Rabu, 19 Mei 2021

BPOM Buka Suara soal Penghentian Vaksin Corona AstraZeneca Batch CTMAV547

 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) buka suara terkait penghentian vaksin AstraZeneca batch CTMAV547. Ditegaskan, BPOM dan Komnas PP KIPI, serta Komda PP KIPI, tengah menganalisis sebab-akibat penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca dan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI).

"Untuk aspek keamanan, KOMNAS PP KIPI, KOMDA PP KIPI, dan organisasi profesi terkait sedang melakukan analisa kausalitas (hubungan sebab-akibat) penggunaan Vaksin COVID-19 AstraZeneca dan KIPI, antara lain riwayat penyakit penerima vaksin termasuk riwayat alergi, gejala yang dialami, waktu mulai gejala dirasakan," jelas rilis resmi yang diterima detikcom Rabu (19/5/2021).


Adapun terkait aspek mutu vaksin Corona AstraZeneca, BPOM menguji sterilitas dan toksisitas vaksin AstraZeneca batch CTMAV547. Batch yang diduga berkaitan dengan dua kasus wafat usai vaksinasi, di DKI.


"Tindakan ini dilakukan untuk mengetahui apabila ada keterkaitan mutu produk dengan KIPI yang dilaporkan," jelas BPOM.


"Khususnya untuk mengetahui jaminan mutu saat pendistribusian dan penyimpanan serta untuk menjamin konsistensi jaminan mutu produk sesuai hasil lot release yang telah dilakukan sebelum vaksin diedarkan," lanjut rilis terkait.


Pembekuan darah vaksin AstraZeneca

BPOM menjelaskan lebih lanjut efek samping vaksin AstraZeneca seperti pembekuan darah, yang diduga menjadi penyebab meninggalnya seseorang pasca divaksin. Menurut laporan otoritas obat Eropa (EMA), kejadian serupa sangat jarang terjadi.


Lebih banyak kasus pembekuan darah yang meninggal akibat infeksi COVID-19. Maka dari itu, BPOM menjelaskan manfaat vaksin AstraZeneca masih lebih besar dibanding risikonya.


"Kejadian pembekuan darah setelah pemberian vaksin COVID-19 AstraZeneca termasuk kategori very rare/ sangat jarang (< 1/10.000 kasus) karena dilaporkan terjadi 222 kasus pada pemberian 34 juta dosis vaksin (0,00065%)," beber BPOM.


"Kejadian ini jauh lebih rendah dibandingkan kemungkinan terjadinya kasus pembekuan darah akibat penyakit COVID-19 sebesar 165 ribu kasus per 1 juta (16,5%)," tegas BPOM.

https://tendabiru21.net/movies/kung-fu-panda-legends-of-awesomeness-good-croc-bad-croc/


Catat, Rekomendasi Vitamin untuk Pasien COVID-19 Isolasi Mandiri


Pasien COVID-19 bergejala ringan dan tanpa gejala umumnya tak perlu dirawat di rumah sakit untuk proses penyembuhannya. Namun, harus dibarengi juga dengan asupan vitamin dan makanan bernutrisi agar tubuh cepat pulih dari infeksi virus Corona.

Apa rekomendasi vitamin untuk COVID isolasi mandiri?

Bagi kamu yang sedang menjalani isolasi mandiri di rumah, ada beberapa rekomendasi vitamin yang bisa dikonsumsi untuk membantu tubuh dalam melawan COVID-19.


Dalam Pedoman Tatalaksana COVID-19 Edisi 3 yang disusun oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), berikut sejumlah rekomendasi vitamin untuk COVID isolasi mandiri.


Rekomendasi vitamin untuk pasien COVID-19 tanpa gejala

Vitamin C:


Tablet vitamin C non acidic 500 mg per 6-8 jam sekali (untuk 14 hari)

Tablet hisap vitamin C 500 mg per 12 jam sekali (selama 30 hari)

Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet per hari (selama 30 hari)

Dianjurkan multivitamin yang mengandung C, B, E, Zink.

Vitamin D:


Suplemen 400-1000 UI per hari

Obat 1000-5000 IU per hari.

Pasien COVID-19 tanpa gejala diharuskan untuk menjalani isolasi mandiri selama 10 hari sejak terkonfirmasi positif Corona. Kemudian pedoman tersebut juga menjelaskan jika pasien memiliki komorbid atau penyakit penyerta, maka dianjurkan untuk tetap melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi.


"Apabila pasien rutin meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE-inhibitor dan Angiotensin Receptor Blocker perlu berkonsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam dan dokter spesialis jantung," tulis pedoman tersebut, dikutip detikcom, Selasa (18/5/2021).

https://tendabiru21.net/movies/the-skeleton-key/

Usai Dinyatakan Positif COVID-19, Anak Ini Alami Penyakit Langka

  Seorang anak laki-laki usia 6 tahun sedang berjuang melawan penyakit langka akibat virus Corona COVID-19 di rumah sakit.

Anak laki-laki tersebut bernama Oliver Patterson, tiga minggu setelah dinyatakan positif virus Corona COVID-19, ia mulai merasa lesu, sakit perut dan menolak untuk makan.


Oliver akhirnya dilarikan ke rumah sakit di Dartford, Inggris. Saat itu, dokter mengira Oliver menderita tonsilitis. Tetapi, tubuhnya tertutup oleh adanya ruam hingga wajah dan matanya membengkak cukup parah.


Akhirnya, Oliver pun didiagnosis oleh dokter dengan sistem inflamasi multi-sistem pediatrik (PIMS) dan menghabiskan empat malam dalam perawatan intensif di Rumah Sakit Anak Evalina London.


Kondisi peradangan langka ini mirip dengan penyakit Kawasaki dan telah membuat sekitar 200 anak Inggris menjalani perawatan intensif di rumah sakit.


Ibu Oliver, Laura mengatakan anaknya sangat berjuang untuk bertahan hidup karena penyakit langka yang diidap sang putra.


"Fungsi jantungnya memburuk dan ia diberi obat yang berbeda. Saat itu adalah momen tersulit dalam hidup kami. Tapi, sehari sebelum dia jatuh sakit, dia sempat duduk di tepi pantai untuk bersenang-senang," jelas Laura dikutip dari The Sun.


Kemudian, Oliver pun diberi pengobatan steroid dan kondisinya mulai membaik sehingga boleh diizinkan pulang ke rumah.


Laura mengaku menceritakan ini bukan untuk menakut-nakuti, tetapi hanya ingin meningkatkan kesadaran semua orang.


Sementara itu, seorang ibu lainnya, Tracey Hanley mengungkapkan bahwa anak laki-laki yang berusia 5 tahun, Marley juga mengembangkan PIMS dan dilarikan ke Evalina dua Minggu lalu.


"Tubuhnya yang masih kecil terlihat sangat kesakitan," kata Tracey.


Sistem inflamasi multi-sistem pediatric (PIMS) telah menyebabkan kekhawatiran dan kebingungan di antara orangtua dan dokter.


Pada awal pandemi virus corona, banyak anak-anak di rumah sakit yang menderita penyakit Kawasaki, suatu kondisi yang umumnya menyerang bayi dan balita.

https://tendabiru21.net/movies/disorderlies/


BPOM Buka Suara soal Penghentian Vaksin Corona AstraZeneca Batch CTMAV547


Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) buka suara terkait penghentian vaksin AstraZeneca batch CTMAV547. Ditegaskan, BPOM dan Komnas PP KIPI, serta Komda PP KIPI, tengah menganalisis sebab-akibat penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca dan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI).

"Untuk aspek keamanan, KOMNAS PP KIPI, KOMDA PP KIPI, dan organisasi profesi terkait sedang melakukan analisa kausalitas (hubungan sebab-akibat) penggunaan Vaksin COVID-19 AstraZeneca dan KIPI, antara lain riwayat penyakit penerima vaksin termasuk riwayat alergi, gejala yang dialami, waktu mulai gejala dirasakan," jelas rilis resmi yang diterima detikcom Rabu (19/5/2021).


Adapun terkait aspek mutu vaksin Corona AstraZeneca, BPOM menguji sterilitas dan toksisitas vaksin AstraZeneca batch CTMAV547. Batch yang diduga berkaitan dengan dua kasus wafat usai vaksinasi, di DKI.


"Tindakan ini dilakukan untuk mengetahui apabila ada keterkaitan mutu produk dengan KIPI yang dilaporkan," jelas BPOM.


"Khususnya untuk mengetahui jaminan mutu saat pendistribusian dan penyimpanan serta untuk menjamin konsistensi jaminan mutu produk sesuai hasil lot release yang telah dilakukan sebelum vaksin diedarkan," lanjut rilis terkait.


Pembekuan darah vaksin AstraZeneca

BPOM menjelaskan lebih lanjut efek samping vaksin AstraZeneca seperti pembekuan darah, yang diduga menjadi penyebab meninggalnya seseorang pasca divaksin. Menurut laporan otoritas obat Eropa (EMA), kejadian serupa sangat jarang terjadi.


Lebih banyak kasus pembekuan darah yang meninggal akibat infeksi COVID-19. Maka dari itu, BPOM menjelaskan manfaat vaksin AstraZeneca masih lebih besar dibanding risikonya.


"Kejadian pembekuan darah setelah pemberian vaksin COVID-19 AstraZeneca termasuk kategori very rare/ sangat jarang (< 1/10.000 kasus) karena dilaporkan terjadi 222 kasus pada pemberian 34 juta dosis vaksin (0,00065%)," beber BPOM.


"Kejadian ini jauh lebih rendah dibandingkan kemungkinan terjadinya kasus pembekuan darah akibat penyakit COVID-19 sebesar 165 ribu kasus per 1 juta (16,5%)," tegas BPOM.

https://tendabiru21.net/movies/the-happening/