Pemerintah tak henti-henti menegaskan peniadaan mudik Lebaran untuk mencegah peningkatan kasus COVID-19. Menurut laporan, sebanyak 4.123 dari 6.742 pemudik diketahui positif COVID-19 setelah dilakukan testing acak.
"Bagi siapa pun yang melanggar kebijakan pemerintah selama masa peniadaan mudik tentunya akan memperoleh sanksi yaitu diminta kembali ke tempat asal perjalanan. Perlu diingat, bahwa esensi pelarangan mudik adalah untuk mencegah terjadinya penularan dan lonjakan kasus," terang Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito dalam konferensi pers virtual, Selasa (11/5/2021).
"Saya meminta masyarakat agar tidak melakukan kegiatan yang melanggar kebijakan ini dan berpotensi mendapatkan konsekuensi hukum," lanjutnya.
Tak dipungkiri, hingga kini masih banyak masyarakat nekat mudik, bahkan sampai menerobos penyekatan polisi dengan alasan rindu orangtua dan keluarga. Padahal, tidak melakukan pertemuan tatap muka adalah cara untuk melindungi keluarga. Bisa jadi, pemudik membawa virus Corona.
"Dampak dari peningkatan kasus dapat dilihat dalam 2 sampai 3 minggu pasca kegiatan mudik. Pada prinsipnya, terdapat potensi peningkatan kasus apabila masyarakat masih terus memaksakan diri untuk mudik karena mereka berpotensi tertular dan menularkan COVID-19," imbuhnya.
Mengantisipasi penyebaran COVID-19 dari perjalanan mudik yang terlanjur dilakukan, Prof Wiku menegaskan pada pemerintah dan satgas daerah untuk menetapkan kewajiban karantina selama 5x24 jam bagi masyarakat yang datang dari luar daerahnya.
https://movieon28.com/movies/doraemon-nobitas-secret-gadget-museum/
Warga India Lumuri Tubuh dengan Kotoran Sapi, Dipercaya Tangkal Corona
Di tengah lonjakan COVID-19, sebagian warga India masih mempercayai kotoran dan urine sapi sebagai penangkal virus Corona. Padahal, tak ada bukti ilmiah yang menyebut keefektifannya terhadap penyakit tersebut.
Para dokter dan ilmuwan dari India dan berbagai negara pun telah memperingatkan tentang risikonya. Namun, tetap saja mereka masih melakukan hal ini.
"Tidak ada bukti ilmiah yang konkret bahwa kotoran sapi atau urine dapat meningkatkan kekebalan terhadap COVID-19, itu sepenuhnya hanya didasarkan pada keyakinan," kata Dr JA Jayalal, national president di Indian Medical Association, dikutip dari Reuters.
"Ada risikonya bagi kesehatan jika mengolesi atau mengonsumsi produksi ini, penyakit lain pun dapat menyebar dari hewan ke manusia," lanjutnya.
Selain itu, ada pula kekhawatiran bahwa praktik ini dapat meningkatkan risiko penularan virus Corona, karena melibatkan banyak orang yang berkumpul di dalamnya.
Salah satu daerah di India yang masyarakatnya masih melakukan hal tersebut adalah di Gujarat, India barat. Dalam seminggu sekali, sejumlah warga di sana pergi ke tempat penampungan sapi untuk melumuri tubuhnya dengan kotoran dan urine sapi.
Dalam keyakinan umat Hindu, sapi merupakan simbol suci. Sambil menunggu kotoran dan campuran urine di tubuh mengering, mereka akan memeluk atau menghormati sapi di tempat penampungan.
Kemudian, mereka juga akan berlatih yoga untuk meningkatkan energi.
Seperti diketahui, pandemi Corona telah menyebabkan kekacauan di India. Total sudah lebih dari 22 juta kasus COVID-19 yang dilaporkan di negara itu.
Para ahli pun meyakini jumlah yang sebenarnya bisa 5-10 kali lipat lebih tinggi dari yang dilaporkan. Imbas dari lonjakan kasus ini, banyak warga India yang harus kesulitan dalam mendapatkan perawatan, hingga akhirnya meninggal dunia karena COVID-19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar