Rabu, 06 Mei 2020

China Ambisius, Luncurkan Roket untuk Misi ke Bulan

Badan Antariksa China (China National Space Administration/CNSA) mengumumkan pihaknya akan meluncurkan sebuah roket hari ini (5/5) pukul 06.00 sore waktu setempat.

Peluncuran roket ke stasiun ruang angkasa buatan CNSA yaitu demi melancarkan misi membawa astronaut China ke permukaan Bulan. Peluncuran ini pun bertepatan dengan pandemi virus corona SARS-Cov-2 yang masih berlangsung.

Roket itu diberi nama Long March 5B dan salah satu roket jumbo milik CNSA.

Nantinya Long March 5B akan lepas landas di tempat peluncuran roket khusus di wilayah Wenchang, Hainan bagian selatan, China.

Menurut desainer pesawat ruang angkasa dari Akademi Teknologi Antariksa China, Yang Qing, roket Long March 5B akan membawa pesawat antariksa generasi berikutnya ke stasiun luar angkasa.

Pesawat ruang angkasa itu dijadwalkan akan selesai tahun 2022 dan siap membawa astronot ke Bulan.

"Misi ini akan menguji teknologi kunci dari pesawat ruang angkasa berawak generasi berikutnya. Pengujian yang dilakukan antara lain bagaimana roket dapat kembali ke atmosfer," kata Qing kepada kantor berita Xinhua, dikutip AFP.

Saat ini pesawat ruang angkasa baru bersifat prototipe dan dirancang untuk orbit Bumi rendah serta mampu menampung sampai enam astronot.

Misi CNSA untuk membawa astronot asli negaranya disebut Misi Change'e 4 China. Misi yang diambil dari nama Dewi Bulan itu ingin mengungkap misteri pembentukan bulan dan evolusi awalnya yang akan berdampak pada pengetahuan mengenai sistem Tata Surya.

Misi akan menguji radio astronomi pertama dari sisi jauh Bulan. Ia juga akan melakukan penyelidikan pertama untuk melihat apakah tanaman dapat tumbuh di Bulan.

Chang'e-4 akan khusus menguji apakah kentang dan tanaman Arabidopsis yang memiliki bunga kecil bisa tumbuh di Bulan. Mereka akan memiliki rumah kaca mini pertama yang mendarat di dunia lain di tata surya.

Selain itu, CNSA juga disebut ingin mengeksplorasi lembah di kutub selatan Aitken. Lembah ini merupakan kawah yang diyakini tertua dan terdalam di Bulan.

Bagian ini dipercaya ditabrak oleh batu sangat besar miliaran tahun silam. Besar kawah ini mencapai 965,606 km.

Jokowi Perintahkan Menteri Cari Jalan Selamatkan Ekonomi RI

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan kepada menterinya untuk segera mencari jalan dan meracik stimulus yang jitu supaya ekonomi dalam negeri bisa selamat dari tekanan virus corona.

Perintah yang ia sampaikan dalam Pembukaan Sidang Kabinet Paripurna tentang Pagu Indikatif RAPBN Tahun Anggaran 2021 indikatif tersebut diberikannya terkait rilis data pertumbuhan ekonomi kemarin.

Sebagai informasi, BPS dalam rilis yang mereka sampaikan kemarin menyebut pertumbuhan ekonomi kuartal I 2020 Indonesia hanya mampu mencapai 2,97 persen. Jokowi mengatakan penurunan pertumbuhan ekonomi tersebut disebabkan oleh virus corona.


Virus telah memukul ekonomi dalam negeri dari baik sisi permintaan maupun pasokan. Dari sisi pasokan misalnya, masalah tersebut sudah membuat indeks sektor manufaktur di dalam negeri pada April 2020 anjlok ke level 27,5.

Posisi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan Korea Selatan yang masih bisa 41,6, Malaysia yang masih bisa 31,3 dan Filipina yang masih bisa 31,6. Jokowi mengatakan indeks tersebut merupakan alarm yang harus diwaspadai. 

"Ini hati-hati. Saya minta menteri bidang ekonomi perhatikan angka itu secara detail. Mana saja sektor dan subsektor yang alami kontraksi terdalam, dicarikan stimulusnya dan harus kita buat dan tepat sasaran. Rancang juga skenario pemulihan," katanya Rabu (6/5).

Dari sisi permintaan, Jokowi mengatakan masalah sama juga terjadi. Itu tercermin dari laju inflasi April yang hanya 0,08 persen.

Jokowi mengatakan angka tersebut merupakan yang terendah dibandingkan Ramadan sebelum-sebelumnya. Tak hanya dari sisi inflasi, Jokowi mengatakan masalah sama juga bisa dilihat dari tingkat konsumsi rumah tangga.

Selasa, 05 Mei 2020

Viral Cerita Suami Ragukan Hasil Tes Corona Istri, Seberapa Akurat Rapid Test?

Di media sosial viral curhatan seorang suami bernama Erlangga Agusta tentang pengalaman istrinya saat melahirkan di tengah pandemi virus Corona. Kisah ini ia bagikan melalui akun Twitter pribadi miliknya @AnggaAgusta, Minggu (3/5/2020).
Sebelum melakukan proses persalinan, ia menceritakan bahwa istrinya dinyatakan positif COVID-19 setelah dilakukan tes corona dengan cara rapid test oleh pihak rumah sakit. Namun Erlangga merasa kurang yakin dengan hasil tes tersebut, sehingga ia meminta dokter untuk melakukan rapid test ulang, CT scan, dan tes swab kepada istrinya.

"Dokter kemudian menginfokan hasil rapid test istri positif COVID," tulis Erlangga dalam tweetnya.

"Jam 3 sore dokter dari tim COVID datang untuk visit dan cek kondisi istri. Dokter sudah mulai menggunakan APD lengkap dan gw masih coba jelasin kenapa gw ga yakin dengan hasil Rapid Test dan minta Test ulang," jelasnya.

Hingga akhirnya tak lama anaknya berhasil dilahirkan melalui operasi caesar, dokter pun memberitahu Erlangga bahwa hasil rapid test kedua milik istrinya adalah negatif COVID-19.

"Gw dipanggil dokter dan diinfokan hasil Rapid Test istri negatif. Gw jd makin yakin bahwa hasil Rapid Test kemarin salah," ujarnya.

Lantas sebenarnya seberapa akurat tes corona dengan cara rapid test?

Menurut Direktur Laboratorium Biologi Molekuler Eijkman, Prof Amin Soebandrio, tingkat sensitivitas rapid test dalam pengujian tes corona hanya 70-90 persen.

"Rapid test kan yang dites adalah antibodi dan jenisnya banyak sekali. Itu sensitivitas dan rangenya agak lebar, ada yang bisa sampai 90 persen dan ada juga yang cuma 70 persen," kata Prof Amin kepada detikcom, Senin (4/5/2020).

"Artinya dari sepuluh kasus positif, cuma tujuh yang bisa terdeteksi," lanjutnya.

Prof Amin juga menjelaskan kemungkinan yang terjadi apabila hasil rapid test awal dinyatakan reaktif (positif), dan yang kedua kalinya justru non-reaktif (negatif) adalah karena adanya kesalahan pada bahan kimia yang digunakan dalam alat uji tersebut.

"Mungkin karena bahan kimianya yang kurang baik sehingga siapa pun yang dites pakai itu bisa positif. Jadi tesnya itu memang ada kesalahan," ucapnya.

Karena itu menurutnya rapid test tidak bisa dilakukan hanya sekali. Sebab tingkat sensitivitasnya yang kurang dan berbeda dengan tes polymerase chain reaction (PCR) yang sudah terbukti akurat dalam mendeteksi virus Corona.

Kalau (hasilnya) reaktif harusnya dikonfirmasi dengan PCR itu wajib. Kalau yang tidak reaktif harus diulang beberapa hari kemudian, harusnya dites dengan alat yang sama," tuturnya.

Ilmuwan Teliti Kekuatan Doa pada Pasien Virus Corona

Di tengah pencarian obat dan vaksin yang efektif bagi pasien COVID-19, para peneliti terus mencari alternatif untuk memantu pasien cepat pulih dari sakit yang dialaminya. Salah satu studi bahkan berfokus pada kekuatan doa yang disebut mampu membantu meningkatkan peluang pasien pulih dari penyakit COVID-19.
Para peneliti di Kansas City Heart Rhythm Institute bertujuan untuk melihat efek dari "intervensi supernatural sejati". Tim telah mulai mengumpulkan data dari 1.000 pasien COVID-19 yang saat ini dalam perawatan intensif di rumah sakit New York.

Setengah pasien berdoa dalam berbagai agama yang diyakininya seperti Islam, Kristen, Hindu, Yahudi, dan Budha. Peneliti kemudian akan memantau perubahan dalam tingkat kesehatan mereka dalam empat bulan terakhir.

"Kita semua percaya pada sains, tapi kita juga percaya pada kekuatan iman," tutur ketua peneliti dan ahli jantung Dhanunjaya Lakkireddy dikutip dari Medical Daily.

"Jika ada kekuatan gaib, yang banyak dari kita percayai, akankan kekuatan doa dan intervensi ilahi mengubah hasilnya? Itu pertanyaan kami," lanjutnya.

Namun ia mengakui beberapa orang juga skeptis tentang kekuatan doa pada pasien COVID-19. Lakkireddy mengatakan bahkan istrinya sendiri, yang juga seorang dokter, menyatakan prihatin dengan penelitian ini.

"Tapi ini tidak menempatkan siapapun dalam bahaya. Sebuah keajaiban bisa terjadi. Selalu ada harapan, bukan?" tuturnya.

Lakkireddy mengatakan dia percaya "dalam kekuatan semua agama" untuk membantu menyelamatkan manusia dari pandemi COVID-19.