Peneliti Australia bergerak cepat untuk uji coba skala besar melihat apakah vaksin yang digunakan selama beberapa dekade untuk mencegah tuberkulosis atau TB dapat digunakan sebagai vaksin virus corona sehingga bisa melindungi petugas medis.
Mengutip Reuters, kurang lebih 4,000 tenaga kesehatan berpartisipasi dalam uji coba vaksin TB yang akan dimulai pekan depan. Vaksin bacillus Calmette-Guérin, atau BCG, untuk penyakit TBC dinilai oleh beberapa ahli mampu memerangi virus corona karena kemampuannya memperkuat sistem kekebalan tubuh.
"Meskipun awalnya dikembangkan melawan TBC, dan masih diberikan kepada lebih dari 130 juta bayi setiap tahun untuk tujuan itu, BCG juga meningkatkan kekebalan 'garis depan' manusia, melatihnya untuk merespons kuman dengan intensitas lebih besar," kata peneliti dari Murdoch Children's Research Institute (MCRI) dalam sebuah pernyataan.
Peserta uji coba akan dibagi menjadi dua kelompok, sebagian akan divaksin dengan jenis yang memiliki sedikit efek samping dan lainnya divaksin plasebo. Kedua kondisi kesehatan peserta nantinya akan dipantau melalui aplikasi di ponsel mereka.
Peneliti berharap hasil uji coba ini dapat diketahui sekitar enam bulan ke depan. Peneliti mengatakan uji coba akan sangat efektif karena berlangsung selama musim dingin di belahan bumi selatan. Pada musim itu, flu biasanya menjangkiti banyak orang.
Saat ini berbagai negara sedang berlomba mengembangan vaksin virus corona. Masih belum ada obat atau cara pencegahan yang terbukti bisa melawan penyakit COVID-19.
Hingga Kamis (26/3), 200 negara telah melaporkan kasus infeksi dengan total global lebih dari 470 ribu kasus dan 21 ribu kematian.
Seperti Jadi Umpan Meriam, Dokter Ini Gambarkan Beratnya Hadapi Corona
Italia menjadi salah satu negara yang memiliki angka kematian tinggi. Tak sedikit pula tenaga medis yang berguguran.
Tenaga medis termasuk dokter yang menjadi garda terdepan mengaku kesulitan menghadapi hari-hari melawan pandemi corona. Dalam masa bertugasnya pun mereka kerap dibayangi oleh rasa khawatir tak bisa kembali pada keluarga di rumah.
Ahli anestesi, dr Michelle Au, berbicara kepada New York Times bahwa dia menjadi salah satu yang bertanggung jawab saat pasien mengalami kesulitan bernapas di mana kondisinya sudah sangat buruk.
Ia pun menggambarkan suasana memerangi pandemi corona ini seperti kisah bencana ledakan reaktor nuklir Chernobyl di Ukraina, yang sempat ia tonton melalui salah satu televisi.
"Pernahkah Anda melihat pertunjukan HBO 'Chernobyl'? Ada risiko yang tak terlihat yang membayangi Anda," jelasnya, dikutip dari Daily Star pada Jumat (27/3/2020).
Ia pun menjelaskan bagaimana ia menjalani hari-harinya usai bertugas. Sepulang bertugas dari rumah sakit, biasanya ia langsung mandi dan harus tidur di ruang bawah tanah dan terpisah dengan keluarganya.
Dokter lain, dr Marshall, bahkan mendorong teman-teman tenaga medisnya untuk segera membuat surat wasiat di masa-masa sulit seperti ini.
"Kami tahu apa yang akan terjadi. Ada banyak orang yang akan mati di sini. Petugas kesehatan akan menjadi bagian dari angka itu," katanya.
Minggu ini, seorang dokter top Inggris, Rinesh Parmar, pun mengklaim pekerja NHS yaitu layanan kesehatan di Britania yang memerangi pandemi virus corona benar benar tidak diperhatikan dan digunakan sebagai 'umpan meriam' untuk memerangi penyakit itu dengan hampir tanpa perlindungan.
"Kami memiliki dokter yang memberi tahu kami bahwa mereka merasa seperti domba bagi pembantaian, bahwa mereka merasa seperti umpan meriam. Bahwa mereka merasa benar-benar ditinggalkan," kata Parmar kepada BBC di acara The Andrew Marr Show.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar