Presiden Joko Widodo telah memutuskan akan menggratiskan vaksin COVID-19 untuk seluruh masyarakat Indonesia. Vaksinasi disebut jadi salah satu cara efektif untuk mengakhiri pandemi dengan membentuk kekebalan kelompok atau herd immunity.
Vaksinasi COVID-19 di Indonesia dijadwalkan akan berlangsung awal tahun depan. Saat ini pemerintah Indonesia disebut telah mengamankan jutaan dosis vaksin COVID-19.
Namun tak semua orang bisa divaksin COVID-19. Dijelaskan oleh Ahli Alergi dan Imunologi Profesor Iris Rengganis, orang dengan kondisi tertentu tak boleh divaksinasi.
Pada kelompok ini, vaksin bisa memberikan reaksi berbeda. Dalam sejumlah kasus, vaksin juga bisa menjadi tidak efektif.
Berikut kriteria orang yang tidak boleh divaksin COVID-19.
1. Orang yang sedang sakit
Prof Iris menegaskan vaksin diberikan hanya untuk mereka yang sehat. Orang yang sedang sakit, tidak boleh menjalani vaksinasi. Jika sedang sakit, peserta harus sembuh terlebih dahulu sebelum divaksin.
"Vaksin hanya untuk orang sehat. Demam sedikit tidak boleh divaksin," ujarnya dikutip dari CNNIndonesia, Senin (21/12/2020).
2. Memiliki penyakit penyerta
Orang dengan penyakit penyerta yang tidak terkontrol seperti diabetes atau hipertensi disarankan tidak menerima vaksin. Oleh karena itu, sebelum pelaksanaan vaksinasi, semua orang akan dicek kondisi tubuhnya terlebih dahulu.
Mereka yang memiliki penyakit komorbid harus dalam kondisi terkontrol untuk mendapat persetujuan vaksinasi dari dokter yang merawat.
3. Tidak sesuai usia
Sesuai anjuran pemerintah, orang yang mendapat vaksin COVID-19 adalah kelompok usia 18-59 tahun. Artinya, mereka yang diluar kelompok tersebut seperti lansia dan anak-anak, belum boleh menerima vaksin.
"Pada vaksin yang saat ini sedang diuji, tidak boleh untuk anak-anak karena belum ada penelitian pada anak-anak," ujar Prof Iris.
4. Memiliki riwayat autoimun
Secara khusus, Pengurus Pusat Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (PP Peralmuni), tidak merekomendasikan pemberian vaksin COVID-19 pada orang dengan autoimun seperi SLE atau vaskulitis.
"Pasien autoimun tidak dianjurkan untuk vaksinasi Covid-19 sampai hasil penelitian yang lebih jelas telah dipublikasi," demikian bunyi rekomendasi dari PP Peralmuni.
https://maymovie98.com/movies/bisikan-iblis/
SBY Bicara Soal Mutasi COVID-19 di Inggris, Kaitkan dengan Pandemi Flu 1918
Mantan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, ikut menyoroti mutasi virus Corona COVID-19 yang terjadi di Inggris. Dalam Twitter pribadinya, ia merasa khawatir dengan munculnya varian baru Corona yang disebut lebih menular.
Tak hanya itu, pria yang akrab dipanggil SBY ini juga berharap agar pemerintah melakukan langkah tegas agar virus Corona jenis baru ini tidak masuk ke Indonesia.
"Di Inggris muncul strain COVID-19 baru, yang lebih mudah & cepat menyebar. Pandemi Spanish Flu 1918, penyebaran virusnya juga cepat & mematikan; telan korban jiwa 50 juta lebih," Tulis SBY dalam tweetnya, Senin (21/12/2020).
"Saya berharap pemerintah lakukan langkah yang cepat & tepat untuk selamatkan kita dari COVID-19 baru ini," tambahnya.
Dalam sebuah studi, COVID-19 juga disebut sama mematikannya dengan pandemi flu 1918. Bahkan jumlah kematiannya diprediksi bisa lebih buruk jika para pemimpin dunia gagal dalam mengendalikannya.
"Apa yang ingin kami beritahukan kepada orang lain adalah ini (COVID-19) memiliki potensi seperti (pandemi) 1918. Ini bukan sesuatu yang bisa diabaikan seperti flu," kata penulis utama studi, Dr Jeremy Faust dari Harvard Medical School dikutip dari CNBC.
Diketahui, kala itu pandemi flu 1918 telah menewaskan lebih dari 50 juta orang di seluruh dunia.
Terkait adanya mutasi baru virus Corona, Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock pun telah memberitahukan bahwa kebijakan lockdown atau penguncian secara ketat akan dilakukan selama Natal dan tahun baru di London dan Inggris bagian tenggara untuk mencegah penyebaran virus tersebut.
"Kami bertindak sangat cepat dan tegas. Sayangnya strain baru ini di luar kendali. Kami harus mengendalikannya," tutur Hancock kepada Sky News dikutip dari Medical Xpres, Senin (21/12/2020).
Sementara itu, otoritas penasihat kesehatan Pemerintah Inggris pun menyebut varian mutasi baru virus penyebab COVID-19 ini memiliki tingkat penularan yang tinggi. Namun, hingga kini belum ada bukti yang menunjukkan varian mutasi ini lebih mematikan atau mempengaruhi vaksin.
"Kami telah memperingatkan Organisasi Kesehatan Dunia dan terus menganalisis data yang tersedia untuk meningkatkan pemahaman kami," tutur Kepala Petugas Medis Inggris, Chris Whitty melalui sebuah pernyataan dikutip dari Associated Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar