Rabu, 08 April 2020

Sepi Akibat Corona, Pantai Ini Diserbu Ubur-ubur Pink

Virus Corona turut membuat sepi pantai di Palawan, Filipina. Hanya yang unik, kini pantai itu tengah diserbu ubur-ubur berwarna pink.
Sebelum corona menyerang, kawasan pantai di Palawan kerap disambangi oleh traveler lokal hingga turis asing. Namun, pandemi virus Corona telah mengubah pantai populer itu menjadi sepi.

Di tengah sepinya pantai Palawan, sebuah fenomena unik malah terjadi di sana. Dikumpulkan detikcom dari berbagai sumber, Rabu (8/4/2020), belakangan pantai tersebut malah diinvasi oleh ubur-ubur pink dalam jumlah yang tak terhitung seperti diberitakan media Daily Mail.

Ubur-ubur merah muda di Pantai Palawan itu diketahui lewat rekaman video Sheldon Rey Boco, kandidat gelar profesor dalam biologi kelautan di Universitas Griffith, Australia. Diketahui, ia merekam fenomena menakjubkan itu pada 23 Maret lalu di Pantai Corong-corong, El Nido, Palawan di Filipina. seperti diberitakan media Newsweek.


Sheldon Rey Boco
@SheldonRey
Jellyfish certainly are not affected by #COVID19 restrictions. Here is a bloom of #jellyfish medusae of the tomato 🍅 jelly, Crambione cf. mastigophora in El Nido, S. Philippines 🇵🇭 
🎥 Alimar Amor 23 March 2020

Video terlekat
32,1 rb
12.21 - 28 Mar 2020
Info dan privasi Iklan Twitter
8.789 orang memperbincangkan tentang ini

Menggunakan perahu, Boco merekam 'lautan' ubur-ubur berwarna pink yang saling berhimpit satu sama lain. Seisi laut bahkan seakan tertutup oleh ubur-ubur.

"Ubur-ubur sama sekali tidak terdampak oleh larangan #COVID19," cuit Boco.

Menurut Boco, munculnya ubur-ubur pink dalam jumlah banyak itu terjadi akibat angin, arus dan kondisi gelombang laut. Ubur-ubur pink sendiri disebutnya hanya muncul setiap bulan Maret di Palawan, ujar Boco seperti dikutip dari Manila Bulletin.

Ditambahkan oleh Benny Antiporda dari Kementerian Lingkungan dan Alam Filipina pada media Business Mirror, munculnya ubur-ubur pink itu kemungkinan disebabkan oleh arus. Adanya penutupan atau lockdown juga menahan warga sekitar dari memburu makhluk tersebut.

Sementara itu, menurut ahli biologi kelautan bernama Dr Ryan, ada kemungkinan kalau kawanan ubur-ubur pink itu tinggal di dasar laut untuk menghindari kerumunan turis yang kerap memenuhi pantai tersebut.

Nah, setelah virus Corona mewabah dan pantai tak dikunjungi turis, ubur-ubur itu keluar dari persembunyiannya. Unik, ya.

Dulu Dianggap Dewa, Kini Turis di Kota Ini Disebut Biang Corona

Goa merupakan negara bagian India yang menjadi area wisata unggulan. Setelah sempat memuja turis bagai dewa, kini semuanya berubah karena Corona.

India memutuskan untuk lockdown selama 21 hari untuk mencegah penyebaran virus Corona. Kebijakan ini diberlakukan di seluruh India, termasuk Goa.

Seorang turis Rusia, Andrei, salah satu yang terjebak di Goa karena lockdown atau penguncian wilayah itu. Andrei tadinya tidak khawatir, karena selama ini, Goa begitu ramah dengan turis.

Promosi pariwisatanya saja dikenal dengan Atithi Devo Bhava atau turis adalah dewa. Tapi, setelah virus Corona mewabah, turis bukan lagi dewa.

Andrei bahkan dipukuli ketika pergi ke pasar untuk mencari makan. Seperti yang tersebar di media sosial, Andrei dihajar oleh polisi setempat.

"Saya tidak pernah membayangkan seorang turis dipukuli di negara yang memuja turis. Sekarang, aku tidak akan pernah kembali ke India," ujar Andrei.

Andrei tak sendirian menjadi turis asing yang terjebak di Goa. Dia bersama 2.000-an turis lain ter-lockdown di wilayah yang memiliki beragam destinasi wisata itu. Sama seperti Andrei, turis-turis itu juga mendapatkan sambutan tak baik oleh warga Goa.

Ketika wabah pandemi Corona mulai merebak di sampai Goa, banyak beberapa wisatawan diusir oleh pihak hotel dan disebut sebagai Corona.

Warga Goa menganggap bahwa virus Corona tersebut berasal dari wisatawan asing yang datang ke sana. Kini, Andrei dan turis itu sedang menunggu pesawat evakuasi pada Selasa besok.

Senin, 06 April 2020

Pemerintah Umumkan Fasilitas Umum Tutup, Warga Belanda Stok Ganja

Warga Amsterdam mulai panik dengan pengumuman penutupan sejumlah tempat keramaian termasuk deretan kafe di kota itu. Mereka mengantre untuk mendapatkan ganja.
Eropa mulai merasakan dampak dari virus Corona, termasuk Belanda. Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengumumkan pasien meninggal dunia sebanyak 20 orang dari 1.135 kasus positif virus Corona.

Pemerintah awalnya enggan untuk menutup tempat keramaian meskipun wabah virus Corona telah menyebar di negara tersebut. Tapi, surat terbuka dari dokter Italia dan Belanda yang meminta agar area pulik ditutup akhirnya dituruti. Penutupan sekolah, museum, gym, klub seks hingga kafe ganja diberlakukan hingga 20 April.

Pengumuman itu, seperti negara lain, membuat warga panik. Mereka memborong bahan makanan, tisu toilet, dan hand sanitizer di supermarket.

Selain itu, antrean panjang juga terjadi di kafe ganja. Antrean itu muncul tak lama setelah pengumuman penutupan area publik itu.

"Bisa jadi selama dua bulan ke depan kami tidak bisa mendapatkan ganja, jadi setidaknya kami bisa menikmatinya di rumah," kata kata Jonathan, seorang pembeli di luar kedai kafe Point di Den Haag, seperti dikutip AFP.

"Teman saya memanggil saya seperti lima menit yang lalu, dia melihat konferensi pers - teman baik saya," dia menambahkan.

Pembelian ganja di kedai kopi memang lumrah di Belanda. Saat ini terdapat 576 kafe ganja di Belanda. Masing-masing orang juga bisa memiliki ganja di rumah asalkan tidak lebih dari 5 gram.

Antrean itu pun menjadi perbincangan netizen. Video antrean pembeli yang mengular di depan kafe ganja menjadi viral.

Diintip dari akun Twitter @hausoflau, seorang warga Belanda mengunggah video situasi setelah kebijakan tersebut diberitakan.

Rekaman selama 6 detik tersebut berisi warga yang mengular di depan kedai kopi untuk membeli ganja. Tak cuma satu kedai, di berbagai kedai kopi pun terlihat penampakan yang sama.

"Negara ini akan lockdown nanti malam dan semua orang buru-buru membeli ganja," cuit akun tersebut.

Di kolom komentar pun tak sedikit netizen yang membalas dengan foto-foto di kedai kopi terdekat. Semua warga terlihat antre untuk membeli ganja.

Unggahan tersebut sudah ditonton sampai 3,3 juta kali dan disukai sampai 280,4 kali.

Badai Corona, Iran Bangun Kuburan Massal?

Virus Corona menyebar dengan cepat di Iran. Foto satelit menunjukkan, Iran sedang membangun kuburan massal di kota suci Qom.
Iran menjadi salah satu negara dengan pasien positif terinfeksi virus Corona cukup tinggi, ketiga setelah China dan Italia. Dilaporkan korban COVID-19 di negara itu mencapai 10.075 orang dengan 429 meninggal dunia.

Bahkan, Qom menjadi kota mati setelah dipastikan diserang virus Corona pada 29 Februari. Sejak itu pula dikabarkan ada aktivitas berlebihan di areal pemakaman raksasa di Qom. Bukan tidak mungkin, Iran sedang membangun kuburan massal.

Foto-foto satelit yang diambil oleh Maxar Technologies dari 1 Maret hingga 8 Maret menunjukkan adanya peningkatan aktivitas di dalam pemakaman Behesht-e Masoumeh di Qom, kota paling parah oleh serangan Corona. Seperti dlaporkan CNN Travel, foto pada tanggal 1 Maret menunjukkan pembangunan deret kuburan baru, kemudian di hari selanjutnya muncul lebih banyak penggalian.

Foto pada periode bulan Maret itu dibandingkan dengan Oktober 2019. Di bulan Oktober 2019 itu, sebagian besar area pemakaman belum digunakan.

Dari gambar itu terlihat pemerintah Iran membangun dua lajur pemakaman dengan luas 100 yard yang bisa terlihat dari angkasa. Foto-foto itu menunjukkan bahwa kuburan sedang digali dengan tergesa-gesa, yang menggarisbawahi skala wabah di Iran - dan kesulitan yang dihadapi petinggi negara untuk menghentikan wabah itu.

Selain itu, yang kian menguatkan dugaan pembangunan kuburan massal, di area itu tampak seperti tumpukan kapur. Kapur biasanya digunakan di kuburan massal untuk membantu memperlambat pembusukan dan mengurangi bau. Sebelumnya, pemerintah Iran mengatakan mereka menggunakannya dalam penguburan jenazah Virus Corona.

Selain itu, CNN juga melaporkan, proses penguburan jenazah di Qom, Iran tak bisa dilakukan sesuai tradisi Islam. Pemimpin makam Bahest-e Masoumeh, Ali Ramezani, bilang pemakaman tak bisa dilakukan secepatnya karena jenazah harus dites corona lebih dulu.