Kepolisian Hong Kong menangkap lebih dari 200 demonstran yang berunjuk rasa pada Minggu malam (10/5) pekan lalu, di tengah kondisi wabah virus corona.
Seperti dilansir Associated Press, Senin (11/5), kepolisian Hong Kong menangkap para demonstran pada tengah malam setelah membubarkan massa tetap berunjuk rasa setelah berulang kali diberi peringatan.
Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan dan membangun penghalang untuk memblokir jalan di distrik Mongkok.
Surat kabar Apple Daily mengatakan lebih dari 200 orang ditangkap pada Minggu malam. Sementara surat kabar South China Morning Post memperkirakan lebih dari 250 orang ditahan.
Keduanya mengutip sumber anonim. Kepolisian Hong Kong kemungkinan akan terlebih dulu informasi tentang penangkapan dan diperkirakan akan merilis data pada malam ini waktu setempat.
Aksi unjuk rasa pada malam hari itu mengikuti beberapa protes di sejumlah pusat perbelanjaan di Hong Kong. Para pengunjuk rasa masih menuntut aspirasi yang sama, yakni jaminan praktik demokrasi di pemerintahan Hong Kong dan penyelidikan atas dugaan kebrutalan polisi dalam menangani demonstrasi.
Baru-baru ini pemerintah Hong Kong memutuskan mengizinkan pertemuan publik hingga delapan orang, naik dari sebelumnya hanya empat orang, untuk mencegah penyebaran virus corona.
Protes tersebut dipicu oleh RUU ekstradisi, yang sudah dibatalkan, yang memungkinkan tersangka tindak kejahatan dikirim ke daratan China untuk diadili.
Sistem peradilan China dinilai lebih suram daripada Hong Kong dan tidak menjamin hak yang sama terhadap terdakwa.
Tahun lalu, ratusan ribu orang berdemonstrasi di Hong Kong. Sepanjang 2019, Hong Kong terus bergejolak, dan aksi demo kerap berujung bentrok dengan polisi atau kelompok masyarakat yang dinilai pro China.
Dalam bentrokan tersebut, pengunjuk rasa melemparkan bom molotov, yang dibalas polisi dengan menyemprotkan gas air mata dan menembakkan peluru karet.
Gerakan pro-demokrasi itu sempat membuat Hong Kong lumpuh, dan bahkan membuat anjlok kondisi perekonomian setempat. Aksi itu terhenti akibat wabah virus corona.
Meski begitu, seiring tren kasus yang menurun, diperkirakan demonstran akan kembali menyuarakan tuntutan mereka dan Hong Kong bisa kembali bergejolak.
Gejala Sakit Misterius Anak AS yang Dikaitkan dengan Corona
Sebuah gejala misterius yang memengaruhi anak-anak dan bisa dikaitkan dengan virus corona membuat pejabat New York khawatir dan mencari jawaban ketika infeksi meningkat.
Pada Sabtu (9/5), Gubernur New York Andrew Cuomo melaporkan kematian tiga orang anak akibat inflamasi di New York, AS. Dokter yang merawat puluhan anak di rumah sakit menyebutnya sebagai pediatric multisystem inflammatory syndrome (sindrom inflamasi multisistem pediatrik). Otoritas kesehatan setempat pun meyakini kasus ini berhubungan dengan virus corona.
Komisioner Kesehatan New York dan pediatrik kardiologis Howard Zucker meminta orang tua untuk memperhatikan beberapa gejala yang dikaitkan dengan virus corona ini pada anak.
"Jika anak mengalami mual, muntah, diare, pucat, warna wajah berubah, warna bibir, dan jari-jari berubah, nyeri dada, maka orang tua harus memanggil dokter," ucapnya dikutip dari ABC7 NY.
Anak-anak dinyatakan positif COVID-19 atau antibodi tetapi tidak menunjukkan gejala umum virus ketika mereka dirawat di rumah sakit.
COVID-19 biasanya menyebabkan penyakit pernafasan pada pasien positif sementara sindrom ini muncul sebagai peradangan pembuluh darah, dan kadang-kadang peradangan jantung.
Gejala sindrom misterius ini, kata Cuomo, tidak merujuk pada virus corona malah mirip dengan penyakit Kawasaki dan toxic shock syndrome.
Penyakit Kawasaki mengakibatkan inflamasi atau peradangan pada dinding arteri dan bisa membatasi aliran darah ke jantung. Tubuh pun demam selama lebih dari 5 hari, jaringan leher bengkak, bibir pecah, kaki dan tangan bengkak juga kemerahan pada mata.
Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak di bawah usia 5 tahun.
Sedangkan toxic shock syndrome timbul akibat racun dari jenis bakteri Staphylococcus. Gejalanya termasuk demam, syok dan masalah pada sejumlah organ tubuh.
Dokter spesialis anak Glenn Budnick berkata perbedaan gejala bisa dikaitkan dengan sindrom multisistem pediatrik yang merupakan fase kedua dari Covid-19.
"Sistem kekebalan tubuh Anda bereaksi berlebihan terhadap virus, dan karena ini adalah penyakit radang, reaksi berlebihan dapat mengakibatkan penyakit seperti Kawasaki," jelasnya dikutip dari CNN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar