Mantan Presiden AS Barack Obama menyebut penanganan Virus Corona oleh Presiden Donald Trump sebagai "bencana dengan kekacauan yang mutlak". Hal itu, katanya, terjadi karena pola pikir picik di pemerintahan saat ini.
Dikutip dari AFP, dalam bocoran panggilan internetnya dengan mantan anggota pemerintahannya, pada Jumat (8/5) malam, Obama mengatakan pola pikir itu sudah menguasai pemerintahan Trump.
"Apa yang kita lawan dalam jangka panjang ini ialah sikap egois, kesukuan, terpecah belah, dan melihat orang lain sebagai musuh. Hal itu sudah menjadi dorongan yang lebih kuat dalam kehidupan Amerika," Obama mengatakan kepada mantan stafnya.
"Itu adalah bagian dari alasan mengapa respons terhadap krisis global ini (Covid-19) begitu lemah dan tidak teratur," imbuhnya.
"Itu akan menjadi buruk bahkan dengan pemerintahan yang terbaik sekalipun. Ini telah menjadi bencana yang sangat kacau ketika pola pikir itu, yakni 'apa untungnya bagi saya' dan 'apa peduli dengan orang lain', diterapkan oleh pemerintah kita," ujar Obama.
Dikutip dari AFP, per Sabtu (9/5), Amerika Serikat menjadi negara dengan jumlah kematian akibat Corona terbanyak yakni 77.280 dan nyaris 1,3 juta kasus positif. Ini diikuti oleh Inggris dengan 31.241 kasus kematian, Italia 30.201 kematian, Spanyol 26.478 kasus, dan Prancis 26.230 kematian.
Secara global, pandemi Virus Corona telah menewaskan 275.018 orang di seluruh dunia. Sebanyak 154.313 kematian atau 85 persen di antaranya terjadi di Eropa dan Amerika Serikat. Eropa juga menjadi benua yang paling banyak kasus positif Covid-19, yakni 1.699.566 kasus.
Sejumlah kalangan mengkritik Trump karena kebijakannya yang meragukan. Misalnya, menawarkan bantuan peralatan medis ke luar negeri saat di dalam negeri masih bergulat dengan kebutuhan peralatan itu.
Para pengkritik juga menyebut Trump meremehkan ancaman yang ditimbulkan oleh virus itu, dengan tidak menyiapkan alat uji dan dan peralatan medis lainnya sebelum kasus Corona mewabah di AS.
Tak ketinggalan, Trump belakangan ingin segera membuka negaranya untuk kegiatan perekonomian di saat kasus Corona masih tinggi. Selain itu, ia kerap menuding laboratorium di Wuhan, China, sebagai sumber Virus Corona, dan menyebut virus itu sebagai "chinese virus".
AS sendiri seharusnya menggelar Pilpres pada 2020. Obama diketahui mendukung pencalonan Joe Biden dan mengatakan akan sangat terlibat dalam kampanyenya melawan Trump yang merupakan petahana.
Angka Kematian Akibat Corona Tembus 277 Ribu Kasus di Dunia
Angka kematian akibat pandemi virus corona tembus 277.127 kasus di dunia, dengan total orang terinfeksi sebanyak 4.001.437 kasus di 195 negara.
Dari jumlah itu, menurut perhitungan resmi yang disusun AFP dari otoritas masing-masing negara setempat dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Minggu (10/5), sebanyak 1.312.900 orang dinyatakan pulih dari penyakit covid-19.
yakni 78.320 orang dari 1.305.544 kasus. Sementara, 198.993 orang terinfeksi dinyatakan sembuh.
Disusul oleh Inggris dengan angka kematian mencapai 31.587 orang dari total 215.260 kasus. Lalu, Italia sebanyak 30.395 kematian dengan jumlah 218.268 kasus.
Kemudian, Spanyol sebanyak 26.478 kematian dengan kasus terinfeksi corona 223.578 orang, dan Prancis mencatat 26.310 kematian dengan jumlah 176.658 kasus.
Secara total, Eropa mencatat 155.074 kematian dari jumlah orang terinfeksi 1.707.797 kasus. Diikuti AS, dan Kanada dengan angka kematian 82.528 orang dari 1.365.168 kasus.
Amerika Latin dan Karibia mencatat 18.679 kematian dengan kasus orang terinfeksi 341.790 kasus. Disusul oleh Asia, dengan angka kematian 10.367 orang dari 284.322 kasus.
kemudian, Timur Tengah memiliki 7.502 kematian dengan jumlah kasus 218.372 orang yang positif corona. Afrika mencatat 2.160 kematian dari 59.254 kasus terinfeksi, dan Oseania 125 kematian dari 8.261 kasus.
AFP menekankan kemungkinan koreksi data atau publikasi yang terlambat membuat angka yang diperbarui selama 24 jam terakhir menjadi tidak sama persis.
Perhitungan sumber tersebut kemungkinan hanya mencerminkan sebagian kecil dari jumlah yang sebenarnya terinfeksi covid-19. Terutama, karena banyak negara hanya menguji kasus yang paling serius.