Negara Kuba masih dinaungi kemiskinan. Di tengah kondisi seperti itu, liburan mewah Tony Castro, cucu Fidel Castro pun menuai kecaman.
Fidel Castro adalah sosok yang sangat disegani di Kuba. Lewat perjuangannya, Kuba dibawa menjadi negara yang mandiri lewat Revolusi Kuba di tahun 1959.
Namun kondisi Kuba sekarang cukup memprihatinkan. Di tengah kondisi negara yang serba sulit, cucu Fidel Castro, Tony Castro menuai kecaman saat kedapatan memamerkan liburan mewahnya di Eropa lewat Instagram.
Dikumpulkan detikTravel dari beberapa sumber, Kamis (17/1/2019), liburan Tony ke berbagai destinasi di Benua Biru itu banyak dikritik, terutama oleh rakyat Kuba. Tony liburan ke Eropa dalam rangka merayakan pergantian tahun.
Di akun Instagramnya, Tony membagikan foto-foto dirinya sedang berada di Madrid untuk merayakan Natal dan juga di depan Gereja La Sagrada Famiglia yang terkenal di Barcelona.
Tak cuma liburan, di Instagram Tony juga kerap memamerkan gaya hidupnya yang 'wah'. Mengemudikan mobil BMW hingga makan di restoran mahal saat merayakan ulang tahun pamannya.
Tentu saja kelakuan dan gaya hidup mewah Tony ini banyak menuai kecaman. Gaya hidupnya kontras dengan konsep 'sama rasa sama rata' yang dikumandangkan oleh kakeknya, Fidel Castro.
Karena kerap dicecar oleh publik, akun Instagram Tony Castro sekarang dikunci.
Desa Paling Miskin yang Terlupakan di Haiti
Lebih dari satu dekade Desa Boucan Ferdinand terisolasi dari negaranya. Tidak ada listrik, air bersih dan semuanya serba susah.
Boucan Ferdinand sebuah desa yang berada di Hispaniola di Haiti. Di sini tidak ada listrik, layanan kesehatan, jalan beraspal dan mereka juga kehilangan satu-satunya akses menuju kota terdekat, yaitu Bios Negresse karena bencana banjir tahun 2014.
Dilansir detikTravel dari Reuters, Kamis (17/1/2019) jumlah penduduk di desa ini tidaklah banyak, karena telah banyak memilih pindak ke Republik Dominika karena lokasinya lebih dekat. Juga banyak yang pergi ke ibukota Haiti, Port-au-Prince untuk mengadu nasib, dan sebagian lagi memilih bertahan.
Perlu traveler ketahui, para penduduk yang menyeberang ke Republik Dominika berstatus ilegal. Mereka terpaksa melakukan ini karena Republik Dominika lebih makmur.
Kehidupan masyarakat yang memilih bertahan juga seadanya. Mereka bertani dan harus menampung air hujan untuk minum. Juga beragam penyakit mau tak mau harus berkawan dengan mereka.
Kehidupan para anak sekolah juga menyedihkan. Untuk menuju ke sekolah terdekat, mereka harus berjalan kaki selama 1,5 jam melewati jalan setapak sempit. Jika musim hujan datang, jalan ini pun tidak bisa dilewati karena becek dan licin.
Kendala biaya pendidikan juga menghantui para penduduk. Bahkan ada orang tua yang terpaksa menyuruh anak mereka berhenti sekolah dan meminta mereka membantu mengumpulkan kayu bakar.
Mereka juga membantu mengembala untuk membantu orang tua. Saat musim tanam, para pelajar juga terpaksa harus bolos sekolah supaya bisa membantu orang tua mereka di pertanian. Penghasilan pun tak lebih dari 2 dolar (Rp 28 ribu) per hari.
Kalau soal menu makanan, mereka tidak bisa berharap banyak. Kadang pasta, atau sekurangnya kopi hitam dan sepotong roti. Daging? Itu adalah menu mewah yang mereka impikan.
Beberapa penduduk yang telah yang mencoba hidup di Republik Dominika juga ada yang kembali ke desa ini. Mereka yang bertahan hidup di negara orang dengan menjual permen dan roti harus menyerah pada penyakit yang membuat mereka lumpuh. Tentu masalah biaya menghantui mereka sehingga memutuskan untuk kembali di desa.
Para penduduk desa juga harus berjuang untuk bisa menikmati layanan kesehatan. Adapun pusat kesehatan Haiti terdekat berada di seberang gunung. Untuk menuju ke sini mereka harus melintasi perbatasan dengan keledai menuju Kota Dominika Duverge.
Walikota pun menyadari dan tahu bagaimana kehidupan masyarakat di desa-desa yang dipimpinnya. Namun karena masalah biaya, pembangunan akses harus tertunda.
Apakah traveler sanggup menjalani kehidupan seperti di desa terpencil Haiti ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar