Sebuah perusahaan pembuat kasur di Amerika Serikat sedang mencari tim untuk menjadi 'Nap Reviewer' yang diharapkan bisa tidur siang setiap hari selama sebulan. Tak tanggung-tanggung, mereka yang terpilih bisa bawa pulang duit puluhan juta.
Perusahaan Eachnight membuka posisi untuk lima orang 'pengulas tidur siang' dan akan membayar 1.500 US dolar atau sekitar Rp 21 juta. Pekerjaannya? Cukup tidur siang setiap hari selama sebulan dan menulis ulasan mereka dalam bahasa Inggris.
Dikutip dari situs resminya, perusahaan kasur tersebut ingin menyanggah gagasan bahwa tidur siang hanya untuk mahasiswa atau anak-anak yang kelelahan, tetapi juga sangat baik bagi para pekerja dewasa.
"Kami sangat terobsesi dengan tidur, dan tujuan utama kami di Eachnight adalah memberi Anda informasi yang dibutuhkan agar bisa tidur lebih nyenyak setiap malam," tulis Eachnight dalam sebuah pernyataan dikutip dari World of Buzz.
Kalau berminat, pelamar harus berusia di atas 18 tahun dan bisa tidur sendiri selama periode pengujian untuk memastikan tidur siangnya tidak terganggu.
Peserta dari seluruh dunia dipersilakan untuk melamar tetapi pendaftaran ditutup pada 31 Mei 2021.
"Adanya tekanan tambahan dari pandemi di seluruh dunia dan banyak orang yang tidak dapat beristirahat sepenuhnya karena bekerja dari rumah, bahkan tidur malam yang nyenyak pun tampaknya sulit untuk diperoleh," kata karyawan Eachnight, Jasmin Lee.
Orang yang tidur siang diharapkan untuk mengambil bagian dalam berbagai eksperimen yang menguji teori tentang durasi tidur siang dan efeknya pada tingkat kelelahan dan memori.
Peserta juga diharapkan untuk mengambil bagian dalam panggilan video sebelum dan sesudah setiap percobaan dan akan menerima Rp 21 juta di akhir uji coba.
https://movieon28.com/movies/ouija-seance-the-final-game/
60 Persen Pemudik Positif Corona, Apa Maknanya? Epidemiolog UGM Angkat Bicara
- Sebanyak 4.123 orang dari 6.742 pemudik terkonfirmasi poositif Corona atau COVID-19 melalui cek acak yang dilakukan pemerintah. Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Satria Wiratama, menilai angka itu tak bisa jadi rujukan.
"Belum tentu (angka sebenarnya), karena untuk menggambarkan kondisi sebenarnya kita perlu kaidah yg benar dalam mengambil sampel secara acak," ujar Bayu melalui keterangan tertulis yang dikirim humas UGM kepada wartawan, Selasa (11/5/2021).
"Untuk mencapai gambaran sebenarnya perlu sistematika pengambilan sampel acak yang sesuai kaidah," lanjut dia.
Dia menilai data itu juga belum bisa menunjukkan gambaran angka sebenarnya sebab tes tersebut dilakukan secara acak dan tidak disebutkan alat tes deteksi COVID-19 yang digunakan.
Namun menurutnya jika tes secara acak menggunakan tes rapid antigen, swab PCR atau Genose maka angka terkonfirmasi positif sebesar itu menunjukkan hal yang cukup mengkhawatirkan.
Meski demikian, Bayu menyatakan sepakat bahwa kebijakan pelarangan mudik dalam rangka mengantisipasi adanya gelombang kedua pandemi dan kekhawatiran naiknya kasus COVID-19 seperti yang terjadi di India. Ditambah lagi, meski sudah ada larangan mudik ternyata tetap ada saja warga yang memilih mudik jauh-jauh hari bahkan menerobos pos-pos penyekatan mudik.
"Pelarangan mudik susah dilakukan apalagi tanpa penjelasan dan komunikasi yang bagus dari pemerintah. Misalnya kenapa mudik dilarang tapi berwisata boleh?" katanya.
Dia menyarankan kepada warga yang terlanjur mudik harus dites dengan lebih ketat. Pemudik seharusnya dites COVID-19 sebanyak dua kali di saat kedatangan dan dikarantina terlebih dahulu.
Selanjutnya, harus ada penguatan sistem surveilans dan monitoring kasus di masing-masing wilayah terutama sampai tingkat RT/RW. Apabila sudah dilakukan deteksi dini dan diisolasi dengan cepat, maka kasus yang muncul bisa ditekan penyebarannya.
"Intinya jika memungkinkan semua pemudik yang kembali pulang dikarantina dulu lima hari dan dites dua kali," paparnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar