Rabu, 24 Maret 2021

Akurasi Rapid Test Antigen COVID-19 Diprediksi Berkurang, Ini Penyebabnya

  Saat ini alat rapid test antigen banyak digunakan untuk mendeteksi kasus COVID-19. Terkait hal tersebut, sebagian pihak memprediksi bahwa akurasi alat rapid test antigen akan semakin berkurang di masa depan seiring berjalannya program vaksinasi COVID-19.

Kepala bidang diagnostik Roche, Thomas Schinecker, sebagai salah satu produsen rapid test antigen menjelaskan ini karena akan semakin banyak orang dengan viral load atau jumlah virus yang sedikit di saluran pernapasannya. Sementara alat rapid test antigen bekerja mendeteksi kasus dengan baik ketika viral load tinggi.


Vaksin diketahui bisa mencegah kasus infeksi COVID-19 yang parah dengan viral load tinggi.


"Sebagai contoh bila Anda melihat penyakit flu, rapid test antigen tidak pernah disarankan karena viral load penyakit ini biasanya tidak tinggi. Jadi Anda akan memiliki masalah pendeteksian, akan ada banyak kasus negatif palsu," kata Thomas seperti dikutip dari Reuters, Rabu (24/3/2021).


Thomas menyebut di masa depan tren diagnosis COVID-19 kemungkinan akan lebih condong pada pemeriksaan molekuler, seperti tes PCR.


Ketika pandemi berakhir, COVID-19 diprediksi masih akan menjadi penyakit endemik selama beberapa tahun mendatang sehingga metode-metode deteksinya akan tetap dibutuhkan.

https://kamumovie28.com/movies/kutukan-arwah-santet/


Masyarakat yang Masih Tak Percaya COVID-19 Hambat Program Vaksinasi


 Laju vaksinasi COVID-19 di Indonesia dikhawatirkan berjalan lambat lantaran gagal mencapai target 1 juta suntikan per hari. Kementerian Kesehatan menyebut ini karena terbatasnya ketersediaan dosis vaksin dan ketidakpercayaan masyarakat pada COVID-19.

"Kita melihat bahwa masih ada 36 persen masyarakat yang tidak yakin dengan COVID-19, sejalan dengan studi yang dijalankan Balitbangkes pada Juli 2020," ujar juru bicara vaksinasi COVID-19, Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi dalam webinar, Selasa (23/3/2021).


Menurutnya, angka ini amat disayangkan lantaran Indonesia masih dihantui tingkat kematian yang tinggi akibat COVID-19 dengan angka hampir menyentuh 40.000 per hari ini.


Nadia mengatakan masalah selanjutnya tak lain karena keterbatasan vaksinator. Ia menyebut setiap puskesmas hanya bisa menyediakan 50 sampai 150 suntikan dosis per hari. Sedangkan rumah sakit 300 sampai 400 per hari.


Mengatasi kendala tersebut, pemerintah mengupayakan pengadaan sentra vaksinasi dengan kapasitas layanan 2.000 sampai 3.000 suntikan per hari tergantung jumlah vaksinator tersedia.


Untuk mencapai herd immunity, vaksinasi perlu dilakukan kepada 70 persen dari populasi. Jika 36 persen disebut tak percaya COVID dan tak bersedia disuntik, pemerintah diasumsikan bisa 'gas' penyuntikan vaksin kepada sisa 64 persen untuk mencapai herd immunity secepat mungkin.


Nadia menegaskan upaya melindungi masyarakat dari bahaya pandemi harus dilakukan secara maksimal. Meski 64 persen masyarakat bisa diprioritaskan untuk menerima vaksin, tak berarti 36 persen sisanya bisa ditinggalkan begitu saja.


"Kita berikan tentunya yang terbaik untuk masyarakat, termasuk melindungi mereka dari sakit. Dengan tidak divaksin, berarti tidak memberikan perlindungan pada warga negara," ujar Nadia lebih lanjut pada detikcom.


Berdasarkan data terakhir dari Kemenkes, per Selasa (23/3/2021), vaksin COVID-19 dosis pertama telah diberikan kepada 5.978.251 orang, mencakup SDM kesehatan, petugas publik, dan lansia.


Sedangkan dosis 2 telah diberikan kepada 2.709.545 orang.


Ditargetkan, vaksin COVID-19 di Indonesia akan diberikan kepada 181.554.465 orang.

https://kamumovie28.com/movies/freeze-guys/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar