Para pasien COVID-19 yang mengalami long Covid mengeluh ada gangguan pada indra penciumannya. Mereka melaporkan mencium bau yang tak tertahankan seperti bau ikan, belerang, hingga roti yang hangus.
Efek samping bau yang dirasakan itu dikenal dengan parosmia dan bisa bertahan untuk waktu yang lama. Menurut ahli bedah THT, Profesor Nirmal Kumar, gejala satu ini sangat aneh dan unik.
"Pagi ini saya melihat dua pasien dengan parosmia," kata Profesor Kumar yang dikutip dari Daily Star, Senin (28/12/2020).
"Yang satu mengatakan saat mencium aroma, bau yang mereka rasakan adalah seperti bau ikan. Dan yang lainnya mencium bau terbakar, meski di sekitarnya tidak ada asap," lanjutnya.
"Kami menyebutnya virus neurotropik. Artinya, virus ini mempengaruhi saraf di atap hidung, seperti gangguan pada sistem saraf Anda, dan saraf tidak berfungsi," ujar Prof Kumar.
Satu pasien COVID-19 yang mengalami parosmia adalah Daniel Savedki (24). Ia mengatakan benda-benda yang berbau tajam kini tercium seperti bau belerang atau bau roti yang hangus.
"Ini mengurangi kenikmatan makan saya, dan agak menyedihkan karena tidak bisa mencium bau makanan tertentu," ujarnya.
Pasien lainnya yang juga mengalami parosmia adalah Lynn Corbett (52). Ia terinfeksi COVID-19 dan kehilangan fungsi indra penciuman dan perasanya pada akhir Mei lalu. Namun, saat indra penciumannya kembali berfungsi, ia merasa ada bau-bau aneh yang muncul.
"Kebanyakan bau yang muncul itu menjijikan, sulit dijelaskan karena aku belum pernah merasakan sebelumnya," jelas Corbett.
Apa itu parosmia?
Mengutip Healthline, parosmia merupakan istilah untuk menggambarkan kondisi kesehatan yang mengganggu indra penciuman. Penderita parosmia mungkin mengalami kehilangan intensitas aroma, yang berarti tidak bisa mendeteksi seluruh aroma di sekitarnya.
Terkadang parosmia menyebabkan hal-hal yang ditemui setiap hari memiliki bau yang kuat dan tidak menyenangkan. Misalnya seperti bau yang harum mungkin akan tercium busuk.
Parosmia biasanya terjadi setelah neuron pendeteksi aroma atau indra penciuman telah rusak karena virus atau kondisi kesehatan lainnya.
https://maymovie98.com/movies/chaotic-ana/
Kata Dokter Kulit Soal Ruam, Gejala COVID-19 yang Dialami Dewi Perssik
Dewi Perssik sempat terinfeksi virus Corona COVID-19. Lewat Instagram, ia menceritakan gejala yang dialaminya yakni ruam kemerahan di permukaan kulit.
Ruam tersebut muncul antara lain di wajahnya. Meski banyak yang simpati, tidak sedikit pula yang menganggap kaitan ruam kulit dengan gejala COVID-19 itu mengada-ada.
Benarkah COVID-19 bisa memicu ruam kulit? Dokter kulit dari D&I Skin Centre Bali, dr I Gusti Nyoman Darma Putra, SpKK, menjelaskan hubungannya.
"Ya bisa, virus SARS-CoV-2 (virus penyebab COVID-19) dapat masuk ke mana saja ke dalam organ-organ tubuh seperti saluran napas, saluran cerna, ginjal, pembuluh darah dan termasuk kulit," katanya kepada detikcom, Senin (28/12/2020).
Menurut dr Darma, ruam akibat COVID-19 tidak spesifik sehingga sulit dibedakan dengan ruam pada umumnya. Namun pemeriksaan epidemologis bisa mengungkap kaitannya dengan COVID-19, antara lain riwayat berkerumun atau kontak dengan pasien positif.
Seberapa sering ruam muncul pada pasien COVID-19? Menurut dr Darma, sudah ada beberapa kasus yang dilaporkan dan didiskusikan di forum ilmiah. Meski demikian, gejala ini masih relatif baru.
"Kemungkinan muncul ruam pada pasien covid itu bervariasi resikonya sekitar 0,2-20 persen," jelasnya.
Mungkin nggak sih karena alergi obat?
Kemungkinan alergi obat bisa ditelusur karena pasien dengan riwayat alergi obat umumnya punya catatan, dan dokter akan menghindari obat yang memicu alergi. Selain itu, pemeriksaan rapid test atau PCR akan mengkonfirmasi penyebabnya, apakah alergi atau gejala COVID-19.
"Jika karena alergi obat tentu hasilnya akan non reaktif," jelas dr Darma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar