Senin, 04 Januari 2021

Pantang Dipakai Setelah Makan Jengkol, Ini Cara Kerja Tes Corona GeNose

  Seseorang yang menjalani tes lewat alat pendeteksi COVID-19 buatan UGM tidak diperbolehkan mengonsumsi makanan beraroma keras. Seperti jengkol, durian, hingga kopi.

Pasalnya, hal tersebut dinilai bisa mempengaruhi hasil tes pemeriksaan. Kuwat Triyana, profesor fisika yang juga ketua tim pengembang GeNose mengatakan, kemungkinan bau jengkol membuat pendeteksian jadi tak akurat.


"Satu jam atau terpaksanya itu 30 menit sebelum dites itu jangan makan makanan yang aromanya itu keras. Seperti misalnya jengkol, pete, durian, kopi, ngerokok," tutur Prof Kuwat dalam sebuah diskusi online.


"Orang-orang yang melanggar aturan itu, nggak jujur, biasanya ketemunya positif. Bukan negatif, positif. Ini menarik menurut saya, biar orang nggak main-main," tegasnya.


Bagaimana cara kerja tes Corona GeNose ini?

Beberapa waktu lalu, Prof Kuwat menjelaskan alat tes Corona GeNose tak langsung mengidentifikasi virus, melainkan partikel senyawa tertentu yang dihembuskan seseorang saat bernapas.


Ia mencontohkan seperti seseorang yang terinfeksi Corona, memiliki karakteristik menghembuskan lebih banyak senyawa ethyl butanoate, dibandingkan orang sehat pada umumnya.


"Jadi pembedanya bukan munculnya senyawa baru tapi senyawa yang sudah ada itu lebih tinggi atau rendah," kata Prof Kuwat dalam konferensi pers sata itu.


"Yang dideteksi adalah pattern atau pola senyawa kompleks yang keluar dari napas kita," lanjutnya.


Tes Corona GeNose juga ditargetkan tersedia di beberapa fasilitas umum yang rawan penularan COVID-19, termasuk terminal. Orang-orang yang ingin bepergian bisa menghembuskan napasnya di kantong plastik khusus untuk kemudian diperiksa dengan GeNose sebagai langkah screening.

https://tendabiru21.net/movies/dreams-of-eroticism/


Disease X Berpotensi Jadi Pandemi Baru, Ini Penjelasan Pakar


 Ancaman pandemi baru setelah COVID-19 bisa dipicu oleh penyakit baru yang disebut Disease X. Istilah Disease X berasal dari kata 'unexpected' yang berarti bahwa penyakit tersebut belum diketahui dan masih bersifat hipotesis.

Salah satu yang dicurigai sebagai Disease X adalah kasus hemoragi atau perdarahan di Kongo, Afrika. Seorang pasien tengah menjalani pemeriksaan, hingga kini belum diketahui pasti virus apa yang menjangkitinya.


Menurut epidemiolog Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman saat ini ada 1,6 juta virus yang belum diketahui manusia. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 827 ribu virus yang dinilai berpotensi menginfeksi manusia. Tetapi, hanya ada 263 virus yang benar-benar bisa menginfeksi manusia.


"Yang artinya baru sekitar kurang dari 1 persen dari 827 ribuan itu. Yang artinya 99 persen virus yang bisa menjadi ancaman pandemi itu belum kita ketahui. Luar biasa begitu besar ancaman pandemi yang disebabkan virus yang asal muasalnya dari hewan," jelas Dicky pada CNNIndonesia.com, Minggu (3/1/2021).


Ancaman Disease X selalu diwaspadai para ilmuwan. Karenanya, kesiapan global di bidang kesehatan harus selalu diperkuat.


"Era pandemi artinya ancaman pandemi akan lebih serius. Artinya sistem kesehatan kita harus lebih kuat," lanjut Dicky.


Soal penyakit 'misterius' yang terdeteksi di Kongo, Dicky menduganya bukan Ebola. Menurutnya, temuan itu menunjukkan bahwa ancaman pandemi semakin besar.


Dokter yang menangani pasien di RS Ingende Kongo, dr Dadin Bonkole, menyebut Disease X bukan berasal dari fiksi ilmiah. Menurutnya, ancaman ini adalah nyata berdasarkan fakta ilmiah.


"Kita semua sudah seharusnya takut," ujar Bonkole.


"Ebola tidak dikenal sebelumnya. COVID-19 tidak dikenal sebelumnya, kita harus takut dengan penyakit-penyakit baru," imbuhnya.

https://tendabiru21.net/movies/dreamscape/

Momen Pilu Ibu Pegang Erat Tangan Anaknya Sebelum Meninggal karena COVID-19

 Kisah haru menimpa satu keluarga yang terpapar Corona. Anabel Sharma dan bercerita bagaimana ia dan ibunya berjuang melawan COVID-19 bersamaan di ruang ICU.

Tempat tidur keduanya bersampingan, mereka juga saling berpegangan tangan menguatkan satu sama lain. Namun, sayangnya sang ibu menghembuskan napas terakhirnya tepat usai 24 jam menjalani perawatan intensif di ICU karena COVID-19.


"Tetapi hanya 24 jam kemudian, ibu berusia 76 tahun itu meninggal," lapor The Mirror.


Sang anak, Anabel, mewanti-wanti beberapa orang yang mungkin masih meremehkan COVID-19. Hal ini menjadi gambaran betapa singkatnya kehilangan orang terdekat akibat Corona.


"Jangan biarkan ini terjadi padamu. COVID-19 menyerang keluarga kami sangat cepat dan sangat menakutkan. Siapapun bisa tertular COVID-19 dan kamu tidak tahu apakah bisa bertahan atau tidak," tuturnya.


Hampir semua keluarganya ikut terpapar Corona, suami Anabel beserta anak-anaknya juga ikut terinfeksi tetapi tidak mengalami gejala parah. Meski begitu, mereka termasuk orang yang selalu mematuhi protokol COVID-19, mereka pun tak menyangka bisa tetap tertular.


Suatu hari, saat kondisi sang ibu sudah semakin kritis, Anabel mendengar kalimat ibu yang membuat dirinya tak kuasa menahan tangis.


"Ibu sedang mencoba untuk berbicara. Yang saya dengar adalah 'kremasi' dan 'siap mati'. Saya menangis tapi ibu sangat berani," curhatnya.


Di saat-saat terakhirnya, Maria melepas masker oksigennya untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Anabel dan saudara perempuannya.


"Jika ada yang berpikir untuk melanggar protokol COVID-19, saya akan mendorong mereka untuk menempatkan diri pada posisi saya dan memikirkan bagaimana rasanya melihat ibu sendiri meninggal, atau diberi tahu bahwa kamu mungkin tidak akan hidup lama," ujarnya mengingatkan.


Di momen-momen sebelum meninggal, sang ibu kala itu melepas alat bantu oksigen sementara untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Anabel dan saudara perempuannya. Keesokan harinya, dokter mendorong Anabel ke samping tempat tidur ibunya dan Maria dinyatakan meninggal dunia akibat COVID-19.

https://tendabiru21.net/movies/erotic-day-dream/


Pantang Dipakai Setelah Makan Jengkol, Ini Cara Kerja Tes Corona GeNose


 Seseorang yang menjalani tes lewat alat pendeteksi COVID-19 buatan UGM tidak diperbolehkan mengonsumsi makanan beraroma keras. Seperti jengkol, durian, hingga kopi.

Pasalnya, hal tersebut dinilai bisa mempengaruhi hasil tes pemeriksaan. Kuwat Triyana, profesor fisika yang juga ketua tim pengembang GeNose mengatakan, kemungkinan bau jengkol membuat pendeteksian jadi tak akurat.


"Satu jam atau terpaksanya itu 30 menit sebelum dites itu jangan makan makanan yang aromanya itu keras. Seperti misalnya jengkol, pete, durian, kopi, ngerokok," tutur Prof Kuwat dalam sebuah diskusi online.


"Orang-orang yang melanggar aturan itu, nggak jujur, biasanya ketemunya positif. Bukan negatif, positif. Ini menarik menurut saya, biar orang nggak main-main," tegasnya.


Bagaimana cara kerja tes Corona GeNose ini?

Beberapa waktu lalu, Prof Kuwat menjelaskan alat tes Corona GeNose tak langsung mengidentifikasi virus, melainkan partikel senyawa tertentu yang dihembuskan seseorang saat bernapas.


Ia mencontohkan seperti seseorang yang terinfeksi Corona, memiliki karakteristik menghembuskan lebih banyak senyawa ethyl butanoate, dibandingkan orang sehat pada umumnya.


"Jadi pembedanya bukan munculnya senyawa baru tapi senyawa yang sudah ada itu lebih tinggi atau rendah," kata Prof Kuwat dalam konferensi pers sata itu.


"Yang dideteksi adalah pattern atau pola senyawa kompleks yang keluar dari napas kita," lanjutnya.


Tes Corona GeNose juga ditargetkan tersedia di beberapa fasilitas umum yang rawan penularan COVID-19, termasuk terminal. Orang-orang yang ingin bepergian bisa menghembuskan napasnya di kantong plastik khusus untuk kemudian diperiksa dengan GeNose sebagai langkah screening.

https://tendabiru21.net/movies/wet-dream-2/