Alat tes COVID-19 besutan UGM, GeNose C-19 mulai digunakan di beberapa stasiun kereta seperti Stasiun Pasar Senen dan Tugu Yogyakarta. Beberapa warga juga tampak antusias menggunakan alat tes COVID-19 yang dikenakan tarif cukup murah, 20 ribu rupiah.
Pantauan detikcom di Stasiun Senen pukul 06.30 WIB, Jumat (5/2/2021), layanan GeNose bahkan sudah diserbu calon penumpang yang ingin melakukan perjalanan.
"Karena ini hari pertama pembukaan GeNose jadi lebih banyak antreannya. Mungkin karena pada penasaran juga kan GeNose seperti apa," kata salah satu petugas keamanan yang tidak mau disebutkan namanya saat ditemui detikcom.
Kepala Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Dr dr Tri Yunis Miko Wahyono, mewajari jika banyak yang antusias akan alat tes GeNose C-19, meskipun menurutnya, masih ada catatan pada penelitian tes Corona tersebut.
"Iya jelas masyarakat ekonomi ke bawah ya antusias lah karena murah dan wajar, karena itu alat yang murah, cepat dan sebagai alat skrining itu harusnya bisa bagus tetapi secara ilmiah memang pembuktiannya belum lengkap," kata Miko saat dihubungi detikcom Jumat (5/2/2021).
Miko menekankan penelitian terkait alat tes GeNose C-19 masih menjadi perdebatan. Terlebih karena alat dan metode ini tidak secara langsung mendeteksi material virus, melainkan mendeteksi senyawa yang disebut volatile organic compound (VOC).
"Nah yang ditangkap oleh alat itu (GeNose) adalah volatile organic compound. Itu katanya hasil produksi dari infeksi virus COVID-19, nah yang dibuktikan harusnya penelitinya membuktikan apakah pada setiap infeksi virus COVID-19 itu dihasilkan VOC, itu dasarnya dari apa, itu yang belum dibuktikan oleh peneliti itu," jelas Miko saat dihubungi detikcom Jumat (5/2/2021).
Bahkan, jika dibandingkan dengan rapid test antibodi, dengan akurasi yang rendah, alat tes GeNose C-19 masih belum bisa dipertimbangkan selama penelitian belum diuji lebih lanjut.
"Iya karena kalau test antibodi itu orang biarpun akurasinya jelek ya 80 persen, tapi logikanya kena, antibodi yang ditangkap itu ada antibodi terdeteksi virus, itu sudah terbukti," paparnya.
"Kemudian kalau swab antigen itu virusnya, kemudian kalau PCR kan jelas itu juga tes virus, tapi kan kalau GeNose belum membuktikan pada setiap infeksi virus COVID-19 apa benar dihasilkan VOC tadi begitu, nah VOC itu dihasilkan dari apanya, belum dipublikasi," pungkasnya.
https://tendabiru21.net/movies/modern-times/
Kabar Terkini Vaksin COVID Merah Putih, Bisa Diproduksi Akhir 2021
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro menjelaskan progres terbaru soal vaksin Merah Putih yang diproduksi di Indonesia. Dari pemaparannya, Bambang mengungkapkan bahwa target vaksin Corona yang tengah dikerjakan Universitas Airlangga kemungkinan bisa diproduksi akhir 2021.
"Di mana targetnya akhir 2021 diharapkan sudah bisa diproduksi massal dan dipakai vaksinasi. Tapi dengan satu catatan, yaitu ada pabrik atau industri yang bisa mengerjakan vaksin dengan platform adenovirus," jelas Bambang dalam rapat kerja dengan Komisi IX bersama Kementerian Kesehatan dan Kemenristek di Jakarta.
"Karena sampai hari ini belum ada, dengan Biofarma yang baru bisa dua tadi (rekombinan dan inactivated virus)," lanjutnya.
Bambang berharap, salah satu perusahaan swasta yang tengah mengurus izin ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI soal Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bisa ikut serta dalam pengembangan vaksin Corona ini.
"Kita harapkan bisa konsentrasi untuk yang adenovirus dan bisa melakukan hilirisasi dari bibit vaksin yang disiapkan Universitas Airlangga," ujar Bambang.
Hal yang sama juga terjadi pada Universitas Indonesia (UI) yang mengembangkan vaksin dari DNA-mRNA yang relatif masih baru sebagai platform pengembangan vaksin. Bambang mengatakan, sampai saat ini UI masih mencari partner atau pabrik yang bisa memproses pengembangan vaksin itu sendiri.
Perlu diketahui, sampai saat ini PT Bio Farma baru bisa menangani dua platform vaksin saja, yaitu rekombinan dan inactivated virus. Tetapi, vaksin Corona Merah Putih yang saat ini tengah dikembangkan juga ada yang menggunakan platform baru seperti yang digunakan UI dan Universitas Airlangga.
Maka dari itu, Menristek mengajak beberapa perusahaan swasta untuk ikut berperan dalam pengembangan vaksin COVID-19 ini. Menurut Bambang, dari perusahaan yang ada, sudah ada beberapa yang serius untuk masuk dalam pengembangan dan produksi vaksin, seperti PT Biotos pharmaceuticals, PT Tempo Scan Pacific, PT Kalbe Farma, dan PT Daewoong Infion
"Kita harapkan nantinya pabrik-pabrik tersebut selain bisa meningkatkan kapasitas produksi vaksin, juga bisa menambah variasi platform vaksin yang digunakan dalam pengembangannya," kata Bambang.