Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Prof Wiku Adisasmito mengatakan bahwa di setiap akhir minggu atau libur panjang terjadi tren penurunan testing. Hal ini tengah diantisipasi, mengingat virus bisa terus menyebar sepanjang waktu.
"Ini merupakan salah satu tantangan yang sedang dicoba untuk diselesaikan. Ingat, bahwa virus ini tidak pernah libur. Sehingga adanya hari libur ini bisa diantisipasi ke depannya," tegas Prof Wiku dalam konferensi pers yang disiarkan di channel YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (3/11/2020).
Salah satu antisipasi yang akan dilakukan untuk menekan angka penularan COVID-19 adalah dengan menambah jam operasional kerja laboratorium. Hal ini agar kinerja lab tetap bisa bekerja sebagaimana mestinya.
Prof Wiku mengatakan, antisipasi ini tentunya akan diikuti bersamaan dengan pertimbangan insentif yang tentunya memadai untuk para pekerja laboratorium.
"Satgas juga terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitas laboratorium dan fasilitas pendukung lainnya seperti reagen," katanya.
Namun, Prof Wiku juga menyebutkan adanya kendala tengah dihadapi dalam pelaksanaan testing. Misalnya seperti wilayah testing yang tersebar
https://kamumovie28.com/love-o2o-2016/
Kata Pakar Virologi soal Pembuatan Vaksin Bisa Secepat 'Kilat'
Kemajuan teknologi memungkinkan vaksin dibuat dalam waktu cepat. Ahli Virologi dan Molekuler Biologi Universitas Udayana Prof I Gusti Ngurah Mahardika menegaskan pembuatan vaksin secara kilat harus tetap mengedepankan keamanannya, serta mesti lebih berdaya guna bagi kesehatan masyarakat.
"Dulu, biasanya vaksin didapat dengan mengembangkan agen atau bibit virus yang murni setelah itu diperbanyak dan disiapkan menjadi vaksin. Sekarang, dimungkinkan untuk dilakukan dengan sangat cepat, tidak perlu agen penyakit, tidak perlu virus lagi, karena dapat dibuat sintetis. Jadi dapat dibuat sangat cepat. Zaman dulu perlu waktu yang lama untuk menemukan bibitnya saja," ulas Prof Mahardika dalam keterangan tertulis, Selasa (3/11/2020).
Ia menjelaskan vaksin telah terbukti dapat mencegah dan menyembuhkan penyakit zoonosis, penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia. Contohnya yaitu vaksin rabies dan flu burung. Prof Mahardika menerangkan vaksin untuk penyakit rabies diberikan pada hewan dan manusia, sedangkan vaksin flu burung diberikan ke hewan saja.
"Contoh paling klasik adalah penyakit rabies. Vaksin rabies diberikan pada hewan dan juga pada manusia. Kalau pada hewan vaksin diberikan sebelum terkena rabies, sedangkan pada manusia vaksin diberikan kepada orang yang berisiko kena rabies atau kita sebut pre-exposure. Dan vaksin juga diberikan kepada mereka yang dalam kondisi post-exposure karena digigit oleh hewan yang sudah terjangkit rabies," papar Prof Mahardika.
"Penyakit rabies dan flu burung menunjukkan bahwa vaksin merupakan cara terbaik untuk penanggulangan dan mengatasi wabah satu penyakit," imbuhnya.
Anggota tim pengembangan vaksin Merah Putih ini ini menekankan walaupun proses penemuan vaksin harus dilakukan dengan cepat, keamanan vaksin harus menjadi pertimbangan utama sebelum diedarkan ke masyarakat.