Thailand memberlakukan Baht sebagai mata uang yang sah untuk bertransaksi. Tetapi, ternyata rupiah juga berlaku di sini.
Misalnya saja, saat detikTravel ke Wat Arun pekan lalu. Inilah kuil yang jadi objek wisata favorit turis mancanegara saat ke Thailand. Di luar kuil, sejumlah pedagang menjajakan aneka dagangan yang bermacam-macam.
Mulai dari makanan, minuman sampai aneka suvenir ada di sini. Harganya juga terbilang lumayan murah, apalagi jika membeli dalam jumlah banyak.
Uniknya, sejumlah pedagang cukup bisa berbahasa Indonesia. Mereka pun juga menerima uang dalam bentuk Indonesian Rupiah.
"Yang ini, tas, harganya Rp 100 ribu 3 buah," ujar salah satu pedagang.
Namun, mereka hanya bisa berbahasa Indonesia dasar. Seperti menjelaskan harga, barang dan mengucap terima kasih kepada calon pembeli.
Untuk harganya, meskipun ada di wilayah turis, masih masuk akal. Untuk 3 buah tas Rp 100 ribu, celana panjang Rp 50 ribu dan aneka buah Rp 20 ribu saja.
Bukan hanya di lapak kaki lima, sejumlah outlet resmi juga memberikan kemudahan turis Indonesia untuk bertransaksi dalam rupiah. Toko madu resmi misalnya.
Toko Big Bee, yang menjual madu dan aneka olahannya misalnya. Untuk satu botol madu berukuran kecil, dijual seharga THB 350, atau setara dengan Rp 156 ribu.
Namun, tidak semua tempat memberlakukan aturan ini. Di toko-toko besar atau dalam mal, hanya menerima pembayaran dalam mata uang Baht (THB).
Traveler juga harus memperhatikan pecahan yang digunakan. Umumnya, pecahan rupiah yang diterima mulai dari Rp 20 ribu, Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu saja. Selain itu, biasanya pedagang menolak.
Asal Mula Pembagian Jam Pelajaran di Sekolah, 2.500 Tahun Lalu
Kita tidak belajar matematika atau bahasa seharian di sekolah, tapi ada pembagian jam pelajaran. Metode itu sudah ada dari 2.500 tahun lalu.
Konfusius adalah filsuf legendaris China yang menciptakan ajaran Konghucu 2.500 tahun lalu. Ada yang menarik dari sejarah hidupnya, ternyata dialah yang menciptakan pembagian jam pelajaran ketika dia mengajar para muridnya di Qufu, Shandong, China.
Temple of Confusius menjadi tempat untuk mengenal sejarah dari Confusius di Shandong, China. Selain kelenteng, ada hal menarik yang ditemui oleh detikTravel bersama Dwidaya Tour.
Di Kota Qufu, Provinsi Shandong, China inilah tempat Konfusius fokus untuk mengajar. Banyak orang dari berbagai wilayah China, datang hanya untuk berguru pada Confusius.
Tiap harinya, Konfusius akan mengajar dari balik gazebo merah di tengah area kelenteng. Sedangkan para muridnya akan berkumpul di sekeliling gazebo untuk mendengarkan.
Sebelum memulai pengajaran, Konfusius akan berjalan ke depan gazebo. Di situ ada sebuah patung menyerupai arca.
"Konfusius akan membakar sebatang pengharum mirip dupa dan diletakkan di atas patung tersebut," ujar Dennis, pemandu dari China International Travel Service.
Wewangian yang dibakar oleh Konfusius bukan cuma jadi pengharum, api juga pengingat waktu. Wewangian tersebut akan habis dalam waktu 45 menit.
"Jika wewangian sudah habis, maka kelas akan dibubarkan. Dari sinilah asal mula pembagian waktu belajar sekolah di China, satu jam mata pelajaran adalah 45 menit" jelas Dennis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar