Pendiri dan CEO media sosial Snapchat, Evan Spiegel, menyatakan bahwa Amerika Serikat memasuki era baru dalam kompetisi global, khususnya menghadapi China. Untuk itulah, pemerintah Negeri Paman Sam diharapkan berinvestasi lebih banyak untuk mempersiapkan kaum muda menghadapinya.
"Ini adalah sesuatu yang belum pernah kita konfrontasi sebelumnya," cetus suami supermodel Miranda Kerr ini, seperti dikutip detikINET dari BBC.
Evan memprediksi bahwa dalam waktu 10 tahun, China akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar, kemudian diikuti oleh AS dan India. "Kita telah memasuki era baru dalam kompetisi global," cetusnya.
Artinya, AS harus berpikir dalam jangka panjang untuk mengantisipasinya, sembari belajar dari masa lalu. "Penting bagi kita untuk berpikir tentang prioritas investasi kita untuk benar-benar mengamankan masa depan Amerika," papar sang bos Snapchat.
Sebagai salah satu orang terkaya paling muda, Evan juga siap jika diminta untuk membayar lebih banyak pajak. Namun demikian, jika bos dan raksasa teknologi harus membayar lebih besar, maka setidaknya ada uang yang dikembalikan untuk mendanai riset teknologi baru seperti kecerdasan buatan.
"Sejarah negara-negara besar cenderung dibangun oleh terobosan besar di teknologi dan sering teknologi tersebut didirikan berkat investasi pemerintah. Regulasi hanya satu bagian dari strategi komprehensif teknologi, sisanya harus dipusatkan pada investasi pada teknologi baru," usulnya.
Evan yang mendirikan Snapchat pada usia 25 tahun ini optimis AS tetap bakal mampu bersaing di masa depan menghadapi China ataupun negara lainnya dengan investasi dana maupun dengan modal sumber daya manusia.
"Dengan visi untuk masa depan yang benar-benar jelas dan kerja sama tim, maka masa depan sangat cemerlang," pungkas sang bos Snapchat.
https://nonton08.com/movies/guilty-of-romance/
Spanyol Akan Buat Daftar Orang yang Tolak Vaksin COVID-19
Spanyol berencana membuat daftar orang-orang yang memutuskan untuk tidak divaksinasi COVID-19, untuk alasan apapun.
Menteri Kesehatan Spanyol Salvador Illa mengatakan, vaksin tidak akan diwajibkan oleh undang-undang, namun pemerintah akan mencatat mereka yang ditawari vaksin dan menolaknya.
Meski alasan pasti di balik langkah ini tidak dijelaskan, tampaknya rencana ini merupakan bagian dari upaya untuk memastikan sebanyak mungkin populasi telah divaksinasi COVID-19.
"Apa yang akan dilakukan adalah membuat daftar (orang-orang yang menolak divaksin), yang akan dibagikan dengan mitra Eropa kami lainnya," kata Illa dalam wawancara di stasiun TV Spanyol La Sexta.
"Ini bukan dokumen yang akan dipublikasikan, langkah ini akan dilakukan dengan sangat menghormati perlindungan data. Cara mengalahkan virus ini adalah dengan memvaksinasi kita semua," tambahnya.
Dikutip dari IFL Science, kampanye vaksinasi massal di negara itu dimulai pekan ini, dengan seorang wanita berusia 96 tahun yang tinggal di sebuah panti jompo di Guadalajara menjadi yang pertama di Spanyol menerima dosis vaksin buatan Pfizer-BioNTech.
Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari kampanye terkoordinasi Uni Eropa yang ingin bisa menyuntik vaksin pada lebih dari 450 juta orang di seluruh negara anggotanya.