Jumat, 18 Juni 2021

Viral Ramuan Penangkal COVID-19 dari Kemenkes, Ini Fakta Sebenarnya

 - Viral sebuah dokumen yang diklaim ramuan penangkal COVID-19 oleh Kementerian Kesehatan. Dokumen ini dibagikan melalui aplikasi pesan dan telah beredar di dunia maya yang memiliki 3 halaman.

Setelah melakukan penelusuran, tim detikcom menemukan bahwa isi surat edaran tersebut bukan mengenai ramuan penangkal COVID-19, tetapi pemanfaatan obat tradisional.


"Surat edaran ini dimaksudkan untuk memperjelas penggunaan ramuan obat tradisional untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan perawatan kesehatan termasuk pada masa Pandemi Covid-19," kata Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan dr. Bambang Wibowo, di situs Kemenkes, dikutip Jumat (18/6/2021).


Ada beberapa perbedaan dalam versi file yang beredar di media sosial dengan file asli oleh Kemenkes, yaitu perihal jumlah halaman yang terlampir. Pada file di media sosial, SE hanya berjumlah 3 lembar sedangkan file asli oleh Kemenkes berisikan 5 lembar.


Akun resmi Satgas COVID-19 merilis pernyataan terkait hoaks tersebut.


"Surat edaran tersebut bukan resep ramuan penangkal Covid-19 melainkan saran Kemenkes dalam memanfaatkan obat tradisional untuk memelihara kesehatan, pencegahan penyakit, dan perawatan kesehatan termasuk pada masa pandemi COVID-19," jelas Satgas COVID-19.

https://cinemamovie28.com/movies/la-amante-ingenua/


Uji Vaksin Nusantara Terawan Jadinya Lanjut Nih? Ini Jawaban Kemenkes


Kementerian Kesehatan RI mempertegas status vaksin Nusantara besutan eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Selama belum ada izin dari BPOM, vaksin dendritik ini akan tetap berbasis pelayanan dan riset saja.

"Iya selama belum dirubah (MoU Nota Kesepahaman bersama Kemenkes, BPOM, TNI AD) akan tetap berbasis pelayanan," jelas juru bicara vaksinasi COVID-19 dr Siti Nadia Tarmizi saat dikonfirmasi detikcom Kamis (17/6/2021).


Meski begitu, menanggapi usulan Komisi VII DPR mendesak kelanjutan uji klinis vaksin Nusantara, Kemenkes akan menunggu rekomendasi dari beberapa pihak terkait vaksin Nusantara. Salah satunya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).


"Kalau terkait ini Kemenkes masih menunggu pihak terkait peneliti utama dan BPOM serta komite etik penelitian," kata Nadia sambil menegaskan status saat ini vaksin Nusantara berbasis pelayanan.


Sementara, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan belum ada rekomendasi baru terkait vaksin Nusantara, selain status kesepakatan dalam MoU Nota Kesepahaman sebelumnya yang menyatakan vaksin Nusantara bukan untuk produksi massal. Karenanya, pengawasan kini di luar tanggung jawab BPOM.


"Sudah bukan melalui jalur BPOM," tegas Penny saat dihubungi detikcom secara terpisah.


"Bukan produk yang akan digunakan massal, diproduksi massal. Tapi itu pelayanan individual, berbasis pelayanan kesehatan jadi bukan melalui Badan POM. Pengawasannya oleh Kemenkes," tutupnya.


RI Diprediksi Kolaps, Pakar Kesehatan Sarankan 5 Hal Ini


- COVID-19 di Indonesia diprediksi akan terus melonjak dalam beberapa pekan ke depan. Hal ini dapat terjadi apabila penanganannya tak segera diperbaiki secara tepat dan ketat.

Pada Kamis (17/6/2021), Indonesia melaporkan 12.624 kasus baru Corona. Ini merupakan angka tertinggi semenjak 7 Februari lalu, di mana terakhir kali Indonesia mencatatkan penambahan kasus di atas 10.000 kasus.


Menurut Eks Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama, pemerintah Indonesia harus segera bergerak cepat dalam mengatasi lonjakan kasus Corona ini. Jangan sampai prediksi Indonesia akan kolaps karena COVID-19 benar-benar terjadi.


"Kemarin ada 12.624 kasus baru COVID-19, padahal baru tanggal 17 dan Kementerian Kesehatan memperkirakan puncak kasus akan terjadi akhir Juni, sulit dibayangkan bagaimana suasana pada akhir bulan ini kalau kasus terus naik," kata Prof Tjandra melalui pesan singkat yang diterima detikcom, Jumat (18/6/2021).


Dijelaskan oleh Prof Tjandra, berikut sejumlah langkah yang harus dilakukan pemerintah dalam mengatasi lonjakan COVID-19.

https://cinemamovie28.com/movies/amigo/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar