Rabu, 04 Maret 2020

Asal Mula Pembagian Jam Pelajaran di Sekolah, 2.500 Tahun Lalu

Kita tidak belajar matematika atau bahasa seharian di sekolah, tapi ada pembagian jam pelajaran. Metode itu sudah ada dari 2.500 tahun lalu.

Konfusius adalah filsuf legendaris China yang menciptakan ajaran Konghucu 2.500 tahun lalu. Ada yang menarik dari sejarah hidupnya, ternyata dialah yang menciptakan pembagian jam pelajaran ketika dia mengajar para muridnya di Qufu, Shandong, China.

Temple of Confusius menjadi tempat untuk mengenal sejarah dari Confusius di Shandong, China. Selain kelenteng, ada hal menarik yang ditemui oleh detikTravel bersama Dwidaya Tour.

Di Kota Qufu, Provinsi Shandong, China inilah tempat Konfusius fokus untuk mengajar. Banyak orang dari berbagai wilayah China, datang hanya untuk berguru pada Confusius.

Tiap harinya, Konfusius akan mengajar dari balik gazebo merah di tengah area kelenteng. Sedangkan para muridnya akan berkumpul di sekeliling gazebo untuk mendengarkan.

Sebelum memulai pengajaran, Konfusius akan berjalan ke depan gazebo. Di situ ada sebuah patung menyerupai arca.

"Konfusius akan membakar sebatang pengharum mirip dupa dan diletakkan di atas patung tersebut," ujar Dennis, pemandu dari China International Travel Service.

Wewangian yang dibakar oleh Konfusius bukan cuma jadi pengharum, api juga pengingat waktu. Wewangian tersebut akan habis dalam waktu 45 menit.

"Jika wewangian sudah habis, maka kelas akan dibubarkan. Dari sinilah asal mula pembagian waktu belajar sekolah di China, satu jam mata pelajaran adalah 45 menit" jelas Dennis.

Pembagian waktu belajar ini tak hanya diterapkan di China, tapi di banyak negara. Indonesia pun memberikan waktu satu jam pelajaran sekolah adalah 45 menit, sama dengan metode Konfusius.

Di dalam gazebo sendiri hanya terdiri dari beberapa batu peninggalan raja-raja. Selebihnya hanya ada bangku-bangku taman di sekeliling gazebo, seperti saat Konfusius mengajar.

Jadi, sudah tahu kan asal mula pembagian waktu belajar di sekolah?

Cuma Dapat Matahari 4 Jam Sehari, Warga Kota Ini Ingin Bunuh Diri

Melihat sinar matahari adalah barang mewah bagi warga sebuah kota di Finlandia. Mereka sampai depresi dan ingin bunuh diri.

Dilihat detikTravel dari situs Visit Finland, Senin (29/1/2019) Lapland merupakan sebuah kawasan di Finlandia yang terletak di sisi paling utara dan berbatasan langsung dengan Swedia, Norwegia dan Rusia. Selain lokasinya yang cukup jauh, Selain tempat melihat Aurora, Lapland juga dikenal akan sejumlah fenomena unik.

Di musim dingin misalnya, Lapland hanya disinari oleh matahari selama 4 jam dalam sehari. Sisanya, hanya kegelapan dan udara dingin yang bisa mencapai suhu minus 20 derajat Celcius.

Setidaknya itu yang dirasakan oleh sekitar 1.900 orang di Kota Enontekio, Lapland. Di musim dingin yang berlangsung hingga 7 bulan setahun itu, masyarakatnya pun dituntut untuk terbiasa.

Dijelaskan oleh salah satu traveler bernama Michael Wayne kepada News Australia, bahwa kondisi tersebut juga tampak dari para masyarakatnya. Mungkin karena udara yang dingin, senyum di wajah adalah salah satu hal yang tak biasa Anda jumpai di sana. Obrolan atau basa-basi pun jadi hal langka di sini.

Fakta unik lainnya, Lapland di Finlandia juga diketahui memiliki tingkat bunuh diri tertinggi dibanding negara Eropa lainnya. Tinggal di tempat dengan kondisi seperti itu bisa jadi membuat depresi.

Liburan ke Thailand, Bisa Belanja Pakai Rupiah

Thailand memberlakukan Baht sebagai mata uang yang sah untuk bertransaksi. Tetapi, ternyata rupiah juga berlaku di sini.

Misalnya saja, saat detikTravel ke Wat Arun pekan lalu. Inilah kuil yang jadi objek wisata favorit turis mancanegara saat ke Thailand. Di luar kuil, sejumlah pedagang menjajakan aneka dagangan yang bermacam-macam.

Mulai dari makanan, minuman sampai aneka suvenir ada di sini. Harganya juga terbilang lumayan murah, apalagi jika membeli dalam jumlah banyak.

Uniknya, sejumlah pedagang cukup bisa berbahasa Indonesia. Mereka pun juga menerima uang dalam bentuk Indonesian Rupiah.

"Yang ini, tas, harganya Rp 100 ribu 3 buah," ujar salah satu pedagang.

Namun, mereka hanya bisa berbahasa Indonesia dasar. Seperti menjelaskan harga, barang dan mengucap terima kasih kepada calon pembeli.

Untuk harganya, meskipun ada di wilayah turis, masih masuk akal. Untuk 3 buah tas Rp 100 ribu, celana panjang Rp 50 ribu dan aneka buah Rp 20 ribu saja.

Bukan hanya di lapak kaki lima, sejumlah outlet resmi juga memberikan kemudahan turis Indonesia untuk bertransaksi dalam rupiah. Toko madu resmi misalnya.

Toko Big Bee, yang menjual madu dan aneka olahannya misalnya. Untuk satu botol madu berukuran kecil, dijual seharga THB 350, atau setara dengan Rp 156 ribu.

Namun, tidak semua tempat memberlakukan aturan ini. Di toko-toko besar atau dalam mal, hanya menerima pembayaran dalam mata uang Baht (THB).

Traveler juga harus memperhatikan pecahan yang digunakan. Umumnya, pecahan rupiah yang diterima mulai dari Rp 20 ribu, Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu saja. Selain itu, biasanya pedagang menolak.

Asal Mula Pembagian Jam Pelajaran di Sekolah, 2.500 Tahun Lalu

Kita tidak belajar matematika atau bahasa seharian di sekolah, tapi ada pembagian jam pelajaran. Metode itu sudah ada dari 2.500 tahun lalu.

Konfusius adalah filsuf legendaris China yang menciptakan ajaran Konghucu 2.500 tahun lalu. Ada yang menarik dari sejarah hidupnya, ternyata dialah yang menciptakan pembagian jam pelajaran ketika dia mengajar para muridnya di Qufu, Shandong, China.

Temple of Confusius menjadi tempat untuk mengenal sejarah dari Confusius di Shandong, China. Selain kelenteng, ada hal menarik yang ditemui oleh detikTravel bersama Dwidaya Tour.

Di Kota Qufu, Provinsi Shandong, China inilah tempat Konfusius fokus untuk mengajar. Banyak orang dari berbagai wilayah China, datang hanya untuk berguru pada Confusius.

Tiap harinya, Konfusius akan mengajar dari balik gazebo merah di tengah area kelenteng. Sedangkan para muridnya akan berkumpul di sekeliling gazebo untuk mendengarkan.

Sebelum memulai pengajaran, Konfusius akan berjalan ke depan gazebo. Di situ ada sebuah patung menyerupai arca.

"Konfusius akan membakar sebatang pengharum mirip dupa dan diletakkan di atas patung tersebut," ujar Dennis, pemandu dari China International Travel Service.

Wewangian yang dibakar oleh Konfusius bukan cuma jadi pengharum, api juga pengingat waktu. Wewangian tersebut akan habis dalam waktu 45 menit.

"Jika wewangian sudah habis, maka kelas akan dibubarkan. Dari sinilah asal mula pembagian waktu belajar sekolah di China, satu jam mata pelajaran adalah 45 menit" jelas Dennis.