Kementerian Kesehatan RI mempertegas status vaksin Nusantara besutan eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Selama belum ada izin dari BPOM, vaksin dendritik ini akan tetap berbasis pelayanan dan riset saja.
"Iya selama belum dirubah (MoU Nota Kesepahaman bersama Kemenkes, BPOM, TNI AD) akan tetap berbasis pelayanan," jelas juru bicara vaksinasi COVID-19 dr Siti Nadia Tarmizi saat dikonfirmasi detikcom Kamis (17/6/2021).
Meski begitu, menanggapi usulan Komisi VII DPR mendesak kelanjutan uji klinis vaksin Nusantara, Kemenkes akan menunggu rekomendasi dari beberapa pihak terkait vaksin Nusantara. Salah satunya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Kalau terkait ini Kemenkes masih menunggu pihak terkait peneliti utama dan BPOM serta komite etik penelitian," kata Nadia sambil menegaskan status saat ini vaksin Nusantara berbasis pelayanan.
Sementara, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan belum ada rekomendasi baru terkait vaksin Nusantara, selain status kesepakatan dalam MoU Nota Kesepahaman sebelumnya yang menyatakan vaksin Nusantara bukan untuk produksi massal. Karenanya, pengawasan kini di luar tanggung jawab BPOM.
"Sudah bukan melalui jalur BPOM," tegas Penny saat dihubungi detikcom secara terpisah.
"Bukan produk yang akan digunakan massal, diproduksi massal. Tapi itu pelayanan individual, berbasis pelayanan kesehatan jadi bukan melalui Badan POM. Pengawasannya oleh Kemenkes," tutupnya.
https://cinemamovie28.com/movies/los-cantabros/
RI Diprediksi Kolaps, Pakar Kesehatan Sarankan 5 Hal Ini
- COVID-19 di Indonesia diprediksi akan terus melonjak dalam beberapa pekan ke depan. Hal ini dapat terjadi apabila penanganannya tak segera diperbaiki secara tepat dan ketat.
Pada Kamis (17/6/2021), Indonesia melaporkan 12.624 kasus baru Corona. Ini merupakan angka tertinggi semenjak 7 Februari lalu, di mana terakhir kali Indonesia mencatatkan penambahan kasus di atas 10.000 kasus.
Menurut Eks Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama, pemerintah Indonesia harus segera bergerak cepat dalam mengatasi lonjakan kasus Corona ini. Jangan sampai prediksi Indonesia akan kolaps karena COVID-19 benar-benar terjadi.
"Kemarin ada 12.624 kasus baru COVID-19, padahal baru tanggal 17 dan Kementerian Kesehatan memperkirakan puncak kasus akan terjadi akhir Juni, sulit dibayangkan bagaimana suasana pada akhir bulan ini kalau kasus terus naik," kata Prof Tjandra melalui pesan singkat yang diterima detikcom, Jumat (18/6/2021).
Dijelaskan oleh Prof Tjandra, berikut sejumlah langkah yang harus dilakukan pemerintah dalam mengatasi lonjakan COVID-19.
1. Perketat pembatasan sosial
Prof Tjandra menegaskan pembatasan sosial merupakan suatu hal yang mutlak harus dilakukan saat ini. Menurutnya, program penanganan COVID-19 yang ada saat ini belum cukup untuk mengatasi lonjakan kasus, sehingga harus ada peningkatan pembatasan sosial secara nyata dan jelas.
"Pembatasan sosial dapat saja hanya amat terbatas, atau sedikit lebih luas, atau memang luas sampai kepada lockdown total," ujarnya.
2. Tingkatkan testing dan tracing
Prof Tjandra mengatakan testing dan tracing kasus Corona harus dilakukan secara maksimal dan juga merata di seluruh wilayah Indonesia.
"Kedua hal ini angka indikator targetnya jelas, hanya tinggal dipastikan pelaksanaannya di semua kabupaten-kota secara merata dengan komitmen yang jelas," ucapnya.
3. Perbaiki fasyankes
Dalam menghadapi lonjakan COVID-19, pemerintah perlu memperbaiki kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan. Menurut Prof Tjandra, yang disiapkan itu bukan hanya tempat tidur di ruang isolasi dan ICU, atau alat dan obat-obatan, namun yang paling penting adalah sumber daya manusianya (SDM).
"SDM petugas kesehatan yang harus terjamin bekerja secara aman. Tidaklah tepat kalau hanya menambah ruang rawat tanpa diiringi penambahan petugas kesehatan," ungkapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar