Hasil lelang frekuensi 2,3 GHz untuk 4G dan 5G telah diketahui. Operator pelat merah Telkomsel dan lalu Smartfren memenangkan perebutan blok kosong di spektrum tersebut. Sedangkan XL Axiata sebagai peserta lainnya pulang dengan tangan hampa. Bagaimana tanggapan XL soal ini?
Usai lulus evaluasi administrasi lelang yang diulang dari edisi sebelumnya, memang Smartfren, Telkomsel, dan XL Axiata saling adu harga tiga blok kosong frekuensi 2,3 GHz di rentang 2.360-2.390 MHz sejak Senin (19/4) hingga pemenangnya telah diumumkan. Operator lain yaitu Tri dan Indosat tidak turut serta.
Diketahui bahwa Telkomsel mendapatkan 20 MHz dan operator Smartfren mendapatkan 10 Mhz. Sedangkan XL Axiata tidak mendapatkan apa-apa dalam lelang ini.
Akan tetapi, pihak XL mengaku bahwa tidak ada pengaruh dari kegagalan lelang tersebut terhadap layanannya kepada para pelanggan ataupun dalam ekspansi jaringan mereka. Mereka akan mengoptimalkan spektrum yang sudah dimiliki pada saat ini dan dipandang sudah memadai.
"Kita tahu spektrum salah satu aset yang kita miliki yang paling berharga, kita mau memanfaatkan spektrum semaksimal mungkin sesuai apa yang kita punya," sebut Direktur & Chief Technology Officer XL Axiata, I Gede Darmayusa di konferensi pers virtual, Jumat (23/4/2021).
Pihaknya akan tetap menggenjot digelarnya jaringan dengan spektrum yang sudah dimiliki, khususnya dalam 4G LTE. Menurutnya, XL Axiata akan terus melakukan refarming untuk memaksimalkan spektrum dalam rangka memenuhi kebutuhan para pengguna jaringannya.
"Spektrum yang kita punya sudah lebih dari cukup untuk menyongsong pertumbuhan trafik dalam satu atau dua tahun mendatang. Spektrum yang kita punya belum dimaksimalkan untuk LTE. Juga ada fiberisasi dan bekerja sama dengan vendor memaksimalkan spektrum yang sudah ada dengan teknologi yang sudah tersedia," papar I Gede.
https://kamumovie28.com/movies/jukdo-surfing-diary/
Toko Online Jack Ma Meresahkan Pemerintah China
- Alibaba terus diinvestigasi oleh pemerintah China, walaupun telah terkena denda USD 2,8 miliar karena aksi monopoli. Ada hal lain yang membuat pemerintah China khawatir tentang Alibaba, yaitu bisnis medianya yang ternyata menggurita.
Alibaba memang dikenal dengan platform belanja online Taobao dan Tmall yang sangat populer. Namun rupanya kerajaan medianya tidak kecil, ada koran, media siar, platform media sosial, agen periklanan sampai perusahaan film sendiri.
Alibaba antara lain punya South China Morning Post, media Inggris populer di Hong Kong, 30% saham di media sosial Weibo, investasi di Bilibilibili, situs semacam YouTube, media digital 36Kr dan masih beberapa lagi.
"Jelas bahwa kendali Alibaba terhadap informasi, media dan data pribadi di China jauh melampaui raksasa teknologi di negara lain," sebut Zhu Ning, pengamat dari Shanghai Advanced Institute of Finance.
Kekuasaan media itu terindikasi dimanfaatkan Alibaba untuk menyuarakan agendanya. Desember silam, media bisnis Huxiu yang didanai oleh Ant Group, anak usaha Alibaba, menurunkan editorial yang mengkritik regulasi anti monopoli. Hal itu dianggap akan menghambat pertumbuhan perusahaan internet dan merusak kompetitifnya ekonomi China.
Beberapa waktu kemudian, artikel yang pro Alibaba itu dihapus dari situsnya. Kejadian lain melibatkan media sosial Weibo di mana Alibaba adalah pemegang saham terbesar kedua. Mereka diketahui menyensor pembicaraan miring tentang eksekutif Alibaba.
Hal itu kemudian dikritik oleh media pemerintah China, People's Daily. "Mencengangkan betapa powerful Alibaba dalam membentuk opini publik," tulis mereka.
Maka, regulator semakin merasa tidak nyaman terhadap kendali Alibaba kepada media. Belakangan ini dikabarkan meminta mereka untuk menjualnya atau menguranginya.