Senin, 30 Maret 2020

Ini Situasi Industri Penerbangan Diterpa Badai Corona

Asosiasi maskapai Indonesia atau Indonesia National Air Carriers Association (INACA) membeberkan kondisi terkini industri penerbangan imbas virus corona. Meski belum ada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan, sudah ada beberapa maskapai yang terpaksa harus merumahkan karyawannya.

"Belum (ada PHK), yang sekarang ini ada beberapa maskapai yang merumahkan karena kegiatan operasinya kan menurun. Kalau dilihat banyak pesawat-pesawat parkir di airport, pesawat parkir itu pasti akan sangat tidak efektif bagi perusahaan jika (karyawan) masih harus hadir ke kantor," ujar Ketua Umum INACA, Denon Prawiraatmadja kepada detikcom, Minggu (29/3/2020).

Adapun karyawan yang paling banyak dirumahkan ialah yang terlibat dalam kegiatan produksi maskapai. Mulai dari bagian mekanik pesawat, pilot, hingga pramugari.

"Kalau kegiatan operasionalnya turun, yang akan banyak berkurang aktivitasnya adalah karyawan yang berada di daerah operasional seperti pilot, engineer, pramugari dan kru yang lainnya. Itu kan kalau pesawatnya berhenti berarti mereka ikut (berhenti)," ucapnya.
Baca juga: Cegah Corona, Lion Air Minta Penumpang #JagaJarakDulu

Terkait karyawan yang dirumahkan digaji atau tidak, ia tidak mengetahuinya secara pasti. Menurutnya, hal itu merupakan kebijakan dari masing-masing maskapai.

"Itu variasi (digaji atau tidak) tergantung dari masing-masing perusahaan," sebutnya.

Apakah fenomena ini memunculkan adanya PHK di industri penerbangan?

PHK Tak Bisa Dihindari

Pengamat Penerbangan Gerry Soejatman menilai jika virus corona berkepanjangan dapat membuat PHK karyawan di industri penerbangan menjadi nyata.

"Jelas (PHK di industri penerbangan menjadi nyata). Kalau wabah ini berkepanjangan, ya PHK tidak bisa dihindari," ujar Gerry kepada detikcom, Minggu (29/3/2020).

Menurutnya, dampak virus corona ke industri penerbangan sangat luar biasa. Bahkan dampaknya belum pernah terjadi sebelumnya bagi industri penerbangan di seluruh dunia.

"(Dampak) wabah ini memang luar biasa dan unprecedented (belum pernah terjadi sebelumnya) bagi industri ini di seluruh dunia," ucapnya.

Kapan badai corona di industri penerbangan bakal berlalu?

Pengamat Penerbangan Gerry Soejatman menilai selama negara-negara lain masih terkena virus corona, industri penerbangan Indonesia tidak benar-benar pulih.

"Selama negara-negara lain masih terkena wabah juga, akan sulit untuk bisa memprediksi kapan wabah ini akan selesai," ujar Gerry kepada detikcom, Minggu (29/3/2020).

Sebelumnya, banyak ilmuwan yang memprediksi puncak corona di Indonesia ada pada akhir April-Mei 2020. Namun untuk membuat dampaknya menurun setelah puncaknya terjadi juga dinilai membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

"Untuk wabahnya menurun hingga tidak membahayakan, juga akan memakan waktu setelah puncak wabahnya tercapai," ucapnya.

Hal serupa juga dikatakan oleh Pengamat Penerbangan Alvin Lie. Berkaca dari China, walaupun virus corona sudah mereda dampak perekonomiannya belum pulih 100% karena negara-negara lain masih terdampak.

"(Bisa pulih) itu sampai kondisi darurat corona ini bisa diatasi bukan hanya di Indonesia tapi seluruh dunia. Kita melihat seperti China walaupun sudah mampu mengatasi (corona) tapi kegiatan ekonomi, kegiatan sosialnya belum pulih," katanya.

Ketua Umum Asosiasi maskapai Indonesia atau Indonesia National Air Carriers Association (INACA), Denon Prawiraatmadja meminta keringanan dengan menunda Pajak Penghasilan (PPh) badan.

"Tentu kita meminta relaksasi di sisi lain contohnya perpajakan. Sehingga kalau kita mendapat tunda bayar akan membantu perusahaan untuk bisa mengalokasikan dana cadangan tersebut untuk menunjang kegiatan yang tidak mendapatkan revenue ini," ujar Denon kepada detikcom, Minggu (29/3/2020).

Selain itu, pihaknya juga meminta diskon pembiayaan di kegiatan bandar udara seperti biaya bahan bakar, navigasi, hingga biaya parkir.

"Kita sebagai maskapai diimbau untuk menurunkan penerbangan, otomatis kan pada parkir. Parkirnya kan nggak bisa parkir di luar airport, harus di dalam airport. Bagaimana perlakuan parkir itu apakah berbayar, kalau berbayar udah nggak boleh terbang masa disuruh bayar. Fairness biaya-biaya airport termasuk navigation service dan sebagainya, termasuk biaya-biaya pertamina yang kita coba propose ke pemerintah," sebutnya.

Jika tidak ada respons positif yang cepat dari pemerintah, Denon memastikan akan terjadi tindakan yang tidak diinginkan seperti PHK karyawan sebagai upaya penyelamatan perusahaan.

Jumat, 27 Maret 2020

Traveler Hilang Uang Rp 200 Juta di Bandara Dubai, Ketemu dalam 1 Jam!

Bandara Dubai dibuat heboh dengan sebuah tas. Tas tersebut ditemukan oleh Polisi Dubai saat sedang melakukan pengecekan. Meski tak ada laporan kehilangan, polisi tersebut mampu melacak si empunya tas.

Diintip detikcom dari Gulf News, tas tersebut berisi uang AED 50.000 atau sekitar Rp 200 jutaan. Anehnya, pihak bandara tak menemukan laporan kehilangan seperti barang tersebut.

Selain uang dirham, tas tersebut juga berisi uang 1.000 rupee. Tak ada tanda pengenal di tas tersebut.

"Kami tidak menerima laporan tentang penumpang yang kehilangan uang di bandara. Namun kami yakin bahwa pelancong tersebut tak sadar bahwa tasnya hilang," ujar Brigadir Mohammad Ahmad Al Mazroui, Direktur Keamanan Bandara di Kepolisian Dubai.

Dengan kecanggihan teknologi bandara, polisi bergegas membentuk tim dan melakukan pencarian pemilik tas tersebut. Polisi yakin bahwa pemilik tas pasti juga sedang mencari barangnya.

"Petugas kami memiliki banyak pengalaman dalam masalah seperti ini dan menggunakan teknologi terbaru dalam memantau keamanan di bandara," katanya.

Benar saja, tim polisi menemukan sang pemilik tas dengan waktu kurang dari satu jam. Sang pemilik adalah pria dengan inisial SB. Sang pemilik tas menyebutkan jumlah uangnya secara lengkap. Kepolisian pun menyerahkan tas berisi uang tersebut dengan selamat.

"Dia memberi tahu bahwa ia sedang buru-buru naik ke pesawat. Tak sadar tasnya sudah hilang. Ia ingin segera pulang ke negaranya dari Dubai," tutup sang polisi.

Beberapa Resor Ski di Amerika Tutup Sementara karena Virus Corona

Virus Corona, yang telah menjadi pandemi, kini menyebabkan beberapa wisata di seluruh dunia ditutup sementara. Tak terkecuali resor ski di Amerika Serikat.
Dilansir dari Travel+Leisure, beberapa resor ski populer di berbagai negara telah ditutup demi menghindari virus Corona. Penutupan wisata telah menyebabkan kerugian besar dalam industri pariwisata.
Vail Resort di Amerika Serikat akan menutup 37 resor ski populernya mulai 22 Maret 2020. Perusahaan ini mencakup resor ski, seperti Park City, Breckenridge, Stowe, dan Whistler Blackcomb.
"Tidak diragukan lagi, ini merupakan waktu yang menantang," kata CEO Vail Resort, Rob Katz.
Menurut Katz, semua karyawan yang bekerja di Vail Resort, yang tersebar di 3 negara dan 15 negara bagian, akan dibayar selama masa penutupan. Seluruh penyewaan peralatan akan sepenuhnya dikembalikan.
Selain itu, beberapa resor ski yang dioperasikan secara pribadi, termasuk Alterra Mountain Company, yang memiliki 15 resor ski di Amerika Utara, juga ditutup. Dalam sebuah pernyataan, mereka tutup sementara mulai 15 Maret 2020 hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Baca juga: Di Luar DKI Jakarta & Jateng, Ini Objek Wisata yang Ditutup
Pihak perusahaan akan menghubungi wisatawan yang telah memesan jauh-jauh hari. Setiap wisatawan yang telah melakukan pemesanan menerima pengembalian uang.
"Setelah memikirkan dan mempertimbangkan tugas kami dalam menghadapi COVID-19 dan apa yang saya yakini demi kepentingan terbaik para tamu kami, karyawan, dan komunitas lokal," kata CEO perusahaan, Rusty Gregory.
Menurut Universitas Johns Hopkins, penutupan beberapa resor dilakukan setelah kasus virus Corona di Amerika telah mencapai 3.700 dengan 69 orang meninggal dunia.