Minggu, 28 Maret 2021

Ada PP Postelsiar, Permudah Operator Seluler Merger?

  Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (PP Postelsiar). Dengan keberadaan PP Postelsiar ini permudah operator seluler untuk merger atau akuisisi?

Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, kondisi industri telekomunikasi saat ini tengah sedang tidak sehat, di mana kebanyakan dari para operator seluler tersebut keuangannya rugi.


"Jadi, ada operator yang setiap tahun Rp3 triliun rugi. Kita juga bingung, kok rugi tapi masih jalan terus. Paling tidak konsolidasi menjadi pilihan. Sebenarnya sejak XL dan Axis, banyak operator yang mau konsolidasi, cuma persoalan frekuensi diambil sama pemerintah," ujar Heru dalam diskusi online Indotelko Forum.


Sebagai informasi, XL Axiata mengakuisisi Axis dengan mahar USD 865 juta pada Maret 2014 silam. Setelah dicaplok, frekuensi yang dipakai Axis kemudian dikembalikan ke negara dan kemudian dilelang oleh pemerintah.


Sementara itu, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Ridwan Effendi mengungkapkan, proses merger atau akuisisi memang berat dilakukan. Dari sisi perusahaan, tentunya banyak pertimbangan sebelum melakukan aksi korporasi tersebut.


"Dulu mau melakukan merger atau akuisisi karena ada yang diincar, operator ada yang kesulitan, baik keuangan atau sumber daya (frekuensi-red). Menyangkut sumber, frekuensi itu penting. Merger karena berharap bisa tambah sumber daya, walaupun di sistem perundangan kita tidak otomatis mendapatkan limpahan frekuensi," tutur Ridwan.


Kendati begitu, Ridwan berpandangan bahwa saat ini untuk mendapatkan 'tambahan' frekuensi tersebut bisa dilakukan dengan kerja sama frekuensi. Disampaikan Ridwan, kemudahan berbagi frekuensi yang tercantum di PP Postelsiar terdapat di Pasal 47 sampai dengan Pasal 50-an.


"Ujung-ujung di pak menteri sekarang ini akan memberi pertimbangan, apakah kerja sama frekuensi itu diperbolehkan atau tidak. KPPU juga bisa turun tangan, kalau misalkan proporsinya sudah terlalu besar dengan pangsa pasarnya, tentunya jadi pertimbangan tersendiri untuk membatalkan setelah dilakukan post audit," ucap mantan Komisioner BRTI ini.


"PP Postelsiar ini tidak secara spesifik memudahkan proses merger atau akuisisi. Sekarang dengan PP ini ada alternatif ada kerja sama (berbagi frekuensi) tadi," pungkasnya.

https://nonton08.com/movies/one-night-in-taipei/


Bahas RUU PDP, Komisi I Ingatkan PR Kominfo


Anggota DPR RI Komisi I dari Fraksi Golkar Bobby Adhityo Rizaldi mendesak agar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) segera menyelesaikan pekerjaan rumah Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang belum terselesaikan.

"Komisi I menunggu drafting usulannya dari pemerintah. Semuanya juga mau cepat disahkan, supaya bisa bahas RUU lain, tapi PR-nya di Kominfo," kata Bobby, Kamis (25/3/2021).


Bobby menuturkan bahwa aspirasi publik dan seluruh fraksi ingin ada badan independen. Hal itu dapat diketahui dari drafting-nya pemerintah.


"Nanti kita bahas kelembagaannya, apakah supaya KPI, KIP, KPPU atau bagaimana hubungannya dengan Kominfo dan seterusnya. Ini perlu agar jelas nanti rujukan pasal-pasal mengenai hak subyek data dan kewajiban pengendali data yang ada pengaturannya di luar Undang-Undang (aturan turunannya). Draft awal kan belum ada dari pemerintah," tuturnya.


"Draft usulan itu kan belum disampaikan pemerintah kelembagaannya. Dan, peraturan di bawah undang-undang ini, baik mengenai kewajiban pengendali data yang merujuk pada peraturan-peraturan produk badan independen, dan lain-lain. Sertifikasi governance and compliance-nya, apa di badan ini atau kementerian atau lembaga lain," sambung Bobby.


Bobby menjelaskan bahwa publik berkeinginan agar detail peraturannya, hampir dari seluruh peserta serap aspirasi menyampaikannya dan belum terakomodir dalam draft awal RUU PDP.

https://nonton08.com/movies/decoys/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar