Kamis, 28 Mei 2020

Studi Temukan Jejak Virus Corona di ASI, WHO Tetap Anjurkan Ibu Menyusui

Sebuah penelitian dalam jurnal The Lancet menunjukkan bahwa virus Corona COVID-19 ditemukan pada air susu ibu (ASI). Hal ini diketahui lewat penelitian yang dilakukan pada dua orang ibu yang terinfeksi SARS-CoV-2. Dari keduanya diambil sampel ASI dengan pompa dan disimpan di wadah steril.
Setelah melewati berbagai langkah penelitian, sampel dari ibu ke-1 dinyatakan negatif pada hari ke-12. Sedangkan pada ibu ke-2, RNA SARS-CoV-2 terdeteksi di dalam ASI pada hari ke-10, baik dari payudara kiri maupun kanan.

Sejak hari ke-10, para peneliti rutin mendeteksi virus dalam ASI ibu ke-2. Setelah dipelajari, RNA virus pada ASI muncul bersamaan dengan gejala COVID-19 ringan.

Setelah gejala COVID-19 muncul, ibu ke-2 langsung mengikuti tindakan keamanan untuk mencegah penularan. Misalnya seperti memakai masker, cuci tangan, desinfeksi payudara, hingga sterilisasi pompa susu.

Apa ini artinya anak bisa tertular virus lewat proses menyusui?

Menurut laporan dalam jurnal The Lancet ini belum bisa diketahui pasti. Alasannya karena sampel yang menunjukkan adanya virus di dalam ASI masih sangat minim untuk dijadikan acuan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun mengatakan penularan COVID-19 melalui ASI atau menyusui langsung belum bisa dibuktikan secara pasti. Ini karena sampai sekarang pun belum ada bukti penelitian yang membuktikan bahwa penularan bisa melalui jalur ini.

Menurut WHO wanita tetap harus terus menyusui anaknya bahkan selama pandemi berlangsung. Manfaat yang bisa didapatkan melebihi potensi risiko penularan penyakit ini.

WHO Minta Setop, RI Masih Akan Pakai Klorokuin untuk Obati Corona

 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dilaporkan meminta Indonesia berhenti menggunakan obat klorokuin dan hidroklorokuin pada pasien Corona. Alasannya karena bukti studi menunjukkan obat yang biasa dipakai untuk penyakit malaria tersebut tidak bermanfaat pada kasus infeksi COVID-19, malah meningkatkan risiko kematian.
"Kelompok Eksekutif telah memutuskan menghentikan sementara penggunaan hidrokolorokuin dalam Solidarity Trial sementara data dianalisa oleh Dewan Pengawas Keamanan Data," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Solidarity Trial adalah nama program yang dikelola WHO untuk mempercepat pengembangan obat dan vaksin virus Corona COVID-19. Negara yang bergabung dalam program tersebut saling berbagi data eksperimen yang dilakukan.

Tapi kita kan masih perlu meneliti data kita sendiri. Karena data yang di jurnal itu kan data orang luar. Kita lihat apakah Indonesia seperti itu? Kalau di Indonesia bermanfaat ya kita terus aja.
dr Erlina Burhan, SpP(K) - RS Persahabatan
Spesialis paru-paru dr Erlina Burhan, SpP(K), MSc, dari RSUP Persahabatan menjelaskan saat ini klorokuin memang tidak lagi digunakan pada pasien Corona yang terlibat dalam program Solidarity Trial di Indonesia. Namun, dokter masih memakai klorokuin untuk pasien Corona lain.

Menurut dr Erlina alasannya karena para ahli di Indonesia juga menjalankan studi sendiri. Sejauh ini klorokuin disebut bisa membantu kesembuhan para pasien.

"WHO itu berdasarkan jurnal Lancet yang katanya hidroklorokuin tidak bermanfaat," kata dr Erlina pada detikcom, Kamis (28/5/2020).

"Tapi kita kan masih perlu meneliti data kita sendiri. Karena data yang di jurnal itu kan data orang luar. Kita lihat apakah Indonesia seperti itu? Kalau di Indonesia bermanfaat ya kita terus aja," lanjutnya.

dr Erlina menjelaskan ada perbedaan metode pemberian obat yang dilakukan pada pasien di Solidarity Trial dengan pasien Corona lain. Dalam laporan di The Lancet obat cenderung diberikan dengan dosis tinggi dan jangka waktu relatif panjang, sementara pasien Corona lainnya di Indonesia diberi obat dalam dosis rendah selama lima hari.

"Jadi kita sampai saat ini masih memakai untuk pasien biasa. Tapi pasien penelitiannya WHO ya kita enggak pakai," pungkasnya.
http://cinemamovie28.com/shoukoku-no-altair-episode-20/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar