Rabu, 13 Mei 2020

WHO Sebut Ada Sekitar 8 Teratas Kandidat Vaksin Corona

- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan timnya tengah mempercepat kerja untuk menghasilkan vaksin Covid-19. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan percepatan sedang diupayakan melalui dana penelitian tambahan untuk misi pengembangan vaksin virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) ini.

Ia mengatakan setidaknya ada sekitar tujuh atau delapan teratas calon vaksin virus corona penyebab Covid-19. Hanya saja Tedros enggan merinci.

"Kami memiliki kandidat yang baik sekarang. Yang teratas, sekitar tujuh, delapan. Tetapi kami memiliki lebih dari 100 kandidat," kata Tedros seperti dikutip The Times of Israel.

Sebelumnya dua bulan lalu dalam sebuah video di UN Economic and Social Council, Tedros pernah mengatakan perlu waktu 12 hingga 18 bulan untuk mendapatkan vaksin. Tapi ia mengupayakan percepatan dengan bantuan dana sekitar 7,4 miliar Euro yang dijanjikan para pemimpin dari 40 negara, organisasi dan bank guna kepentingan penelitian, pengobatan dan pengujian.

Kata dia jumlah dana itu tak akan cukup dan dana tambahan masih diperlukan untuk mempercepat pengembangan vaksin. Tapi yang lebih penting lagi, menurut Tedros adalah memastikan bahwa vaksin kelak dapat menjangkau semua orang dan tak satupun yang tertinggal.

"Kami fokus pada beberapa kandidat yang kami miliki, yang dapat membawa hasil yang mungkin bisa lebih baik. Dan kami mempercepat kandidat yang menunjukkan potensi lebih baik," tutur dia lagi.

Sejak Januari menurut Tedros, WHO telah bekerja sama dengan ribuan peneliti di seluruh dunia untuk mempercepat dan melacak pengembangan vaksin virus corona. Mulai dari pengembangan model hewan hingga desain uji klinis.

Tedros menambahkan, ada pula konsorsium lebih dari 400 ilmuwan yang terlibat dalam pengembangan dan diagnosa vaksin. Ia pun menekankan bahwa Covid-19 adalah penyakit yang, "sangat menular dan membunuh".

Pandemi ini, kata Tedros, memberikan banyak pelajaran yang menyakitkan bagi semua pihak. Terutama soal pentingnya kekuatan sistem kesehatan nasional dan regional. Hingga Rabu (13/5) berdasar data Johns Hopkins University, secara global ada lebih 4,2 juta orang terinfeksi dan 291 ribu lebih orang meninggal dunia.

"Namun tren saat ini, lebih dari 5 miliar orang tidak akan bisa mengakses layanan penting ini--kemampuan untuk melihat pekerja kesehatan, akses terhadap obat-obatan penting, dan perairan yang baik di rumah sakit--hingga 2030," ucap Tedros.

Ada Orang Terkaya Hong Kong di Balik Zoom

Seiring popularitas Zoom yang makin melesat, berbagai hal di balik aplikasi ini semakin menarik diperbincangkan. Salah satunya, ada konglomerat asal Hong Kong Li Ka-Shing di balik Zoom.
Orang terkaya Hong Kong ini merupakan investor awal di Zoom Video Communications Inc., dan tercatat memiliki sekitar 8,6% saham perusahaan yang berkantor pusat di San Jose, California, Amerika Serikat tersebut.

Dikutip dari Deal Street Asia, nilai saham Li Ka-Shing melonjak 80% tahun ini menjadi USD 3 miliar. Ini adalah satu-satunya kepemilikan publik yang dilacak Bloomberg Billionaires Index dalam mencatat adanya kenaikan.

Namun secara kekayaannya secara keseluruhan turun sekitar USD 4,6 miliar menjadi USD 25,7 miliar di tahun ini, setelah Hong Kong dilanda gelombang protes dan pandemi virus corona.

Pria berusia 91 tahun ini memiliki Zoom melalui tiga kendaraan investasi. Pertama, melalui Horizons Ventures yang mengelola investasi ventura. Kedua, memimpin putaran pendanaan Seri B senilai USD 6,5 juta di perusahaan konferensi video pada 2013, dan yang terakhir adalah berpartisipasi dalam putaran Seri C senilai USD 30 juta dalam dua tahun berikutnya.

Taruhannya bernilai sekitar USD 850 juta ketika Zoom mulai diperdagangkan secara publik di AS pada April 2019. Tercatat nilai pasar Zoom naik lebih dari tiga kali lipat sejak penawaran umum perdana.

Sejumlah perusahaan milik Li Ka-Shing juga membantu meningkatkan basis pengguna Zoom. Misalnya 3 Hong Kong yang merupakan kepanjangan tangan dari layanan telekomunikasi Hutchison Telecommunications miliknya, mendonasikan backpack yang di dalamnya termasuk paket Zoom Classrooms gratis untuk ratusan sekolah di Hong Kong.

Seperti diketahui, aplikasi video conference ini menjadi perangkat penting bagi jutaan orang yang terpaksa harus berkegiatan dari rumah selama masa pandemi COVID-19.

Hal ini berdampak pada harga saham Zoom yang melonjak seiring semakin banyak orang menggunakannya untuk berkomunikasi, bekerja, belajar, bahkan beribadah dari rumah.

Selasa, 12 Mei 2020

Hong Kong Bergolak Lagi, 200 Demonstran Ditangkap

Kepolisian Hong Kong menangkap lebih dari 200 demonstran yang berunjuk rasa pada Minggu malam (10/5) pekan lalu, di tengah kondisi wabah virus corona.

Seperti dilansir Associated Press, Senin (11/5), kepolisian Hong Kong menangkap para demonstran pada tengah malam setelah membubarkan massa tetap berunjuk rasa setelah berulang kali diberi peringatan.

Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan dan membangun penghalang untuk memblokir jalan di distrik Mongkok.


Surat kabar Apple Daily mengatakan lebih dari 200 orang ditangkap pada Minggu malam. Sementara surat kabar South China Morning Post memperkirakan lebih dari 250 orang ditahan.

Keduanya mengutip sumber anonim. Kepolisian Hong Kong kemungkinan akan terlebih dulu informasi tentang penangkapan dan diperkirakan akan merilis data pada malam ini waktu setempat.

Aksi unjuk rasa pada malam hari itu mengikuti beberapa protes di sejumlah pusat perbelanjaan di Hong Kong. Para pengunjuk rasa masih menuntut aspirasi yang sama, yakni jaminan praktik demokrasi di pemerintahan Hong Kong dan penyelidikan atas dugaan kebrutalan polisi dalam menangani demonstrasi.

Baru-baru ini pemerintah Hong Kong memutuskan mengizinkan pertemuan publik hingga delapan orang, naik dari sebelumnya hanya empat orang, untuk mencegah penyebaran virus corona.

Protes tersebut dipicu oleh RUU ekstradisi, yang sudah dibatalkan, yang memungkinkan tersangka tindak kejahatan dikirim ke daratan China untuk diadili.

Sistem peradilan China dinilai lebih suram daripada Hong Kong dan tidak menjamin hak yang sama terhadap terdakwa.

Tahun lalu, ratusan ribu orang berdemonstrasi di Hong Kong. Sepanjang 2019, Hong Kong terus bergejolak, dan aksi demo kerap berujung bentrok dengan polisi atau kelompok masyarakat yang dinilai pro China.

Dalam bentrokan tersebut, pengunjuk rasa melemparkan bom molotov, yang dibalas polisi dengan menyemprotkan gas air mata dan menembakkan peluru karet.

Gerakan pro-demokrasi itu sempat membuat Hong Kong lumpuh, dan bahkan membuat anjlok kondisi perekonomian setempat. Aksi itu terhenti akibat wabah virus corona.

Meski begitu, seiring tren kasus yang menurun, diperkirakan demonstran akan kembali menyuarakan tuntutan mereka dan Hong Kong bisa kembali bergejolak.

Gejala Sakit Misterius Anak AS yang Dikaitkan dengan Corona

Sebuah gejala misterius yang memengaruhi anak-anak dan bisa dikaitkan dengan virus corona membuat pejabat New York khawatir dan mencari jawaban ketika infeksi meningkat.

Pada Sabtu (9/5), Gubernur New York Andrew Cuomo melaporkan kematian tiga orang anak akibat inflamasi di New York, AS. Dokter yang merawat puluhan anak di rumah sakit menyebutnya sebagai pediatric multisystem inflammatory syndrome (sindrom inflamasi multisistem pediatrik). Otoritas kesehatan setempat pun meyakini kasus ini berhubungan dengan virus corona.

Komisioner Kesehatan New York dan pediatrik kardiologis Howard Zucker meminta orang tua untuk memperhatikan beberapa gejala yang dikaitkan dengan virus corona ini pada anak.


"Jika anak mengalami mual, muntah, diare, pucat, warna wajah berubah, warna bibir, dan jari-jari berubah, nyeri dada, maka orang tua harus memanggil dokter," ucapnya dikutip dari ABC7 NY.

Anak-anak dinyatakan positif COVID-19 atau antibodi tetapi tidak menunjukkan gejala umum virus ketika mereka dirawat di rumah sakit.

COVID-19 biasanya menyebabkan penyakit pernafasan pada pasien positif sementara sindrom ini muncul sebagai peradangan pembuluh darah, dan kadang-kadang peradangan jantung. 

Gejala sindrom misterius ini, kata Cuomo, tidak merujuk pada virus corona malah mirip dengan penyakit Kawasaki dan toxic shock syndrome.

Penyakit Kawasaki mengakibatkan inflamasi atau peradangan pada dinding arteri dan bisa membatasi aliran darah ke jantung. Tubuh pun demam selama lebih dari 5 hari, jaringan leher bengkak, bibir pecah, kaki dan tangan bengkak juga kemerahan pada mata.

Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak di bawah usia 5 tahun.

Sedangkan toxic shock syndrome timbul akibat racun dari jenis bakteri Staphylococcus. Gejalanya termasuk demam, syok dan masalah pada sejumlah organ tubuh.

Dokter spesialis anak Glenn Budnick berkata perbedaan gejala bisa dikaitkan dengan sindrom multisistem pediatrik yang merupakan fase kedua dari Covid-19.

"Sistem kekebalan tubuh Anda bereaksi berlebihan terhadap virus, dan karena ini adalah penyakit radang, reaksi berlebihan dapat mengakibatkan penyakit seperti Kawasaki," jelasnya dikutip dari CNN.