Rabu, 30 Desember 2020

Vaksinolog: Mutasi Virus Tak Berdampak pada Efektivitas Vaksin

 Vaksinolog sekaligus Spesialis Penyakit Dalam, dr. Dirga Sakti Rambe menanggapi terkait mutasi virus COVID-19 di Inggris. Ia menerangkan bahwa hal tersebut merupakan sifat alami dari virus.

"Virus itu pasti bermutasi. Supaya tidak bermutasi terus menerus, kita harus meminimalisir atau menghentikan penyebaran penyakit. Alhamdulillah, sampai saat ini mutasi-mutasi yang ada itu tidak berdampak pada efektivitas vaksin," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (29/12/2020).


"Tapi kita tidak tahu, satu tahun lagi bagaimana dampak dari mutasi ini. Oleh karena itu saya tekankan bahwa kita harus konsisten menerapkan protokol pencegahan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak) supaya penyebaran COVID-19 ini bisa kita cegah," imbuhnya.


Hal itu diungkapkan dalam acara Dialog Produktif bertema "Ungkap Fakta Vaksin, Jangan Tertipu Hoaks" yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN).


dr. Dirga menjelaskan vaksin COVID-19 tergolong dalam jenis vaksin mati. Ia juga menenangkan masyarakat untuk tidak khawatir akan adanya fenomena ADE (Antibody-dependant enhancement) pada vaksin COVID-19


"Vaksin mati artinya vaksin yang diberikan kepada tubuh kita tidak ada risiko, atau risikonya nol untuk menyebabkan penyakit. Jadi tidak mungkin ada orang setelah divaksinasi COVID-19 menjadi sakit COVID-19. Itulah keunggulan dari vaksin mati," ujarnya.


"Tapi ternyata ADE dalam berbagai penelitian dan uji klinik vaksin COVID-19 ini tidak terbukti. Sampai sekarang pada semua merek vaksin COVID-19, risiko ini tidak terjadi," tegasnya.


Menurut dr. Dirga, profil keamanan dari proses uji klinik seluruh merek vaksin COVID-19 dilakukan dengan sangat baik. Sehingga tidak ada efek samping yang sangat serius sejauh uji klinik dilakukan.

https://maymovie98.com/movies/an-american-werewolf-in-london/


Sementara itu dalam proses pembuatan vaksin COVID-19, dr. Dirga mengungkapkan bahwa WHO menerapkan standar efektivitas vaksin COVID 50%.


"Dari WHO menetapkan syarat minimal efikasi atau efektivitas vaksin COVID-19 itu 50% sudah bagus. Artinya kalau di bawah 50% vaksin tidak layak diedarkan," ujarnya.


"Tetapi vaksin yang efektivitasnya 90%, 80% atau bahkan 60 atau 70% pun pada masa pandemi ini, dampaknya sangat terasa dan sangat penting. Karena sampai sekarang kita belum punya vaksin atau obat untuk COVID-19", tambahnya.


Dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, vaksin yang sudah ada di Indonesia baru bisa diberikan kepada masyarakat dalam batasan usia 18-59 tahun. Batasan usia ini karena pada masa uji klinik, relawan yang berpartisipasi berada pada rentang umur tersebut.


"Kemungkinan untuk memberikan vaksin COVID-19 baik untuk lanjut usia atau anak-anak masih terbuka lebar, namun harus menunggu penelitian lebih lanjut," terang dr. Dirga.


dr. Dirga juga menilai keliru jika ada pendapat bahwa setiap negara harus memiliki vaksin yang berbeda. Ia juga meminta masyarakat tak takut dengan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) yang bersifat ringan, karena manfaat dari vaksin COVID-19 jauh lebih besar.


"Nanti data-data uji klinik berbagai negara akan dianalisis secara bersamaan, sehingga dari situ kita bisa menyimpulkan gambaran utuh bagaimana tingkat keamanan dan efektivitasnya," ungkapnya.


"Jadi vaksin COVID-19 ini akan melindungi kita dari terdampak COVID-19 yang bergejala, termasuk COVID-19 yang berat, sampai menghindari kematian akibat COVID-19," tegasnya.


Namun, kata dr. Dirga, meski KIPI tak perlu dikhawatirkan, masyarakat harus jujur dalam mengungkapkan kondisi kesehatannya sebelum menerima vaksin.


"Jadi sebelum vaksin itu diberikan sudah ada proses pengamatan. Jadi dokter atau tenaga kesehatan akan bertanya dulu pada hari itu apakah Anda sehat, ada penyakit lain atau tidak, ada riwayat lain atau tidak. Masyarakat tidak usah khawatir, selama memenuhi syarat orang itu layak menerima vaksinasi," tutup dr. Dirga.

https://maymovie98.com/movies/varsity-blues/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar