Rabu, 30 Desember 2020

Pernah Kena COVID-19 dan Ingin Jadi Donor Plasma Konvalesen? Ini Syaratnya

 Terapi plasma konvalesen atau donor plasma darah dari penyintas COVID-19 dipercaya dapat membantu proses pemulihan pasien yang terkena virus Corona. Namun tidak semua penyintas bisa jadi donor, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar bisa mendonorkan plasma darahnya.

Pendiri Komunitas Pendonor Plasma Konvalesen, dr Ariani M.Kes SpA (K), membagikan beberapa kriteria donor plasma konvalesen. Salah satunya adalah pernah terdiagnosa COVID-19 dan sudah dinyatakan sembuh.


"Yang bisa gabung adalah survivor COVID yang bersedia mendonorkan plasma darahnya," ujar dr Ariani saat dihubungi detikcom, Senin (28/12/2020).


"Sampai saat ini ada 19 permintaan yang sudah mengisi google form pemohon pendonor plasma yang masuk di kami. Ada banyak WA (whatsapp) yang masuk menanyakan rata-rata 30-40 chat sehari," tambahnya.


Ada beberapa kriteria khusus yang perlu diperhatikan bagi para pendonor. Menurut dr Ariani, berikut kriteria bagi para donor darah plasma konvalesen.


Pernah terdiagnosis konfirmasi COVID-19 (hasil swab PCR dan/atau swab antigen positif)

Telah bebas gejala COVID-19 (demam/batuk/sesak/diare) sekurang-kurangnya 14 hari.

Usia 18-60 tahun

Laki-laki, wanita yang belum pernah hamil

Berat badan minimal 55 kg

Tidak memiliki penyakit yang berat (gagal ginjal, jantung, kanker, kencing manis, darah tinggi tidak terkontrol)

Bagi para penyintas COVID-19 yang ingin mendonorkan plasma konvalesen dan pasien COVID-19 yang membutuhkan plasma darah dapat menghubungi Komunitas Pendonor Plasma Konvalesen.

https://maymovie98.com/movies/seven-psychopaths/


GeNose Buatan UGM Dapat Izin Edar, Ganjar Ingin Beli 10 untuk Jateng


Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo berminat menggunakan GeNose buatan UGM dalam penanganan COVID-19. Rencananya Jateng akan memesan 10 unit terlebih dahulu.

"Sekitar 10 dulu karena juga masih terbatas," kata Ganjar di kantornya, Selasa (29/12/2020).


Ia menjelaskan harga GeNose cukup murah dengan kapasitasnya bisa untuk 100 ribu tes per alatnya. Maka dengan memesan 10 unit bisa 1 juta tes.


"Kalau bayangkan bisa 10 unit aja bisa sejuta tes. Bayangkan jika beli 100, apa pasang di seluruh Puskesmas," ujarnya.


Diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes RI) Dante Saksono Harbuwono menyebut uji validasi GeNose masih perlu ditingkatkan. Kemenkes melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) akan ikut membantu dalam uji validasi ini. Ia mengatakan GeNose berfungsi sebagai alat untuk screening.


"Selamat kepada tim UGM dan tim Unpad atas inovasi ini, inovasi ini tentu sangat memberikan harapan bagi kita semua tetapi yang paling kita harus lihat juga validasinya juga yang harus diperhatikan," jelas Dante dalam konferensi pers Senin (28/12/2020).


"Nanti kita dari Kemenkes akan mencoba untuk membantu validasi yang akurat," lanjutnya.


GeNose buatan para ahli UGM mengklaim hasil uji coba tes Corona ini menunjukkan sensitivitas 92 persen. Ada dua penelitian yang dilakukan yaitu uji validasi dan uji klinis.

https://maymovie98.com/movies/movie-43/

Vaksinolog: Mutasi Virus Tak Berdampak pada Efektivitas Vaksin

 Vaksinolog sekaligus Spesialis Penyakit Dalam, dr. Dirga Sakti Rambe menanggapi terkait mutasi virus COVID-19 di Inggris. Ia menerangkan bahwa hal tersebut merupakan sifat alami dari virus.

"Virus itu pasti bermutasi. Supaya tidak bermutasi terus menerus, kita harus meminimalisir atau menghentikan penyebaran penyakit. Alhamdulillah, sampai saat ini mutasi-mutasi yang ada itu tidak berdampak pada efektivitas vaksin," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (29/12/2020).


"Tapi kita tidak tahu, satu tahun lagi bagaimana dampak dari mutasi ini. Oleh karena itu saya tekankan bahwa kita harus konsisten menerapkan protokol pencegahan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak) supaya penyebaran COVID-19 ini bisa kita cegah," imbuhnya.


Hal itu diungkapkan dalam acara Dialog Produktif bertema "Ungkap Fakta Vaksin, Jangan Tertipu Hoaks" yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN).


dr. Dirga menjelaskan vaksin COVID-19 tergolong dalam jenis vaksin mati. Ia juga menenangkan masyarakat untuk tidak khawatir akan adanya fenomena ADE (Antibody-dependant enhancement) pada vaksin COVID-19


"Vaksin mati artinya vaksin yang diberikan kepada tubuh kita tidak ada risiko, atau risikonya nol untuk menyebabkan penyakit. Jadi tidak mungkin ada orang setelah divaksinasi COVID-19 menjadi sakit COVID-19. Itulah keunggulan dari vaksin mati," ujarnya.


"Tapi ternyata ADE dalam berbagai penelitian dan uji klinik vaksin COVID-19 ini tidak terbukti. Sampai sekarang pada semua merek vaksin COVID-19, risiko ini tidak terjadi," tegasnya.


Menurut dr. Dirga, profil keamanan dari proses uji klinik seluruh merek vaksin COVID-19 dilakukan dengan sangat baik. Sehingga tidak ada efek samping yang sangat serius sejauh uji klinik dilakukan.

https://maymovie98.com/movies/an-american-werewolf-in-london/


Sementara itu dalam proses pembuatan vaksin COVID-19, dr. Dirga mengungkapkan bahwa WHO menerapkan standar efektivitas vaksin COVID 50%.


"Dari WHO menetapkan syarat minimal efikasi atau efektivitas vaksin COVID-19 itu 50% sudah bagus. Artinya kalau di bawah 50% vaksin tidak layak diedarkan," ujarnya.


"Tetapi vaksin yang efektivitasnya 90%, 80% atau bahkan 60 atau 70% pun pada masa pandemi ini, dampaknya sangat terasa dan sangat penting. Karena sampai sekarang kita belum punya vaksin atau obat untuk COVID-19", tambahnya.


Dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, vaksin yang sudah ada di Indonesia baru bisa diberikan kepada masyarakat dalam batasan usia 18-59 tahun. Batasan usia ini karena pada masa uji klinik, relawan yang berpartisipasi berada pada rentang umur tersebut.


"Kemungkinan untuk memberikan vaksin COVID-19 baik untuk lanjut usia atau anak-anak masih terbuka lebar, namun harus menunggu penelitian lebih lanjut," terang dr. Dirga.


dr. Dirga juga menilai keliru jika ada pendapat bahwa setiap negara harus memiliki vaksin yang berbeda. Ia juga meminta masyarakat tak takut dengan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) yang bersifat ringan, karena manfaat dari vaksin COVID-19 jauh lebih besar.


"Nanti data-data uji klinik berbagai negara akan dianalisis secara bersamaan, sehingga dari situ kita bisa menyimpulkan gambaran utuh bagaimana tingkat keamanan dan efektivitasnya," ungkapnya.


"Jadi vaksin COVID-19 ini akan melindungi kita dari terdampak COVID-19 yang bergejala, termasuk COVID-19 yang berat, sampai menghindari kematian akibat COVID-19," tegasnya.


Namun, kata dr. Dirga, meski KIPI tak perlu dikhawatirkan, masyarakat harus jujur dalam mengungkapkan kondisi kesehatannya sebelum menerima vaksin.


"Jadi sebelum vaksin itu diberikan sudah ada proses pengamatan. Jadi dokter atau tenaga kesehatan akan bertanya dulu pada hari itu apakah Anda sehat, ada penyakit lain atau tidak, ada riwayat lain atau tidak. Masyarakat tidak usah khawatir, selama memenuhi syarat orang itu layak menerima vaksinasi," tutup dr. Dirga.

https://maymovie98.com/movies/varsity-blues/