Jumat, 15 Mei 2020

Ibarat Perang Lawan Corona, Prajurit di Garda Depan Butuh Update Data

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Tengah mendesak pemerintah memberikan data update dan terperinci terkait virus corona covid-19. Hal itu penting untuk menentukan langkah yang diambil untuk penanganan.
Ketua IDI Jateng, Joko Handojo mengatakan ada beberapa hal yang diserukan IDI Jateng yaitu pertama mengimbau masyarakat agar memenuhi pedoman dan petunjuk dengan disiplin tinggi agar penyebaran Covid-19 terputus.

"Kami mohon kepada masyarakat benar-benar disiplin, tetap di rumah. Ini untuk memotong persebaran jadi ODP (Orang dalam Pemantauan) dan PDP (Pasien dalam Pengawasan) bisa ditekan jumlahnya dan bisa segera akhiri bencana ini," kata Joko, Kamis (26/3/2020).

Kemudian Joko menyebutkan satgas Covid-19 IDI Jateng dan cabang di Jateng juga bersiap menghadapi penyakit infeksi lainnya seperti TBC, Demam Berdarah Dengue, hepatitis, dan lainnya.

"Ketiga, mobilisasi dokter, perlu penambahan dokter dan antisipasi jika dokter yang menangani jadi ODP atau PDP, garda terdepannya adalah dokter," ujarnya.

Hal lainnya yaitu soal mobilisasi logistik, kemudian keterbukaan data, lalu usul agar pemeriksaan untuk diagnostik menggunakan PCR bisa dilakukan di Jateng dengan menyediakan praimer.

"Mengusulkan, menunjuk rumah sakit fokus dan merencanakan dengan berkelanjutan sesuai ekskalasi yang berkembang," ujarnya.

Terkait permintaan data update pasien corona, Joko mengumpamakan saat ini adalah medan perang dengan dokter sebagai prajuritnya, maka butuh data lengkap agar mudah penanganan mulai dari mudah memantau ODP dan sebagainya.

"Karena seperti menghadapi perang maka diperlukan data lawan sehingga diperlukan hingga untuk menentukan langkah yang sesuai," katanya.

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI Jateng, Djoko Widyarto menambahkan memang ada aturan di mana detail pasien tidak boleh diungkap, namun untuk tenaga medis itu penting apalagi terkait penanganan wabah sesuai dengan PP nomor 40 tahun 1991 tentang wabah.

"Dalam situasi wabah ada kewajiban memberitahu siapa yang sakit, terutama untuk petugas. Dalam PP nomor 40 tahun 1991 tentang penanganan wabah juga meliputi penanggulangan, ada penyelidikan epidemologi, jadi perlu untuk tenaga kesehatan," jelasnya.

Tidak hanya soal data yang diberikan ke tenaga medis, tapi Djoko juga berharap keterbukaan dari masyarakat dengan pengakuan sehingga tracing bisa cepat dilakukan.

Wakil Ketua I IDI Jateng, Purwanto Adhipireno menjelaskan masyarakat memang tidak mengetahui detil soal medis sehingga banyak hal yang tidak jelas beredar di masyarakat bahkan info-info tidak benar soal corona.

"Masyarakat harusnya di tingkat promotif dan preventif, ternyata ada yang ingin dagnostik. Kemudan dishare sehingga orang makin bingung dan kacau," katanya.

IDI pun setuju jika masyarakat diberikan data terkait daerah mana yang memiliki kasus positif corona. Tidak perlu sampai menyebut data pasien namun cukup kelurahan atau kecamatan yang masuk zona merah.

"Menurut hemat saya data itu penting, seyogyanya (data lengkap) tidak dibuka ke publik. Untuk peta saja tidak masalah," kata Ketua IDI Semarang, Elang Sumambar.

Kamis, 14 Mei 2020

Australia Uji Vaksin TB ke 4 Ribu Tenaga Medis untuk Tangkal Corona

Peneliti Australia bergerak cepat untuk uji coba skala besar melihat apakah vaksin yang digunakan selama beberapa dekade untuk mencegah tuberkulosis atau TB dapat digunakan sebagai vaksin virus corona sehingga bisa melindungi petugas medis.
Mengutip Reuters, kurang lebih 4,000 tenaga kesehatan berpartisipasi dalam uji coba vaksin TB yang akan dimulai pekan depan. Vaksin bacillus Calmette-Guérin, atau BCG, untuk penyakit TBC dinilai oleh beberapa ahli mampu memerangi virus corona karena kemampuannya memperkuat sistem kekebalan tubuh.

"Meskipun awalnya dikembangkan melawan TBC, dan masih diberikan kepada lebih dari 130 juta bayi setiap tahun untuk tujuan itu, BCG juga meningkatkan kekebalan 'garis depan' manusia, melatihnya untuk merespons kuman dengan intensitas lebih besar," kata peneliti dari Murdoch Children's Research Institute (MCRI) dalam sebuah pernyataan.

Peserta uji coba akan dibagi menjadi dua kelompok, sebagian akan divaksin dengan jenis yang memiliki sedikit efek samping dan lainnya divaksin plasebo. Kedua kondisi kesehatan peserta nantinya akan dipantau melalui aplikasi di ponsel mereka.

Peneliti berharap hasil uji coba ini dapat diketahui sekitar enam bulan ke depan. Peneliti mengatakan uji coba akan sangat efektif karena berlangsung selama musim dingin di belahan bumi selatan. Pada musim itu, flu biasanya menjangkiti banyak orang.

Saat ini berbagai negara sedang berlomba mengembangan vaksin virus corona. Masih belum ada obat atau cara pencegahan yang terbukti bisa melawan penyakit COVID-19.

Hingga Kamis (26/3), 200 negara telah melaporkan kasus infeksi dengan total global lebih dari 470 ribu kasus dan 21 ribu kematian.

Seperti Jadi Umpan Meriam, Dokter Ini Gambarkan Beratnya Hadapi Corona

 Italia menjadi salah satu negara yang memiliki angka kematian tinggi. Tak sedikit pula tenaga medis yang berguguran.
Tenaga medis termasuk dokter yang menjadi garda terdepan mengaku kesulitan menghadapi hari-hari melawan pandemi corona. Dalam masa bertugasnya pun mereka kerap dibayangi oleh rasa khawatir tak bisa kembali pada keluarga di rumah.

Ahli anestesi, dr Michelle Au, berbicara kepada New York Times bahwa dia menjadi salah satu yang bertanggung jawab saat pasien mengalami kesulitan bernapas di mana kondisinya sudah sangat buruk.

Ia pun menggambarkan suasana memerangi pandemi corona ini seperti kisah bencana ledakan reaktor nuklir Chernobyl di Ukraina, yang sempat ia tonton melalui salah satu televisi.

"Pernahkah Anda melihat pertunjukan HBO 'Chernobyl'? Ada risiko yang tak terlihat yang membayangi Anda," jelasnya, dikutip dari Daily Star pada Jumat (27/3/2020).

Ia pun menjelaskan bagaimana ia menjalani hari-harinya usai bertugas. Sepulang bertugas dari rumah sakit, biasanya ia langsung mandi dan harus tidur di ruang bawah tanah dan terpisah dengan keluarganya.

Dokter lain, dr Marshall, bahkan mendorong teman-teman tenaga medisnya untuk segera membuat surat wasiat di masa-masa sulit seperti ini.

"Kami tahu apa yang akan terjadi. Ada banyak orang yang akan mati di sini. Petugas kesehatan akan menjadi bagian dari angka itu," katanya.

Minggu ini, seorang dokter top Inggris, Rinesh Parmar, pun mengklaim pekerja NHS yaitu layanan kesehatan di Britania yang memerangi pandemi virus corona benar benar tidak diperhatikan dan digunakan sebagai 'umpan meriam' untuk memerangi penyakit itu dengan hampir tanpa perlindungan.

"Kami memiliki dokter yang memberi tahu kami bahwa mereka merasa seperti domba bagi pembantaian, bahwa mereka merasa seperti umpan meriam. Bahwa mereka merasa benar-benar ditinggalkan," kata Parmar kepada BBC di acara The Andrew Marr Show.