Komisi Obat Narkotika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya memutuskan untuk menghapus ganja dari kategori obat paling berbahaya di dunia, dan disetujui untuk keperluan medis. Keputusan ini diambil dari hasil voting yang dilakukan PBB dari 53 negara anggota.
Dari 53 negara, sebanyak 27 suara mendukung dan mengizinkan ganja untuk penggunaan medis. Sementara 25 suara lainnya merasa keberatan dan satu abstain. Perubahan kategori ini dilakukan untuk mempermudah jalan industri medis menggunakan ganja untuk keperluan pengobatan.
Sejak Januari 2019 lalu, rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menghapus ganja dari Jadwal IV Konvensi Tunggal 1961 tentangnarkotika, yang memasukkannya ke dalam daftaropioid berbahaya dan adiktif seperti heroin.
Dikutip dari laman PBB, Komisi Obat Narkotika PBB (CND) telah membuka pintu untuk mengenali potensi pengobatan dan terapi dari obat-obatan dengan bahan ganja yang umum digunakan. Tetapi sebagian besar masih ilegal.
Selain itu, keputusan ini juga mendorong berbagai penelitian untuk mencari khasiat pengobatan ganja dan bertindak sebagai katalisator bagi negara-negara untuk melegalkannya. Tentunya ini untuk kepentingan medis dan mempertimbangkan lagi undang-undang tentang penggunaannya untuk rekreasi.
WHO mengklasifikasikan cannabidiol (CBD) sebagai senyawa tidak memabukkan yang berperan penting dalam terapi kesehatan selama beberapa tahun terakhir. Penggunaan ganja dan produk turunannya seperti cannabidiol (CBD) dan senyawa nonintozxicating pun telah meningkat akhir-akhir ini.
Kini sudah ada lebih dari 50 negara di dunia yang menggunakan ganja sebagai obat, seperti Kanada, Uruguay dan 15 negara bagian AS yang sudah melegalkannya untuk penggunaan rekreasi. Untuk Meksiko dan Luksemburg, akan segera menyusul melegalkan penggunaan ganja untuk rekreasi.
https://indomovie28.net/movies/tom-segura-mostly-stories/
Pakar Klaim Vaksin COVID-19 Pfizer BIkin Kebal Corona 1 Minggu
Vaksin COVID-19 Pfizer terbukti bisa mencegah penularan virus Corona COVID-19 sebanyak 95 persen dan siap untuk digunakan di Inggris pada akhir tahun 2020 ini.
Seorang ahli mengatakan, bahwa vaksin Pfizer ini bisa memberikan kekebalan terhadap virus corona COVID-19 selama 7 hari setelah suntikan kedua.
Setiap orang membutuhkan setidaknya dua dosis vaksin Pfizer untuk COVID-19 agar bekerja paling efektif. Dua dosis vaksin Pfizer ini diberikan dengan jeda selama 21 hari.
Dikutip dari The Sun, profesor Sir Munir Pirmohamed mengatakan, orang yang diberi vaksin Pfizer akan menjadi kebal setelah mendapatkan dosis kedua. Meskipun, mereka juga mendapatkan perlindungan parsial selama 12 hari setelah dosis pertama.
Prof Sir Munir Pirmohamed, ketua kelompok kerja Komisi Obat-obatan Manusia (CHM) untuk vaksin COVID-19 mengatakan penggunaan vaksin Pfizer akan memberikan manfaat luar biasa dalam mengatasi pandemi virus corona ini.
"Data menunjukkan bahwa vaksin ini 95 persen efektif cegah virus Corona. Vaksin ini juga efektif dalam semua kelompok yang diberi vaksin dalam uji coba terlepas dari usia, jenis kelamin, ras atau tempat tinggalnya," kata Prof Sir Munir.
Prof Sir juga mengatakan keamanan penggunaan vaksin Pfizer mirip dengan vaksin virus Corona lainnya. Selain itu, efek samping vaksin Pfizer juga ringan dan hanya berlangsung beberapa hari.
Uji coba global terhadap vaksin Pfizer yang melibatkan 43.500 orang menemukan beberapa orang hanya mengalami efek samping demam ringan atau kelelahan setelah vaksinasi.
Beberapa orang juga mengaku mengalami efek samping seperti mabuk parah. Sejauh ini, belum ada efek samping serius yang disebabkan oleh vaksin Pfizer.
Kendati demikian, lamanya kekebalan bisa bertahan setelah mendapatkan suntikan vaksin virus Corona COVID-19 masih belum jelas.