Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengatakan sempat merasa frustasi dengan sikap Kementerian Kesehatan dalam penanganan virus corona.
Hal tersebut dia sampaikan dalam wawancara daring dengan jurnalis James Massola dari surat kabar Australia, The Sydney Morning Herald, pada 6 Mei lalu.
Seperti dikutip dari rekaman yang diunggah melalui akun Pemprov DKI Jakarta di Youtube, Senin (11/5), Anies mengatakan justru dia yang harus mendorong Kemenkes segera menetapkan kebijakan untuk menahan penyebaran virus corona.
"Kami lebih frustasi dengan Kementerian Kesehatan karena kami yang harus mendorong mereka untuk menerapkan kebijakan seperti membatasi pergerakan penduduk di kota," kata Anies.
Menurut Anies, perbedaan sikap antara dia dan pemerintah pusat dalam penanganan virus corona adalah soal perbedaan pandangan teknokrat dan bukan persoalan politik.
"Kami memutuskan lebih baik berterus terang kepada masyarakat mengenai apa yang terjadi dan tindakan yang kami perbuat supaya mereka merasa aman," ujar Anies.
"Sedangkan Kementerian Kesehatan berpikir sebaliknya. Berterus terang akan membuat panik. Ini bukan persoalan politik, tapi perbedaan antara sikap pemerintah Jakarta dan Kementerian Kesehatan," tambah Anies.
Dalam wawancara itu, Anies menyebut jika kasus Pneumonia Wuhan jumlahnya terus meningkat pada Januari dan Februari. Kemudian ia segera memutuskan agar seluruh jajarannya bersiap menghadapi virus corona.
"Dan ketika jumlahnya terus bertambah, saat itu kami tidak diizinkan untuk melaksanakan tes. Jadi, ketika ada kasus baru, kami mengirim sampel ke laboratorium nasional (pemerintah pusat)," kata Anies dalam wawancara itu.
"Kemudian, laboratorium nasional akan menginformasikan apakah hasilnya positif atau negatif. Pada akhir Februari, kami bertanya-tanya, kenapa seluruh hasil tesnya negatif," lanjutnya.
Anies kemudian memutuskan untuk menyampaikan kepada publik dan mengatakan bahwa pihaknya telah memantau sejumlah kasus tersebut. Namun, saat itu Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyangkal ucapan Anies.
Padahal, sepanjang Januari hingga Februari, Menteri Terawan berulang kali menyangkal bahwa Indonesia memiliki kasus virus corona, meskipun banyak bukti yang bertentangan.
Sementara itu, seiring berjalannya waktu, Presiden Jokowi akhirnya mengakui pemerintah menahan informasi terkait virus corona untuk menghindari kepanikan di tengah masyarakat.
Hong Kong Bergolak Lagi, 200 Demonstran Ditangkap
Kepolisian Hong Kong menangkap lebih dari 200 demonstran yang berunjuk rasa pada Minggu malam (10/5) pekan lalu, di tengah kondisi wabah virus corona.
Seperti dilansir Associated Press, Senin (11/5), kepolisian Hong Kong menangkap para demonstran pada tengah malam setelah membubarkan massa tetap berunjuk rasa setelah berulang kali diberi peringatan.
Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan dan membangun penghalang untuk memblokir jalan di distrik Mongkok.
Surat kabar Apple Daily mengatakan lebih dari 200 orang ditangkap pada Minggu malam. Sementara surat kabar South China Morning Post memperkirakan lebih dari 250 orang ditahan.
Keduanya mengutip sumber anonim. Kepolisian Hong Kong kemungkinan akan terlebih dulu informasi tentang penangkapan dan diperkirakan akan merilis data pada malam ini waktu setempat.
Aksi unjuk rasa pada malam hari itu mengikuti beberapa protes di sejumlah pusat perbelanjaan di Hong Kong. Para pengunjuk rasa masih menuntut aspirasi yang sama, yakni jaminan praktik demokrasi di pemerintahan Hong Kong dan penyelidikan atas dugaan kebrutalan polisi dalam menangani demonstrasi.
Baru-baru ini pemerintah Hong Kong memutuskan mengizinkan pertemuan publik hingga delapan orang, naik dari sebelumnya hanya empat orang, untuk mencegah penyebaran virus corona.
Protes tersebut dipicu oleh RUU ekstradisi, yang sudah dibatalkan, yang memungkinkan tersangka tindak kejahatan dikirim ke daratan China untuk diadili.
Sistem peradilan China dinilai lebih suram daripada Hong Kong dan tidak menjamin hak yang sama terhadap terdakwa.
Tahun lalu, ratusan ribu orang berdemonstrasi di Hong Kong. Sepanjang 2019, Hong Kong terus bergejolak, dan aksi demo kerap berujung bentrok dengan polisi atau kelompok masyarakat yang dinilai pro China.
Dalam bentrokan tersebut, pengunjuk rasa melemparkan bom molotov, yang dibalas polisi dengan menyemprotkan gas air mata dan menembakkan peluru karet.
Gerakan pro-demokrasi itu sempat membuat Hong Kong lumpuh, dan bahkan membuat anjlok kondisi perekonomian setempat. Aksi itu terhenti akibat wabah virus corona.
Meski begitu, seiring tren kasus yang menurun, diperkirakan demonstran akan kembali menyuarakan tuntutan mereka dan Hong Kong bisa kembali bergejolak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar