Rabu, 06 Mei 2020

Terpapar Parah Corona, New York Akan Mulai Dibuka Kembali

Gubernur New York Andrew Cuomo mengaku sedang mempersiapkan pembukaan kembali wilayahnya yang ditutup karena wabah virus corona.

Dia memperkirakan pembukaan paling cepat pada pertengahan Mei.

"Kami memiliki sekitar satu pekan lagi sebelum kami dapat membuka beberapa daerah di negara bagian itu," kata Cuomo dalam program "Cuomo Prime Time," di CNN, Rabu (6/5).

Kami memang melihat kondisi yang variasi di setiap wilayah. Jadi kami meresponsnya, karena ada fakta berbeda di bagian upstate dan downstate, kami tidak akan memaksa melakukannya."

Cuomo mengatakan pembukaan kembali akan didasarkan pada fakta dan data. Namun dia meyakini akan memperbanyak pengujian virus corona. "Kami memang perlu lebih banyak pengujian dan itu adalah masalah utama," katanya.

Selain pengetesan skala besar, juga harus dilakukan pelacakan kontak secara intens.

New York saat ini menjadi negara bagian di Amerika Serikat paling terpapar parah corona. Berdasarkan data statistik Worldometer, New York memiliki 330.139 kasus virus corona dan 25.204 kematian.

Jumlah kasus di New York itu bahkan lebih tinggi dari Spanyol dan Italia. Spanyol mencatatkan 250.561 kasus corona dan 25.613 kematian. Sementara Italia memiliki 213.013 kasus, dan 29.315 kematian.

Secara keseluruhan, di AS saat ini terdapat 1.237.633 kasus corona. Dari jumlah itu, 200.628 pasien sembuh, dan 72.271 meninggal.

Andrew Cuomo resmi menutup seluruh wilayah New York pada 22 Maret lalu. Warga diminta tetap di rumah.
 Ia memerintahkan bisnis yang tidak penting untuk ditutup dan melarang segala macam pertemuan.

Meski masih menemukan lonjakan kasus baru corona dan angka kematian, Presiden Donald Trump telah mengumumkan akan secara bertahap membuka kembali perekonomian dan melonggarkan kebijakan pembatasan pergerakan.

Trump Akui Kurangi Pembatasan Bisa Perbanyak Kematian Corona

Presiden Donald Trump mengakui kebijakannya melonggarkan pembatasan pergerakan seperti membuka kembali perekonomian bisa memicu lebih banyak kematian akibat virus corona (Covid-19) di Amerika Serikat.

"Mungkin akan ada beberapa (yang meninggal) karena Anda tidak akan terkunci di dalam apartemen, rumah, atau apa pun itu," kata Trump saat ditanya ABC News apakah pencabutan kebijakan pembatasan pergerakan bisa menyebabkan angka kematian akibat corona melonjak, Selasa (5/5).

"Apakah beberapa orang akan terinfeksi parah? Ya. Tapi kita harus membuat negara kita terbuka," ujarnya.

Pernyataan itu diutarakan Trump saat mengunjungi Pabrik Honeywell di Phoenix, Arizona. Di sana, Trump turut memuji para pekerja Honeywell lantaran masih giat bekerja dalam situasi seperti ini.

Para pekerja dan staf pabrik memakai masker wajah dan sarung tangan sesuai rekomendasi pemerintah AS demi mencegah penularan corona di tempat kerja. 

Kebijakan memakai masker bahkan ditulis secara jelas dalam aturan perusahaan. Salah satu papan besar bertuliskan "Tolong Pakai Masker Anda Setiap Saat."

Anehnya, Trump tidak mengenakan masker sama sekali dalam kunjungan tersebut. Trump memang sejak lama menganggap penggunaan masker tidak lah penting.

Namun, sejumlah pihak menyayangkan sikapnya itu lantaran gagal menekankan pentingnya menjaga keselamatan dan kesehatan di masa pandemi yang telah menginfeksi lebih dari 1,2 juta warga AS tersebut.

"Saya pikir mengenakan masker saat saya menyapa presiden, perdana menteri, diktator, raja, ratu, saya tidak tahu ya. Entah bagaimana saya merasa tidak cocok dengan itu (masker)," kata Trump pada April lalu seperti dilansir AFP.

Berdasarkan data statistik Worldometer per Rabu (6/5), AS tercatat memiliki 1.203.892 kasus corona dengan 71.043 kematian.

Meski masih menemukan lonjakan kasus corona baru dan angka kematian, Trump telah mengumumkan akan secara bertahap membuka kembali perekonomian dan melonggarkan kebijakan pembatasan pergerakan.

Puluhan negara bagian AS juga telah melonggarkan sebagian kebijakan pembatasan pergerakan dan membuka kembali aktivitas bisnis secara bertahap.

Salip Italia, Kematian Corona Inggris Tertinggi ke-2 di Dunia

Angka kematian pasien virus corona (Covid-19) di Inggris telah mencapai 32.313 orang berdasarkan data pemerintah yang dirilis pada Selasa (5/5).

Jumlah itu melampaui angka kematian corona di Italia sebanyak 29.315 orang dalam periode yang sama. 

Dengan begitu, setelah Amerika Serikat, dan pertama di Eropa.

Data angka kematian baru itu dirilis oleh Kantor Statistik Nasional Inggris (ONS) dan badan kesehatan regional. Statistik baru itu belum dimasukkan dalam angka harian pemerintah pusat yang saat ini masih mencatat 29.427 kematian.

Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mendesak agar tidak membanding-bandingkan data pemerintah dengan statistik internasional yang ada selama ini.

"Ada berbagai cara menghitung angka kematian. Kami sekarang menerbitkan data yang mencakup semua kematian di semua pengaturan dan tidak semua negara melakukan hal ini," ucap Raab dalam jumpa pers di Downing Street seperti dilansir AFP.

Ia juga mendesak agar tidak membandingkan data statistik seputar corona dengan negara lain. Sebab, menurutnya setiap negara memiliki mekanisme berbeda dalam menghitung jumlah kasus dan kematian corona.

"Bisakah Anda memastikan bahwa semua negara mengukur hal ini dengan cara yang sama? Dan itu juga tergantung pada seberapa baik dan terus terangnya negara-negara dalam membuat data statistik mereka," ucap Raab.

Raab menganggap jumlah kematian corona di Inggris  sebagai "tragedi besar" yang belum pernah terjadi sebelumnya.

ONS selalu memperbarui data kasus dan kematian corona secara rutin setiap hari dan teratur. Badan tersebut menghitung semua kematian.

Sebelumnya, sampai akhir April lalu, Kementerian Kesehatan Inggris hanya menghitung jumlah kematian berdasarkan pasien yang meninggal di rumah sakit dan telah dinyatakan positif Covid-19.

Sementara itu, ONS juga mencatat total sekitar 42.000 "kematian berlebih" atau yang belum terkonfirmasi selama lima pekan terakhir.

Ini menunjukkan jumlah kematian corona yang sebenarnya di Inggris mungkin jauh lebih tinggi.

Akhir pekan ini, Perdana Menteri Boris Johnson berencana memperbarui langkah-langkah negara untuk melindungi dan menghindari risiko wabah corona gelombang kedua.

Pemerintah meminta warga untuk bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan 'new normal' menyusul rencana negara menerapkan langkah lebih lanjut dalam penanganan corona.

Terpapar Parah Corona, New York Akan Mulai Dibuka Kembali

Gubernur New York Andrew Cuomo mengaku sedang mempersiapkan pembukaan kembali wilayahnya yang ditutup karena wabah virus corona.

Dia memperkirakan pembukaan paling cepat pada pertengahan Mei.

"Kami memiliki sekitar satu pekan lagi sebelum kami dapat membuka beberapa daerah di negara bagian itu," kata Cuomo dalam program "Cuomo Prime Time," di CNN, Rabu (6/5).

Kami memang melihat kondisi yang variasi di setiap wilayah. Jadi kami meresponsnya, karena ada fakta berbeda di bagian upstate dan downstate, kami tidak akan memaksa melakukannya."

Cuomo mengatakan pembukaan kembali akan didasarkan pada fakta dan data. Namun dia meyakini akan memperbanyak pengujian virus corona. "Kami memang perlu lebih banyak pengujian dan itu adalah masalah utama," katanya.

Selain pengetesan skala besar, juga harus dilakukan pelacakan kontak secara intens.

New York saat ini menjadi negara bagian di Amerika Serikat paling terpapar parah corona. Berdasarkan data statistik Worldometer, New York memiliki 330.139 kasus virus corona dan 25.204 kematian.