Kamis, 12 Maret 2020

Kuil Tertua China yang Misterius, Dai Temple

Kota Taian di sebelah selatan Jinan dipercaya menjadi tempat suci dewa. Di kota kecil inilah terdapat kuil tertua yang misterius, Dai Temple.

Perjalan detikTravel bersama Dwidaya Tour belum berakhir. Dari Kota Jinan, kami berangkat ke Kota Taian yang jadi tempat sakral bagi masyarakat China. Kota ini masih berada di Provinsi Shandong.

Di kota inilah masyarakat China jaman dulu datang untuk berdoa. Menghadap lurus ke arah Mountain Tai ada sebuah kuil bernama Dai Temple. Mountain Tai adalah gunung sakral bagi masyarakat China.

Banyak raja dari berbagai dinasti yang datang untuk berdoa ke Mountain Tai. Tapi sebelum naik ke Mountain Tai, mereka harus terlebih dahulu melakukan upacara di Dai Temple. Ritual ini adalah keharusan.

Saat masuk ke dalam kuil, wisatawan akan langsung di sambut dengan taman kecil di sisi kiri dan kanan. Bukan cuma mempercantik, tapi ini adalah kehendak raja.

"Perjalanan dari Forbidden City ke kota ini memakan waktu yang cukup panjang. Sehingga kuil ini bukan hanya tempat berdoa tapi juga kediaman raja saat ia tinggal di Taian," jelas Dennis, pemandu dari China International Travel Service.

Dari taman, traveler akan dibawa untuk masuk ke pelataran depan Dai Temple. Kuil ini menjadi salah satu yang paling populer di China.

Wisatawan diperbolehkan untuk masuk dan melihat ke dalam isi kuil. Namun tidak diperbolehkan untuk memotret atau merekam bagian dalam Dai Temple. Peraturannya ini wajib ditaati, sekelompok petugas keamanan akan berjalan mondar-mandir untuk memastikan wisatawan tidak melanggar peraturan.

"Karena kuil ini berumur sangat tua, maka wisatawan yang mau masuk harus menggunakan pembungkus sepatu. Ini meminimalisir kerusakan kuil, karena bangunannya terdiri dari material yang sangat langka," ungkap Dennis.

Begitu masuk ke dalam kuil, wisatawan akan langsung bertemu patung God of Mountain. Memotret wajah dewa akan dianggap kurang menghormati di sini.

Setelah itu akan ada sebuah dua buah lukisan yang dirangkai menjadi satu di tembok sisi kiri kuil. Lukisan ini bercerita tentang God of Mountain yang turun dari Mountain Tai menuju Dai Temple. Dilukisan tersebut ada banyak orang yang mengikuti God of Mountain dari belakang.

"Dari baju para pasukan yang mengawal God of Mountain inilah diketahui kuil ini sudah ada sejak Dinasti Sung atau Tang. Pakaian dua dinasti ini agak mirip, inilah mengapa masyarakat percaya bahwa kuil ini yang paling tua di China," tutur Dennis.

Lukisan ini sendiri pun menjadi misteri. Tak ada yang tahu siapa pelukis dan tanggal pembuatannya. Masyarakat meyakini bahwa lukisan ini diturunkan oleh dewa. Oleh sebab itu, lukisan ini diberi pagar pembatas agar tetap terjaga. Walaupun sudah terlihat retak di beberapa bagian.

Di depan kuil, banyak sekali orang yang datang dan berdoa kepada sang dewa. Dupa dan persembahan diberikan sebagai tanda penghormatan.

Dari depan kuil, wisatawan bisa melihat sisi kanan kiri dari atap kuil. Di sana berdiri 9 dewa berbentuk hewan yang jadi penanda tingkatan keagungan kuil. Sangat sedikit kuil di China yang memiliki 9 hewan ini.

"Bisa dilihat, ada 9 dewa yang berdiri di atas atap kuil. Ini menandakan keagungan kuil. Kuil biasa paling hanya terdiri dari 3-4 hewan. Kalau 9 artinya kuil ini yang diagungkan seperti yang ada di Forbidden City. Pemasangan 9 hewan ini pun tidak sembarangan," cerita Dennis.

Di belakang kuil terdapat sebuah taman luas yang cantik. Taman ini terdiri dari pepohonan cemara dan siprus.

Ada hal lain yang menarik di taman ini. Ada sebuah batu dan pohon cemara yang dianggap suci. Setelah taman dan batu suci, banyak pula patung-patung dengan wujud kura-kura yang menggendong tablet raksasa.

Patung ini bernama Bi Xi dan menjadi perantara antara doa raja dengan dewa. Umur patung-patung ini sangat tua dan dibangun dari berbagai dinasti.

Keluar dari taman utama, wisatawan dibawa untuk melihat kediaman para raja. Walau tak begitu besar, paviliun raja dibuat dengan sangat nyaman.

Dengan tiket sebesar 30 YUAN atau sekitar Rp 60.000 per orang, traveler akan dibuai dengan kisah-kisah menarik dari kuil ini. Mau tahu kisah-kisah lain dari kuil ini? Tunggu di artikel selanjutnya ya!

Pantai Baru yang Tersembunyi di Gunungkidul (2)

"Tanahnya juga sudah dibebaskan tahun lalu (2018), ya semoga segera direalisasikan tahun ini biar pantainya ramai dan warga bisa dapat pemasukan tambahan dari pengelolaan Pantai (Porok), imbuhnya.

Sementara itu, salah seorang pengunjung, Ari Wibowo (27), warga Kecamatan Kasihan, Bantul menyebut baru pertama kali mengunjungi Pantai Porok. Ia mengetahui Pantai Porok dari cerita teman-temannya yang pernah camping di Pantai tersebut.

"Pantainya bagus, masih asri, tapi kalau untuk main air kurang ya, karena banyak karangnya. Tapi untuk camping sangat cocok, apalagi banyak pohon-pohon di sini bikin teduh," ujarnya.

Mengenai akses menuju Pantai Porok, Ari mengakui cukup sulit dan melelahkan. Mengingat ia harus memarkirkan motornya di gubug warga dan berjalan kaki menuju Pantai Porok.

"Kalau akses jalan memang sulit, tapi terbayar dengan pemandangan Pantai yang indah. Ya semoga pemerintah sini (Gunungkidul) bisa memperbaiki jalannya biar orang yang datang lebih banyak, sama pasang penujuk jalan juga biar lebih mudah," pungkasnya.

Perlu diketahui, untuk ke Pantai Porok, pengunjung hanya perlu membayar biaya retribusi di Tempat Pemungutan Retribusi (TPR) induk Baron seharga Rp 10 ribu per orang. Sedangkan biaya parkir seikhlasnya, itu pun jika masih ada orang di gubug yang dititipi motor, karena jarang ada warga di gubug tersebut.

Selain itu, karena belum ada penjual makanan dan minuman, pengunjung disarankan membawa perbekalan sendiri saat mengunjungi Pantai Porok.

Sampai di Pantai Porok , pertama-tama pengunjung akan disuguhkan pemandangan berupa pepohonan disusul dengan pekarangan yang cocok digunakan untuk kemping. Berjalan lebih jauh ke arah selatan, pengunjung akan disambut suara deburan ombak dan pasir putih di Pantai Porok.

Pantai Porok sendiri diapit oleh dua bukit, dan di sekitar pantai tersebut terdapat berbagai macam tumbuhan yang membuat suasana menjadi asri, teduh dan nyaman bagi setiap pengunjung. Bahkan, karena belum banyak yang mengetahui Pantai Porok, membuat setiap pengunjung dapat merasakan sensasi pantai pribadi di sana.

Marno Tukino (60), warga Dusun Ngepung, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Gunungkidul mengatakan, bahwa Pantai Porok memang belum banyak diketahui masyarakat. Menurutnya hal itu karena akses jalan yang terbilang cukup sulit, mengingat lokasi Pantai Porok sendiri bisa dikatakan tersembunyi.

"Memang masih sepi pengunjung di sini (Pantai Porok), ya karena belum ada plakat petunjuk jalan juga. Tapi kalau ada plakatnya juga akses ke pantai masih sulit dan harus jalan kaki dari pertigaan kecil itu," katanya saat ditemui detikTravel di gubug miliknya, Dusun Ngepung, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Gunungkidul, Senin (14/1/2019).

Lanjut pria yang kesehariannya berprofesi sebagai petani ini, meski belum diketahui banyak orang, ada beberapa pengunjung yang datang ke Pantai Porok untuk berkemah. Menurut Marno, pengunjung tersebut biasanya adalah mahasiswa.

"Biasanya yang ke sini (Pantai Porok) itu untuk kemah, tapi ya nggak banyak juga dan hanya semalam. Mungkin karena belum ada warung dan kamar mandi di sini (Pantai Porok) jadinya hanya sebentar," ujarnya.

"Apalagi kendaraannya harus diparkir di gubug ini, kalau tidak ya parkir di pinggir jalan pertigaan sana dan situasinya sepi," imbuhnya.

Disinggung mengenai asal usul nama Pantai Porok, Marno tidak mengetahuinya secara pasti. Mengingat nama Porok sendiri sudah ada sejak ia masih kecil.

"Kurang tahu, yang jelas dari dulu namanya sudah Porok dan orang-orang menyebutnya Pantai Porok," ucapnya.

Mengenai tarif yang dikenakan terhadap pengunjung yang hendak ke Pantai Porok, Marno menyebutnya gratis. Hal itu dikarenakan belum ada pengelola yang fokus untuk mengembangkan Pantai Porok.

"Masih gratis kalau mau masuk ke sini, wong ya fasilitasnya belum ada mas. Tapi rencananya dari pemkab mau membuatkan jalan masuk ke Pantai dari sebelah barat," ujarnya.