Huawei memikirkan berbagai cara menghindari konsekuensi terburuk dari pengetatan pembatasan perdagangan oleh Amerika Serikat (AS). Salah satunya, Huawei kabarnya akan membangun pabrik chip khusus di Shanghai, China.
Pabrik chip ini nantinya akan menjadi andalan Huawei dalam memasok suku cadang untuk bisnis infrastruktur telekomunikasi. Dikutip dari Engadget, pabrik ini akan dijalankan oleh mitra bernama Shanghai IC R&D Center, dan akan bersifat eksperimental sampai siap untuk membuat chip yang dapat digunakan Huawei.
Rencananya, pabrik akan mulai dengan membuat chip berdasarkan proses 45 nanometer sebelum pindah ke chip 28nm di akhir 2021. Fasilitas ini akan cukup diandalkan untuk membuat chip bagi perangkat TV pintar dan Internet of Things.
Sementara waktu, Huawei secara teoritis dapat menjaga bisnis perangkat keras telekomunikasinya tetap berjalan dengan gangguan yang relatif kecil. Belum ada informasi lebih detail mengenai hal ini. Baik Huawei maupun IC R&D Center menolak berkomentar.
Sumber lain yang mengutip para pengamat di industri semikonduktor menyebutkan, rencana jalur produksi baru untuk pasokan chip tidak akan membantu bisnis smartphone Huawei. Pasalnya, chipset yang dibutuhkan untuk smartphone membutuhkan node teknologi yang lebih maju.
"Namun jika berhasil, ini bisa menjadi jembatan menuju masa depan yang berkelanjutan bagi bisnis infrastruktur mereka, ditambah dengan inventaris yang telah mereka bangun dan yang seharusnya bertahan selama dua tahun atau lebih," ujar pengamat.
Untuk diketahui pengawasan eskpor AS yang diberlakukan pada Mei diperketat pada Agustus lalu. AS memanfaatkan dominasi perusahaan-perusahaannya atas pasokan komponen dan peralatan tertentu, termasuk pasokan chip ke Huawei.
https://nonton08.com/movies/killing-me-softly/
Nasib Bisnis Ponsel LG di Tengah Pandemi Corona
Bisnis smartphone LG mengalami tren positif pada kuartal kedua setelah melakukan perombakan total awal tahun ini. Seperti yang telah dikonfirmasi LG , tren tersebut berlanjut sepanjang kuartal ketiga.
Divisi LG Mobile Communications menghasilkan total pendapatan USD 1,28 miliar sepanjang kuartal ketiga. Hasil itu hampir sama dengan USD 1,27 miliar yang dilaporkan dua belas bulan sebelumnya.
Sebagian besar bisnis memandang kurangnya angka pertumbuhan sebagai sesuatu yang negatif. Namun dalam kasus LG, angka penjualan yang stabil akhirnya mengakhiri penurunan tahunan selama beberapa tahun yang dialami bisnis smartphone LG.
Perusahaan asal Korea Selatan ini juga mampu mengurangi tingkat kerugiannya pada kuartal terakhir. LG melaporkan kerugian sebesar USD 124,9 juta untuk periode tiga bulan, turun dari sebelumnya USD 135 juta pada Q3 2019 dan USD 169,10 juta pada Q2 2020.
Dikutip dari Phone Arena, tren positif ini disebabkan peningkatan efisiensi di lokasi produksi dan penjualan yang solid untuk ponsel di segmen menengah dan murah. Kedua segmen ini mengimbangi sedikit peningkatan dalam biaya pemasaran karena adanya peluncuran model baru.
Melihat tren positif di kuartal saat ini, LG berharap permintaan untuk smartphone 5G bisa tumbuh secara signifikan berkat peluncuran perangkat 5G baru-baru ini dari para pesaingnya. LG juga yakin permintaan pasar secara keseluruhan akan kembali ke level seperti yang terlihat di akhir 2019.
LG sendiri berharap bisa memperkuat jajaran smartphone di tingkat massal dengan fokus di pasa Amerika Utara dan Amerika Latin. Selain itu, LG tampaknya akan terus meningkatkan struktur laba melalui efisiensi operasi yang berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar