Mandi dan keramas

Gunakan air dingin untuk menghindari iritasi yang lebih parah. Usahakan mata tertutup untuk menghindari kontaminasi gas air mata.

https://indomovie28.net/the-shameless/

Sakit Kepala yang Seperti Ini Bisa Jadi Gejala COVID-19

 Para peneliti mengungkap gejala baru virus Corona COVID-19. Mereka menilai sakit kepala dengan rasa berdenyut-denyut bisa menjadi tanda COVID-19 yang buruk.

Dikutip dari laman Times of India, sebuah studi dalam jurnal Annals of Clinical and Translational Neurology pada 5 Oktober 2020, termasuk survei yang dilakukan pada 509 pasien dengan virus Corona COVID-19 di berbagai rumah sakit Northwestern Medicine di Chicago, AS.


Studi tersebut menemukan bahwa hampir 38 persen dari pasien tersebut mengalami sakit kepala di beberapa titik selama periode infeksi. Orang-orang lebih mungkin menghadapi gejala neurologis selama perjalanan penyakit mereka.


"Ini adalah studi pertama dari jenisnya di Amerika Serikat (AS). Hanya ada dua makalah yang diterbitkan yang menjelaskan prevalensi manifestasi neurologis pada pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit di Cina dan Eropa," ujar Igor Koralnik, rekan penulis studi dan MD yang mengawasi Klinik Neuro Covid-19 di Rumah Sakit Memorial Northwestern.


Selain itu, studi melaporkan bahwa hampir 82 persen pasien yang menderita virus Corona mengalami gejala neurologis. 43 persen mengalami gejala pada tahap awal, sementara 63 persen menghadapi gejala neurologis selama mereka dirawat di rumah sakit. Oleh karena itu, angka-angka ini menunjukkan bahwa sakit kepala adalah salah satu gejala COVID-19 neurologis paling umum, yang mengharuskan penderitanya segera dirawat di rumah sakit.

https://indomovie28.net/a-turtles-tale-2-sammys-escape-from-paradise/


Penelitian lebih lanjut menyatakan bahwa pasien dengan manifestasi neurologis mengalami rawat inap lebih lama. Para peneliti juga menyimpulkan bahwa ensefalopati dikaitkan dengan hasil fungsional yang lebih buruk pada pasien rawat inap dengan Covid-19, dan mungkin memiliki efek yang bertahan lama.


Ensefalopati merupakan istilah umum yang digunakan untuk menekankan pada penyakit otak, kerusakan, atau kerusakan.


"32 persen pasien yang dirawat di rumah sakit akhirnya mengalami perubahan fungsi otak yang menyebabkan sakit kepala," jelas Koralnik.


Lebih dari dua pertiga pasien yang mengalami kerusakan fungsi otak tidak mampu merawat diri sendiri bahkan setelah meninggalkan rumah sakit. Di sisi lain, 90 persen pasien yang tidak mengembangkan ensefalopati tidak menghadapi masalah apapun setelah mereka keluar dari rumah sakit.


"Pasien dan dokter perlu menyadari frekuensi tinggi manifestasi neurologis Covid-19 dan tingkat keparahan fungsi mental yang berubah terkait dengan penyakit ini," kata Koralnik.


Dr Merle Diamond, presiden dan direktur pelaksana dari Diamond Headache Clinic Chicago yang tidak terlibat dalam studi tersebut menjelaskan sakit kepala karena virus Corona COVID-19 disertai gejala lain seperti batuk, demam, dan sensasi nyeri di kepala seperti 'sangat tertekan'.


"Sensasi itu terjadi ketika sistem kekebalan tubuh kita bereaksi sebagai respons terhadap virus Corona, melepaskan bahan kimia yang disebut sitokin. Sitokin menghasilkan peradangan, yang dirasakan sebagai rasa sakit oleh korteks serebral otak," jelas Diamond.

https://indomovie28.net/momol-nights/