Selasa, 12 Mei 2020

Jumlah Warga AS Meninggal Akibat Corona Capai 80 Ribu Orang

Jumlah kematian pasien virus corona (Covid-19) di Amerika Serikat mencapai 80.787 orang berdasarkan data statistik Worldometer per Senin (11/5).

Angka kematian itu meningkat ketika sebagian negara bagian AS terus melonggarkan serangkaian kebijakan pembatasan pergerakan dan membuka kembali kegiatan perekonomian.

Puluhan negara bagian di AS mulai melonggarkan kebijakan pembatasan sejak akhir April lalu setelah Presiden Donald Trump mengumumkan rencana pemulihan ekonomi dan pelonggaran kebijakan pembatasan secara bertahap.


Padahal, lonjakan kasus virus corona baru dan angka kematian masih ditemukan di Negeri Paman Sam.

Tanpa menyesuaikan dengan pedoman yang dianjurkan pemerintah federal, dikutip CNN, puluhan negara bagian itu mengklaim bahwa kebijakan pembukaan kembali wilayah mereka didasarkan oleh masukan dan data dari para ahli kesehatan dan medis.

Di sisi lainnya, sejumlah ahli dan pejabat kesehatan pemerintah federal memperingatkan tentang risiko lonjakan angka kematian jika pelonggaran kebijakan pembatasan dilakukan secara prematur.

Model penelitian Institute for Health Metrics and Evaluation the University of Washington (IHME) memprediksi lebih dari 137 ribu warga Amerika akan meninggal pada awal Agustus mendatang karena virus corona.

Direktur IHME, Dr. Christopher Murray, menuturkan lonjakan kematian itu sebagian besar disebabkan karena semakin banyak warga Amerika yang bebas bepergian di tengah pelonggaran pembatasan pergerakan secara bertahap.

"Lonjakan infeksi corona kemungkinan terus meningkat jika tidak ada pemeriksaan, pelacakan kontak, dan penerapan isolasi terhadap pasien positif dengan cepat dan perluasan penggunaan masker di tempat publik," kata Murray melalui pernyataan.

Berdasarkan data statistik Worldometer per hari ini, AS tercatat memiliki 1.367.638 kasus corona. Angka itu masih menjadikan AS sebagai negara dengan kasus virus corona tertinggi di dunia.

Selandia Baru Bersiap Longgarkan Lockdown Tahap Dua

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengumumkan linimasa (timeline) pencabutan penguncian wilayah (lockdown) seiring dengan melemahnya kasus baru virus corona. Beberapa batasan yang sebelumnya dilarang rencananya akan mulai dibuka kembali secara bertahap.

Ardern mengatakan mulai Kamis (14/5) restoran, mal, cafe, toko-toko, bioskop, dan taman bermain akan dibuka kembali. Selain itu, pemerintah juga mengizinkan warga berkumpul maksimal hingga 10 orang dan diizinkan bepergian ke daerah lain di Selandia Baru.

Pembukaan kali ini merupakan pelonggaran level dua dari sistem empat tingkat pembukaan lockdown di Selandia Baru.

Kendati aktivitas mulai diizinkan, Ardern menekankan akan tetap berhati-hati dalam membuat kebijakan. Perempuan berusia 39 tahun itu memperingatkan jika Selandia Baru belum dikatakan memenangkan 'perang' melawan corona.

"Upaya warga Selandia Baru telah membawa kami berada di kondisi saat ini di tengah sebagian besar negara berjuang menghadapi angka kematian akibat Covid," ujar Ardern dalam pidatonya, Senin (11/4) seperti mengutip AFP.

"Kami mungkin telah memenangkan beberapa pertempuran, tetapi kami belum memenangkan perang sehingga ada risiko yang tetap harus diwaspadai," ujarnya menambahkan.

AS-China Makin Gencar Unjuk Gigi di Laut China Selatan

 Amerika Serikat dan China semakin gencar saling unjuk kekuatan militer di Laut China Selatan yang menjadi sengketa pada tahun ini, meski tengah berada dalam situasi pandemi virus corona.

Seperti dilansir Sputnik News, Senin (11/5), hingga Mei 2020, angkatan bersenjata AS dilaporkan sudah mengutus 39 kali penerbangan yang melintas sangat dekat dengan perbatasan China. Pesawat-pesawat AS itu terbang menuju kawasan Laut China Timur dan Selatan, mendekati Hong Kong, dan Selat Taiwan.

Selat Taiwan memisahkan daratan China dengan pulau yang mempunyai pemerintahan mandiri tersebut. Namun, China mengklaim bahwa Taiwan adalah bagian dari negaranya.


Kapal perang AS juga sudah berlayar melintasi wilayah yang menjadi sengketa di Laut China Selatan sejak awal 2020. Mereka beralasan kegiatan itu dilakukan dalam rangka operasi kebebasan navigasi.

Sedangkan China saat ini sudah mengerahkan dua kapal induk dan sejumlah kapal perang untuk berpatroli di Laut China Selatan.

"Pasukan kami berlayar dan terbang di perairan internasional di Laut China Selatan dengan diskresi dan sesuai ketentuan maritim dan hukum internasional, serta memperlihatkan seluruh kemampuan angkatan laut di kawasan Indo-Pasifik," kata Komandan Armada Ekspedisi Tempur Ke-7 Angkatan Laut AS, Fred Karcher.

Menteri Pertahanan AS, Mark Esper, mengatakan operasi militer mereka di Laut China Selatan bertujuan untuk mempertahankan tingkat perkiraan strategis, sekaligus mengumpulkan prediksi tentang China.

China tentu tidak tinggal diam melihat gelagat AS. Angkatan Udara China beberapa kali mengutus pesawat untuk terbang melintasi kawasan yang menjadi sengketa dengan Taiwan.

Salah satu kapal induk Angkatan Laut China, Liaoning, bahkan sempat berlayar melewati selat Taiwan. Hal itu membuat Taiwan segera mengutus jet tempur untuk mengawasi gerak-gerik kapal induk China tersebut.

China mengklaim sebagai pemilik Laut China Selatan, dengan menetapkan sembilan garis imajiner di peta. Akibatnya adalah hal itu ditentang oleh Filipina, Indonesia, Malaysia dan Vietnam.

Guna mempertahankan klaim tersebut, China bahkan melakukan reklamasi untuk membangun pangkalan militer di Laut China Selatan.

AS berulang kali mengecam upaya China tersebut dengan mengutus kapal perang. China menganggap tindakan itu sebagai provokasi.

Meski tidak mempunyai kepentingan langsung di Laut China Selatan, sikap AS tersebut memperlihatkan mereka berusaha memperkuat pengaruh politik di kawasan Asia dan Asia Tenggara dari ekspansi China. 

Jumlah Warga AS Meninggal Akibat Corona Capai 80 Ribu Orang

Jumlah kematian pasien virus corona (Covid-19) di Amerika Serikat mencapai 80.787 orang berdasarkan data statistik Worldometer per Senin (11/5).

Angka kematian itu meningkat ketika sebagian negara bagian AS terus melonggarkan serangkaian kebijakan pembatasan pergerakan dan membuka kembali kegiatan perekonomian.

Puluhan negara bagian di AS mulai melonggarkan kebijakan pembatasan sejak akhir April lalu setelah Presiden Donald Trump mengumumkan rencana pemulihan ekonomi dan pelonggaran kebijakan pembatasan secara bertahap.


Padahal, lonjakan kasus virus corona baru dan angka kematian masih ditemukan di Negeri Paman Sam.

Tanpa menyesuaikan dengan pedoman yang dianjurkan pemerintah federal, dikutip CNN, puluhan negara bagian itu mengklaim bahwa kebijakan pembukaan kembali wilayah mereka didasarkan oleh masukan dan data dari para ahli kesehatan dan medis.

Di sisi lainnya, sejumlah ahli dan pejabat kesehatan pemerintah federal memperingatkan tentang risiko lonjakan angka kematian jika pelonggaran kebijakan pembatasan dilakukan secara prematur.

Model penelitian Institute for Health Metrics and Evaluation the University of Washington (IHME) memprediksi lebih dari 137 ribu warga Amerika akan meninggal pada awal Agustus mendatang karena virus corona.