Emfisema adalah penyakit paru-paru yang sering ditemukan pada perokok. Emfisema menyebabkan penderitanya mengalami sesak napas berkelanjutan. Emfisema membuat kantung udara paru-paru melemah dan menyebabkan paru-paru kehilangan elastisitasnya.
Dikutip dari Mayo Clinic, penyebab emfisema adalah paparan zat iritan di udara dalam waktu yang lama. Misalnya asap rokok, polusi udara, asap ganja, dan debu kimia. Meski jarang ditemukan, emfisema juga dapat disebabkan oleh defisiensi protein yang melindungi elastisitas paru-paru.
Beberapa orang yang menderita emfisema bisa saja tidak menyadarinya. Gejala awalnya ditandai dengan sesak nafas dan batuk ketika berolahraga atau melakukan aktivitas fisik. Kondisi ini akan terus memburuk bahkan ketika beristirahat.
Emfisema adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Adapun beberapa perawatan di bawah ini bisa dilakukan untuk mengurangi gejala dan memperlambat perkembangannya.
1. Obat-obatan
Mengonsumsi obat-obatan dapat membantu membuka saluran udara, membuat pernapasan lebih mudah dan meredakan batuk dan sesak napas. Sebaiknya, konsultasikan dengan dokter sebelum memilih mengonsumsi obat-obatan.
2. Terapi dan olahraga ringan
Terapi paru-paru atau olahraga ringan seperti jalan kaki dapat memperkuat otot-otot pernapasan dan meredakan gejala. Terapi dan olahraga akan membantumu lebih mudah bernapas dan aktif secara fisik. Yoga, tai chi, dan latihan diafragma adalah beberapa pilihan yang dapat membantu meredakan gejala.
3. Terapi oksigen
Orang dengan emfisema akut akan sangat sulit untuk bernafas meski tidak melakukan pekerjaan yang berat. Terapi oksigen akan membantu mereka agar lebih mudah bernapas.
4. Operasi
Operasi pengurangan paru-paru dapat dilakukan untuk mengangkat bagian-bagian kecil dari paru-paru yang rusak. Jika emfisema sangat parah sehingga banyak bagian paru-paru yang rusak, transplantasi paru-paru adalah solusinya.
https://kamumovie28.com/movies/look-out-officer/
Varian Delta Disebut Lebih 'Kebal', Vaksin Masih Manjur? Ini Kata Dinkes DKI
Varian Corona B1617.2 asal India alias varian Delta mulai merebak di Indonesia. Baru-baru ini, dikabarkan terdapat 28 kasus COVID-19 akibat infeksi varian Delta di kabupaten Kudus, Jawa Tengah, wilayah yang kini tengah menghadapi lonjak besar-besaran COVID-19.
Selain lebih mudah menular, sejumlah ahli khawatir varian ini 'kebal' terhadap proteksi vaksin COVID-19 dengan risiko gejala berat tinggi. Namun seiring hal tersebut, peneliti juga belum ada kepastian soal gejala infeksi varian Delta.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Lies Dwi menegaskan, vaksinasi COVID-19 tetap harus diupayakan. Pasalnya, vaksin menjadi langkah antisipatif utama untuk meminimalkan risiko penyebaran varian baru.
"Para ahli akan meneruskan penelitian untuk melihat sejauh mana tingkat efektivitas atau efikasi masing-masing vaksin, menyikapi perubahan tipe virus. Pasti virusnya sendiri awalnya akan alamiah berusaha survive, semua virus. Jadi mereka juga tidak mau musnah. Mereka berusaha bertahan di alam," terang Lies dalam diskusi daring oleh Lapor COVID-19, Minggu (13/6/2021).
"Kita ikhtiar melalui vaksinasi. Memanfaatkan vaksin yang tersedia saat ini. Vaksin yang digunakan memang sudah sesuai standar dan sudah aman, sudah efektif sejauh ini untuk mengurangi COVID-19 dan risiko (bergejala) berat," lanjutnya.
Lies menambahkan, tingkat kemanjuran vaksin terhadap varian baru seperti varian Delta memang baru bisa lihat jika cakupan vaksinasi sudah lebih luas dibanding kondisi saat ini.
Namun, sudah adanya izin penggunaan darurat bagi vaksin-vaksin Corona yang sudah beredar sekarang adalah bukti vaksin memiliki dampak perlindungan pada tubuh dari risiko COVID-19.
"Nanti seiring peningkatan cakupan vaksinasi, nanti akan melihat (efektivitas vaksin). Harapannya, kita bisa lihat kasus-kasus penularannnya lebih rendah, kasus COVID berat yang meninggal akan lebih rendah," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar