Minggu, 11 Oktober 2020

Waspadai 7 Gejala COVID-19 Jangka Panjang yang Tak Terduga

 Saat seseorang terinfeksi virus Corona, ada berbagai gejala umum yang muncul. Mulai dari demam, batuk, sesak napas, hingga kehilangan indra penciuman dan perasa.

Namun, ada beberapa gejala yang masih ditemukan pada pasien COVID-19 yang sudah sembuh. Hal ini diungkapkan oleh Dr Natalie Lambert dari Fakultas Kedokteran dan Korps Penyintas Indiana University, saat meneliti hampir 1.600 penyintas COVID-19 yang menyebut diri mereka 'Long Haulers'.


'Long Hauler' adalah istilah bagi para pasien COVID-19 yang sudah sembuh, tetapi masih mengeluh mengalami gejala-gejala yang dianggap sebagai gejala Corona.


"Banyak anggota Survivor Corps melaporkan mengalami gejala jangka panjang COVID-19 dan menyebut diri mereka 'Long Haulers'," kata Dr Lambert yang dikutip dari laman BGR.


Berdasarkan laporan survei 'gejala jangka panjang', berikut 7 gejala yang paling tidak terduga yang menjadi tanda COVID-19, yaitu:


Herpes

Bibir pecah-pecah atau kering

Tinnitus

Sakit mulut atau sakit lidah

Mencium bau secara acak, yang bukan merupakan bau sebenarnya

Bintik-bintik mengambang pada penglihatan

Syncope atau kehilangan kesadaran sementara karena terjadi penurunan aliran darah ke otak

https://kamumovie28.com/mr-vampire-saga-4/


Isi UU Cipta Kerja Omnibus Law Terkait Kesehatan, Paranormal Turut Disebut


 UU Cipta Kerja Omnibus Law mengubah beberapa aturan yang diterapkan sebelumnya, termasuk dalam bidang medis dan kesehatan. UU yang disahkan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Senin (5/10/2020) lalu itu disambut reaksi kekecewaan dari berbagai kelompok masyarakat.

Pengesahan UU Cipta Kerja Omnibus Law dirasa merugikan karena berisiko menjebak pekerja dalam kontrak seumur hidup, terancam PHK sewaktu-waktu, dan menghapus upah minimum kabupaten/kota. Apakah UU Cipta Kerja Omnibus Law berisiko merugikan medis dan kesehatan?


Berikut empat poin UU Cipta Kerja Omnibus Law bidang medis dan kesehatan:

1. Pelayanan kesehatan medis tidak kena PPN


Aturan UU Cipta Kerja Omnibus Law menyatakan jasa pelayanan kesehatan medis tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ketentuan dalam pasal 4A ini menyertakan jasa pelayanan lain yaitu sosial, pengiriman surat dengan perangko, keuangan, asuransi, keagamaan, pendidikan, kesenian dan hiburan.


Jasa lain yang tidak kena PPN adalah penyiaran yang tidak bersifat iklan, tenaga kerja, perhotelan, tempat parkir, boga dan katering, pengiriman uang dengan wesel pos, serta telepon umum dengan uang logam. Selain itu adalah jasa yang disediakan pemerintah untuk menjalankan pemerintahan serta angkutan umum darat, air, dan udara dalam negeri yang tidak terpisahkan dari layanan luar negeri


2. Paranormal masuk dalam jasa pengobatan alternatif


Ketentuan UU Cipta Kerja Omnibus Law memasukkan paranormal sebagai jasa pengobatan alternatif. Poin ini bisa dibaca dalam pasal 4A ayat tiga huruf a tentang jasa pelayanan kesehatan medis. Selain paranormal, ada 7 layanan lain yang masuk dalam kesehatan medis.


Jasa pelayanan kesehatan medis meliputi jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi, dokter hewan, ahli kesehatan seperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi, kebidanan dan dukun bayi, paramedis dan perawat, rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium, serta psikolog dan psikiater.

https://kamumovie28.com/overdrive/

Studi Ungkap Alasan Pasien Positif COVID-19 Tapi Tak Bergejala

  Umumnya, pasien yang terinfeksi COVID-19 akan menunjukkan berbagai gejala khas dari demam sampai sesak napas. Tetapi, banyak juga pasien COVID-19 yang justru tidak menunjukkan gejala alias tanpa gejala (OTG). Bagaimana bisa?

Menurut sebuah penelitian di Amerika Serikat, ada alasan mengapa pasien yang terinfeksi virus Corona bisa tidak mengalami gejala. Salah satunya karena mungkin virus itu tidak membuat mereka sakit sama sekali.


Penelitian yang dilakukan di University of Arizona, Amerika Serikat mengatakan SARS-CoV-2, penyebab COVID-19 ini bisa mempengaruhi sel tertentu di dalam tubuh, sehingga menghilangkan rasa sakit dan membuat pasien tidak bergejala.


Namun, meski pasien tidak bergejala, mereka masih bisa menyebarkan virus tersebut dalam jumlah yang besar.


Seorang profesor di Fakultas Kedokteran Departemen Farmakologi Tucson, Dr Rajesh Khanna, mengatakan beberapa pasien COVID-19 tidak bergejala karena virus itu bisa menyebabkan penekanan rasa sakit, terutama pada tahap awal.


Hal ini membuat pasien merasa tidak mengalami perubahan pada organ vital mereka. Tetapi, secara tidak sadar mereka bisa menularkan infeksi COVID-19 itu ke banyak orang, terutama di hari-hari awal infeksi.


"Sangat masuk akal bagi saya bahwa penyebaran COVID-19 terjadi di tahap awal, saat kamu merasa baik-baik saja padahal sudah terinfeksi virus," kata Dr Khanna yang dikutip dari Times of India, Sabtu (10/10/2020).


Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menunjukkan penularan banyak terjadi saat gejala belum muncul pada pasien COVID-19. Persentase risiko penularannya besar sekitar 40 persen, dan terjadi di awal infeksi sebelum gejala muncul atau fase asimtomatik.


Tapi, kenapa pasien COVID-19 bisa tidak merasa sakit?

Salah satu alasannya yang tengah dipelajari adalah cara spike protein virus Corona berinteraksi dengan sel reseptor rasa sakit di tubuh, sehingga membuatnya tidak merasa sakit.


Sebelumnya diketahui virus Corona bisa masuk ke tubuh dengan cara menempel pada reseptor ACE 2. Tetapi, para ilmuwan baru-baru ini menemukan ada cara lain, yaitu dengan bantuan sel reseptor neuropilin-1.


Protein dan jalur yang terkait dengan sel reseptor ini terlibat dalam pemrosesan dan pereda nyeri. Saat virus Corona menempel pada sel, itu akan membatasi fungsi faktor pertumbuhan endotel vaskular-A (VEGF-A), yang terlibat dalam fungsi saraf dan penerima rasa sakit dan membuat orang tidak mengalami gejala.

https://kamumovie28.com/the-wind/


Waspadai 7 Gejala COVID-19 Jangka Panjang yang Tak Terduga


Saat seseorang terinfeksi virus Corona, ada berbagai gejala umum yang muncul. Mulai dari demam, batuk, sesak napas, hingga kehilangan indra penciuman dan perasa.

Namun, ada beberapa gejala yang masih ditemukan pada pasien COVID-19 yang sudah sembuh. Hal ini diungkapkan oleh Dr Natalie Lambert dari Fakultas Kedokteran dan Korps Penyintas Indiana University, saat meneliti hampir 1.600 penyintas COVID-19 yang menyebut diri mereka 'Long Haulers'.


'Long Hauler' adalah istilah bagi para pasien COVID-19 yang sudah sembuh, tetapi masih mengeluh mengalami gejala-gejala yang dianggap sebagai gejala Corona.


"Banyak anggota Survivor Corps melaporkan mengalami gejala jangka panjang COVID-19 dan menyebut diri mereka 'Long Haulers'," kata Dr Lambert yang dikutip dari laman BGR.


Berdasarkan laporan survei 'gejala jangka panjang', berikut 7 gejala yang paling tidak terduga yang menjadi tanda COVID-19, yaitu:


Herpes

Bibir pecah-pecah atau kering

Tinnitus

Sakit mulut atau sakit lidah

Mencium bau secara acak, yang bukan merupakan bau sebenarnya

Bintik-bintik mengambang pada penglihatan

Syncope atau kehilangan kesadaran sementara karena terjadi penurunan aliran darah ke otak

https://kamumovie28.com/sniper-ghost-shooter/